Pertama Kalinya

1103 Words
*** And now, you are reason for me to smile my dear husband? *** Maika memaikan ujung dress nya dengan gugup. Dia masih belum mempercayai status baru yang disandangkan kepadanya. Berkali-kali dia menahan senyumnya. Tak mau disangka gila karena senyum sendiri. Dia bisa mendengar detak jantungnya sendiri. Saking gugupnya, hingga bergerak brutal. “Kalem, kudu kalem,” ucap Maika pada dirinya sendiri. Dia menatap bayangan wajahnya di cermin. Masih penuh dengan riasan, meski tanpa bulu mata dan cukur alis. Wajahnya nampak cantik dan berseri dengan look flawless. Pipinya dibuat merona, bibir yang biasanya terlihat pucat kini nampak lebih segar dan berwarna merah jambu. Mata indahnya dipoles eye shadow dengan gradasi warna peach dan cherry. Sangat natural dan cantik. Dia menepuk pipinya berulang kali. “Ini bukan mimpi ‘kan ya?” Lalu matanya bergerak menatap jari manis kanannya yang sudah tersemat cincin berhiaskan permata kecil. “Aigooo, gue beneran udah jadi istri orang ternyata. Huaaaa gimana ini? Gue mesti gimana kalau ngomong sama dia? Terus kalau dia tau aslinya gue, bakal illfeel enggak, ya? “cerocosnya sambil menggigiti kukunya yang dihias henna merah. “Ini bukan mimpi ‘kan ya? Plis banget, gue bingung mesti gimana depan dia nanti. Gak mungkin gue diem aja kayak patung, tapi gak mungkin juga gue agresif kayak komodo. Yaampun.” Maika mengusap wajahnya frustrasi. Dia menatap micellar water bermerk garnier di meja riasnya.Ia mengambil dua lembar kapas. Lalu menuangkan micellar water ke kapas dengan banyak. Kelihatannya saja make up ini natural. Tapi lumayan sulit membersihkannya. Wajar, saat tadi proses dandannya saja hampir dua jam. Ini baru bagian mata yang dibersihkan. Bagian wajah lainnya masih belum selesai. Ceklek Pintu terbuka. Mati gue mati, mesti gimana coba. Mana make upnya belum bersih. Batin Maika heboh. Ia mencoba berpura-pura fokus membersihkan wajah. Meski fokusnya sering terbagi saat tak sengaja mendapati wajah tampan Rafan di cermin. Mana udah halal ‘kan ya. Maika menggelengkan kepalanya. Otaknya mulai tidak beres. Pop up pesan muncul di layar ponselnya. Bismillah dulu! Kalau dari Nara. Ketika membacanya Maika menggeram kesal dalam hati. Awas saja kalau Nara menikah nanti. Dia akan lebih parah menjahili Nara. “Masih pusing?” Suara bernada datar Rafan terdengar. Maika tersenyum canggung saat membalikkan tubuhnya. Dilihatnya Rafan tengah melepas tuxedonya. “Udah enggak, Kak,”jawabnya pelan. Rafan mengangguk, laki-laki itu masuk ke dalam kamar mandi hotel. Maika menghembuskan napasnya lega. “ Canggung banget sih,” rutuknya pelan. Maika melanjutkan kegiatan membersihkan make upnya. Dia menekan kuat-kuat kapas kecantikan ke wajahnya. Niatnya sih supaya cepat bersih. Sekitar 5 menitan, akhirnya wajahnya nampak seperti semula. Hanya saja bekas lip sticknya masih ada. Gadis itu kembali bergelung dengan pikirannya. Dia bertanya-tanya, nanti dia buka kerudung atau tidak ya? Terus supaya tidak canggung. Dia harus mencari topik pembicaraan seperti apa? “Kamu enggak mandi?” Maika berjengkit kaget “Eum iya ini mau.” Maika merapikan bekas kapasnya. Dia mencuri pandang ke arah Rafan yang tengah mengeringkan rambutnya dengan handuk kecil. Pakaian yang digunakan laki-laki itu cukup kasual dan terlihat pas. Kaos hitam beserta celana selutut. Maika melirik jam, sudah pukul 8 malam. Berarti dia bengong di depan cermin cukup lama juga ya. Dari jam 7 lewat. Ah iya, tadi dia minta untuk pergi meninggalkan acara resepsi. Kepalanya terasa pening. Jujur saja, tadi ada beberapa ucapan yang sedikit mengganggunya. Ada yang terang-terangan