"Kamu gak papa?" Kinan membantu anak itu kembali berdiri, namun bukannya jawaban yang di dapat anak tersebut justru menangis.
"Huaaaaa." Kinan yang melihat anak itu menangis menjadi panik.
"Kamu luka? Dimana yang sakit?" Anak itu menggeleng membuat Kinan bernafas lega.
"Tapi tante luka. Tante pasti sakit, huaaaa!" Anak itu kembali menangis.
Kinan terkekeh saat mengetahui anak itu menangis bukan karena sakit, namun karena melihat luka yang dia dapat dari menyelematkannya.
"Tante gak papa, Sayang. Ini cuma luka kecil di kasih betadine juga sembuh." Kinan memperlihatkan sikunya yang terluka karena menyelamatkan anak tersebut. Hanya tergores aspal saat menahan tubuh mereka yang terjatuh.
Beruntung Kinan menarik anak itu tepat waktu, kalau tidak mungkin Kinan akan menyaksikan kejadian mengerikan di depannya dimana seorang anak tertabrak mobil.
"Hampir saja kamu ketabrak. Lain kali jangan menyebrang sembarangan."
Anak itu mengangguk. "Maaf Tante, aku gak tahu."
Kinan tersenyum saat melihat anak itu nampak menyesal. "Ngomong- ngomong dimana orang tua kamu?" Kinan mengedarkan pandangannya, namun tak ada tanda- tanda orang yang mengenal anak itu.
"Gak ada." Kinan mengernyit mendengar jawaban bocah itu lalu melihat pada tas di punggung anak tersebut.
Kinan mencari sesuatu di dalamnya hingga dia menemukan nama bahkan alamat rumah. "Nama kamu Azka?" Bocah itu mengangguk. "Kalau gitu tante anterin kamu pulang, mau? Mama, dan Papa Azka pasti khawatir."
Bocah itu akhirnya mengangguk, dan kinan membawanya untuk mengantarkannya pulang. Melihat seragam TK yang di kenakan Kinan rasa bocah ini pergi dari sekolah tanpa sepengetahuan guru.
Kinan menatap alamat di tas punggung Azka yang membuatnya mengernyit, itu adalah komplek perumahan yang sama dengannya tinggal, juga nomer rumah yang tak jauh dari rumahnya. Tapi Kinan belum pernah melihat anak ini di sekitaran rumanya. Atau karena dia yang dulu jarang di rumah jadi tak terlalu tahu penduduk.
Tentu saja, terlebih anak keci.
Kinan mengarahkan supir untuk segera ke alamat yang tertera di tas punggung Azka. Sementara dia sendiri memperhatikan Azka yang menunduk dengan meremas tangannya yang gemetar.
"Azka kenapa?"
Azka menggeleng. "Azka masih takut sama kejadian tadi?" Azka menggeleng, lalu mengangguk.
Kinan terkekeh. "Jadi takut atau enggak?"
"Azka gak tahu Tante orang baik atau enggak. Papa bilang jangan suka ikut sama orang yang gak Azka kenal."
Kinan menaikan alisnya. "Iya, bener. Harusnya Azka gak ikut orang yang Azka gak kenal. Kalau orang itu jahat, culik Azka, terus Azka di bawa ke luar Negeri, gimana?" Wajah Azka nampak terkejut, matanya bahkan melotot takut membuat Kinan tertawa.
"Tapi, Azka tenang aja, Tante bukan orang jahat. Dan ini juga jadi pelajaran, jangan sampai Azka pergi sembarangan gak kasih tahu orang dewasa. Kalau sesuatu terjadi nanti Azka kenapa- napa, gimana?"
Azka menunduk, lalu mengangguk.
"Jadi, sebenarnya Azka mau kemana?"
"Cari Mama..."
Kinan terus mengajak Azka berbincang agar anak itu tidak takut dengannya. Dan lagi Kinan cukup senang, karena sedikit melupakan kesedihannya tentang Yumna yang bahkan tak ingin dia menjadi ibunya lagi.
Kinan menghentikan taksi di nomer rumah yang tertera di alamat rumah Azka. Dia mengernyit dan melihat ke arah rumahnya.
Benar ini tetangga baru yang Bu Jani bilang. Pantas dia merasa belum pernah melihat Azka. Ternyata dia tetangga barunya. Tapi Bu Jani bilang tetangga baru mereka duda anak satu. Lalu Azka bilang dia mencari Mamanya?
Kinan menggeleng. Itu bukan urusannya. Dia terlalu banyak bergosip dengan tetangga sepertinya sampai memikirkan kehidupan orang lain, padahal jelas- jelas hidupnya lebih rumit. Di selingkuhi anak dan suami.
Hidup mana lagi yang tidak lebih rumit darinya.
"Ini rumah Azka?" tanya Kinan memastikan.
Azka mengangguk.
Kinan tersenyum mengusap pucuk kepala Azka. "Azka tahu kita tetangga rupanya. Lihat itu rumah tante," tunjuk Kinan pada rumah tak jauh dari tempat meteka berdiri.
"Oh." Azka nampak antusias. Menatap Kinan dengan tersenyum sepertinya rasa takutnya sudah hilang.
"Nanti Azka boleh main ke rumah tante?"
"Boleh, dong. Tapi sekarang, masuk dulu. Mama, Papa Azka pasti khawatir." Kinan menekan bell dua kali dan menunggu gerbang terbuka.
Tak menunggu lama seseorang membuka pintu dan nampak terkejut sekaligus lega saat dia melihat Azka.
"Ya ampun, Den. Bikin Bibi khawatir. Aden kemana aja?!" Sepertinya wanita di depannya adalah pembantu rumah ini atau mungkin pengasuh Azka.
"Maaf." Kinan tersenyum saat Azka tak segan meminta maaf. Anak itu sepertinya memiliki didikan yang baik.
"Saya temuin Azka di depan restoran, mau nyebrang jalan, untung gak sampe KETABRAK,." Ucapan Kinan mengalihkan tatapan wanita yang masih berjongkok di depan Azka.
"Ya ampun, makasih, Bu. Den Azka tadi lari dari TK nya, saya sampe kewalahan cari."
Kinan tersenyum. "Sama- sama Bu, untung saya lihat di tas Azka ada alamat rumah. Jadi sekalian saya pulang, saya antarkan."
"Saya gak tahu kalau sampai Den Azka gak ketemu. Mungkin saya di pecat." Wanita itu menunduk. Dia kehilangan Azka saat ketoilet, setelah di cari di seluruh sekolah Azka tidak ada. Dengan panik dia menghubungi Tuannya. Barulah Tuannya mengatakan dia akan mencarinya, sementara dia di minta pulang berjaga-jaga jika Azka pulang.
Kinan mengusap bahu wanita di depannya. Sepertinya usianya beberapa tahun di atasnya. "Azka lihat. Kalau sampai Azka kenapa- napa orang lain juga akan di rugikan." Azka mengangguk sepertinya anak itu mengerti.
"Maaf, Bibi."
"Gak papa, Den. Yang penting jangan begitu lagi, ya. Aduh Bibi rasanya jantungan." Wanita itu mengusap dadanya.
Kinan tersenyum. "Kalau gitu saya pulang dulu."
"Ibu gak masuk dulu?"
"Gak usah Bu, kebetulan rumah saya yang itu." Kinan menunjuk rumahnya.
"Oh iya, nama Ibu siapa?"
"Saya Kinan."
"Saya Santi, Bu."
"Kalau gitu saya permisi, ya. Dah, Azka." Kinan melambaikan tangannya pada Azka lalu melangkah ke arah rumahnya.
"Tantenya baik, Bi," ucap Azka saat sudah melihat Kinan pergi.
"Iya, untung Aden ketemu yang baik. Gimana kalau enggak. Ayo, Bibi mau telepon Bapak, Bapak lagi nyariin pasti khawatir." Azka di tarik masuk masih dengan Bibi yang menceramahinya karena baru saja hilang dari pengawasannya. Tidak tahu sekhawatir apa majikannya itu mencari Azka.
Benar saja, tak berapa lama sebuah mobil terparkir dan seorang pria keluar dari dalamnya, berjalan masuk dengan terburu- buru.
"Mana Azka?" tanyanya pada Santi yang langsung menunjuk kamar Azka.
Saat pria itu masuk, dan melihat Azka tertidur di ranjang pria itu menghela nafasnya lega.
"Gimana bisa Azka hilang?"
"Maaf, Pak. Saya ceroboh," kata Santi menjelaskan, wanita itu bahkan menunduk menyesal.
"Lain kali jangan terulang lagi!" Santi mengangguk.
Pria itu mengambil botol air di lemari es lalu meneguknya langsung. Beberapa tegukan untuk menghilangkan rasa hausnya juga meredakan ketakutannya sebab hilangnya Azka.
"Gimana Azka pulang?"
"Den Azka di temuin orang di depan restoran, Pak. Dia bilang dia lihat alamat di tas Den Azka." Pria itu mengangguk.
"Dia kasih tahu namanya, atau alamat. Saya mau bilang terimakasih?"
"Anu, Pak. Dia tetangga depan rumah. kelewat satu rumah dari depan. Namanya Bu Kinan."
Pria itu mengernyit lalu mengangguk. "Nanti saya kesana." Pria itu nampak masih lesu. "Saya naik dulu. Kasih tahu kalau Azka bangun."
Santi mengangguk. "Baik, Pak."
Tiba di kamarnya Pria itu berbaring lelah. Saat mendengar Azka hilang dia mencari dengan gila. Dan berkeliling kota untuk mencari Azka. Dia bahkan nyaris lapor polisi. Beruntung pembantu rumahnya segera memberitahu jika Azka sudah di temukan dan di antar pulang.
Mata pria itu terpejam untuk menghilangkan lelahnya dengan tidur sebentar. Tak terasa dia baru terbangun saat hari mulai malam. Melihat ke arah jendela kamar yang rupanya sudah gelap.
Pria itu melangkah keluar balkon untuk melihat suasana malam. Namun saat ini dia teringat ucapan pembantunya jika yang menolong Azka adalah tetangga depan rumah terhalang satu rumah dari rumahnya.
Matanya tertuju pada rumah tersebut, dimana terlihat seorang wanita memakai gaun tidur putih yang melambai. Rambutnya tergerai. Pria itu beralih pada arah pandangan wanita itu dimana di bawah ada sebuah mobil berhenti dan seorang wanita keluar dari mobil tersebut.
Pria itu menaikan alisnya saat melihat mobil tersebut akhirnya masuk ke rumah sebelah alias rumah wanita yang menolong Azka.
Saat ini Pria itu kembali mendongak dan menatap wanita yang masih memperhatikan mobil itu masuk ke halaman rumahnya. Beberapa detik kemudian wanita itu menoleh dan melihat ke arahnya. Pria itu mengernyit saat tak terlalu jelas melihat wajahnya. Mungkin karena jarak juga cahaya lampu yang silau.
"Kinan," ucapnya lalu kembali masuk kedalam.