mengomentari warna kulitnya yang lebih gelap dari Rafan. Dan masih banyak lagi Yah sayang sekali Rafannya sudah ada calon. Padahal anak saya satu bulan lagi pulang dari New York. Ini istrinya Rafan? Biasa aja. Lebih cantik anak saya, Jeng. Kenapa Rafan engga sama anak saya bla bla. Masih banyak lagi. Rasanya telinga Maika panas kalau mendengar ucapan mereka. Tidak bermutu semua! “Kenapa bengong di situ?” Maika merutuki dirinya. Kadang bodohnya dia tetap senatural dulu. Tidak berubah. “Aku lagi mikir, iya mikir,” jawab Maika. Rafan menaikkan sebelah alisnya. Dia kenapa? Tanpa peduli dengan reaksi Rafan, Maika buru-buru masuk ke dalam kamar mandi. Saking tidak mau berlama-lama dalam kecanggungan ini. Dia sampai membawa masuk ransel hitamnya yang berisi pakaian. Banyak barang rahasianya. Ketika sudah di dalam kamar mandi Maika memukul kepalanya pelan. “Haish, Mai please kalau bodoh. Tolong pada tempatnya,” rutuk Maika pada ddirinya Sekarang, Maika sudah selesai membersihkan dirinya. Pakaiannya pun sudah berganti menjadi celana panjang berbahan katun dengan motif floral berwarna navy. Serta kaos polos berlengan pendek bergambar panda. Dia menatap rambutnya yang masih basah. Pandangannya terarah pada hair dryer di wastafel bercermin. Aroma shampoo menguar kuat dengan aroma rasa melon. Dia juga sudah pakai conditioner. Gadis itu mulai mengeringkan rambutnya. Hingga rambutnya jadi terurai indah dan wangi. Maika menatap pantulan wajahnya. Not bad lah. Kakinya sudah melangkah hendak membuka pintu kamar mandi. Tapi ia urungkan niatnya. Woy Tolonglah! Jantungnya sudah menggila. “Enggak usah alay, udah keluar aja,” kata Maika menyemangati dirinya sendiri. Dia membuka pintu kamar mandi. Nampak lah Rafan tengah memainkan ponselnya sambil bersandar pada kepala ranjang.Laki-laki yang kini sudah jadi suaminya itu menatap sekilas ke arah Maika. Lalu kembali sibuk dengan ponselnya. Ih nyebelin banget! Maika berjalan menuju sisi kiri kasur. Dengan cuek dia mulai melaksanakan rangkaian skincare malamnya. Kasur bergerak. Rafan mengambil posisi terlentang. Laki-laki itu memperhatikan Maika. Sangat intens. Merasa diperhatikan, Maika menoleh ke arah Rafan yang menatap. Pipi gadis itu bersemu merah, kenapa jadi salah tingkah begini? “Bhahaha,” tawa Rafan terdengar. “Kenapa sih? Lihatinnya gitu banget, enggak jelas ih,” ujar Maika sok jutek. Padahal dia menahan senyumnya yang hendak terbit. “Enggak, lucu aja.” Hah? Lucu? Apanya yang lucu? “Tumben kalem,” kata Rafan. “biasanya juga bar-bar. “ Please .... kalau terus seperti ini. Dia bisa mati jantungan. “Sini tidur,”kata Rafan menggoda Maika. “Ini juga mau kok,” balas Maika. Tangannya menyusun bantal, dia juga membuat batasan dengan Rafan menggunakan guling. “Kenapa dibatasin hm?” Maika menatap tangan Rafan yang mencekal pergelangan tangannya. “Ah itu, aku- anu. Aissshhh aku tuh malu tau!” gerutunya sambil menutup mukanya yang sudah semerah tomat. Mendengar ucapan jujur Maika, Rafan tertawa. “Yaa Allah, kamu bisa malu-malu gitu ternyata,” ujar Rafan. “Santai aja sih, cuman tidur ini. Emangnya mau ngapain? Udah sini.” Maika tidur bersisian dengan Rafan. “Kak ...,” cicitnya. Rafan menoleh. “Kenapa?” “Soal kita-“ Rafan tersenyum, dia mengelus pelan puncak kepala Maika. “Aku enggak pernah main-main kalau menyangkut kamu. “ Mendengarnya mata Maika berkaca-kaca. Selama bertahun-tahun, dia menanti seseorang yang masih belum dia tahu identitasnya. Dia tidak tau nama orang itu. Tidak tau rupanya. Dan kini? Allah mempertemukan Dia dengan seseorang yang dia tunggu. El-Rafan Nedrian Hirasaki ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD