Finally I found you ...
Hari ini adalah hari yang sangat bersejarah dalam hidup Maika. Tepatnya di tanggal 19 September, di usia hampir 19 tahun. Maika akan resmi menyandang gelar sebagai seorang istri dari El-Rafan Nedrian Hirasaki. Setelah kecelakaan kecil hari itu, dia dan Rafan sama sekali belum bertemu. Bahkan di grup keluarga, dia tidak pernah melihat Rafan muncul.
Sekarang masih pukul 6 pagi, tapi Maika sudah sangat deg-deg an sekali. Dia baru saja beres menjalani proses penggunaan henna sejak selesai shalat Subuh tadi. Mereka masih di rumah orang tuanya Maika. Baru akan menuju hotel tempat akad dan resepsi, nanti pukul 7 pagi. Akad nikahnya dimulai pukul delapan.
Perasaannya sangat sulit dideskripsikan. Benar-benar campur aduk.
“Belum make up aja gue udah pangling masa liat lo,” kata Risya sambil mengusap perutnya. Gea ada di sana juga. Ia masih sibuk berdandan. Tadi pukul 5 pagi, keduanya sudah sangat berisik meminta diantar suami Risya ke rumah delapa
“Iya tah? Padahal gue cuman abis maskeran sama perawatan muka aja,” balas Maika.
“Mungkin karena pengantin, jadi auranya beda teh,” timpal perias yang tengah membuat henna di tangan Maika.
“Iya kali ya, btw lo enggak cukur alis sama no bulu mata palsu ‘kan?” Maika mengangguk. Dia memang meminta pada periasnya untuk tidak mencukur alis atau pun menggunakan bulu mata palsu. Sebagai gantinya, untuk bagian alisnya yang kurang rapi ditutupi concelear. Maika juga menggunakan softlens. Setidaknya itu yang bisa membuatnya terlihat beda.
“Lo deg-deg an enggak?” tanya Gea yang sudah selesai dengan make upnya. Gadis berusia 16 tahun itu duduk di sebelah Risya.
“Banget.” Rasanya jantungnya bisa meledak kalau terus-terusan seperti ini. Ingin menangis, senang, terharu, ada sedihnya. Campur aduk lah.
“Akhirnya Allah jawab do’a lo juga, Mai. Semoga dia orang yang tepat, yang bisa bimbing lo sampai ke surga-Nya.” Dalam hati Maika mengaminkannya. Dia selalu yakin dengan rencana-Nya.
Setelah hennanya selesai. Proses rias berlanjut pada tahap rias wajah. Dimulai dari menggunakan primer, lalu dilanjutkan foundation. Bahkan penggunaan foundationnya sampai dua lapis. Dilanjut penggunaan, concelear dan loose powder, barulah penggunaan bedak padat yang bersifat coverage.
Hingga tepat dipukul 7 pagi, Maika sudah selesai menggunakan make upnya. Benar-benar pangling sekali.
“Lo ternyata cakep juga, Bang,” kata Gea. Maika menatap ngeri ke arah gadis itu. Dengan softlens abunya membuat Maika seperti tokoh antagonis.
Dengan bantuan perias, Maika berhasil mengenakan gaun pernikahannya. Gadis itu bahkan tidak percaya saat melihat pantulan wajahnya di cermin. Seperti bukan dirinya.
“Yuk, turun. Kita otw ke hotelnya.” Maika menuruni tangga kamarnya dibantu oleh dua orang perias dan Gea. Risya lebih didahulukan. Mengingat kehamilannya masih begitu muda.
Saat sampai di bawah, Mamanya langsung menghampiri Maika dengan heboh. Begitu juga kedua adiknya.
“Masyaallaah anak Mama cantik banget. Ayo kita berangkat, takutnya telat.”
***
Sepanjang jalan, Maika tidak bisa berhenti berdoa. Sesekali gadis itu berdzikir. Berulang kali juga terdengar hembusan napas gusar. Saking gugupnya, dia tidak berhenti memakan perment mint.
“Santai aja Kak, jangan panik. Nanti yang ada kamu malah stress. Banyakin doa aja. Insyaallah semuanya berjalan lancar.” Maika tersenyum pada mamanya.
Guna menghilangkan kegusarannya. Maika mengajak ngobrol kedua temannya.
“Ruzika datang ‘kan, Sya?” tanya Maika.
“Iya insyaallah dia nyusul bareng suami gue, tadi pagi udah gue bangunin. Tapi kebo banget, abis subuhan malah tidur lagi.” Fiks, Risya sudah seperti emak-emak sekali.
“Lo udah baikan sama Ruzika?” timpal Gea merasa penasaran.
“Alhamdulillah udah, dia juga gak manggil gue nama lagi. Manggilnya Mami coba, yaampun bentar lagi gue jadi emak-emak,” kata Risya.
Maika tertawa, udah dari lama kali Risya seperti mamak-mamak. Hobi ngomel, keibuan banget lagi. Cocok deh buat jadi ibu. Recommended banget asli, eh tapi dia udah sold out.
Tidak terasa karena banyak bercerita. Mereka akhirnya sampai di Hotel Al’Ilmi. Tempat pernikahan Maika di selenggarakan. Ketika dituntun turun dari mobil oleh Gea. Maika merasa keseimbangannya seperti hilang. Kegugupan menguasai dirinya.
Di parkiran sudah banyak sekali mobil yang terparkir. Bahkan Maika bisa melihat mobil Papanya. Ngomong-ngomong soal Papanya. Papanya memang berangkat lebih dahulu bersama Kakeknya Maika juga Neneknya Maika. Kalau dia dan Mamanya, menyusul. Di antar supir kantor Papanya.
Saat masuk ke dalam gedung. Mendadak ruangan ini terasa sangat dingin. Apalagi ketika Maika dituntun ke sebuah ruangan. Di ruangan ini hanya ada dia dan Mamanya saja. Sepertinya memang sengaja.
“Putri Mama udah besar.” Nala mengelus puncak kepala putrinya yang terhalang sebuah tiara cantik.
“Jadi istri yang baik ya, Nak. Yang Nurut sama suami. Kejar ridho suami, raih surga-Nya. Mama yakin, putri Mama ini kelak akan jadi istri shalihah. “ Mendengar ucapan Mamanya seketika mata Maika berkaca-kaca.
“Maafin Maika, Ma. Maaf kalau selama ini Maika cuman bisa nyusahin Mama,” lirih Maika.
“Jangan gitu, Mama malah sangat bersyukur punya kamu. Udah ya, jangan nangis. Masa depan suami mukanya jelek,” goda Nala membuat pipi Maika yang sudah bersemu semakin bersemu.
Tak lama suara microfon terdengar. Lalu layar yang dipasang di ruangan ini menyala. Nampaklah Rafan tengah duduk di hadapan Papanya di sebuah meja dengan taplak putih. Laki-laki itu mengenakan jas hitam. Ada seorang penghulu, Papanya Rafan, Pamannya Maika juga ustadz yang diundang untuk mengisi khutbah Nikah.
Maika bisa melihat keluarga besarnya dan keluarga Nara tengah duduk di jajaran kursi yang sudah disediakan. Di barisan paling depan ada Nara, Jihan, Zahira juga Bundanya Nara dan Neneknya Nara.
“Bismillah. Baik, sudah bisa dimulai?” tanya penghulu.
Rafan mengangguk dengan tegas.
“Ananda El-Rafan Nedrian Hirasaki bin Raeden Hirasaki saya nikahkan dan saya kawinkan engkau dengan Maika Dzikria binti Revandi Dzikri dengan maskawinnya berupa emas 45 gram beserta seperangkat alat sholat, tunai.”
Dengan satu tarikan napas, Rafan berucap,” Saya terima nikah dan kawinnya Maika Dzikria binti Revandi Dzikri dengan maskawin tersebut dibayar tunai.”
Saat itu juga, air mata Maika mengalir dengan derasnya tanpa bisa dicegah. Dia tidak tahu perasaan semacam apa ini. Mamanya Maika langsung memeluk erat putrinya.
“Bagaimana para saksi? Sah?”
“SAH!” Semua orang yang ada di sana menggemakan kata sah, bahkan Nara juga ikut-ikutan. Saking bahagianya gadis itu sampai menangis.
“Alhamdulillaah. Baarakallaahu laka wabaraka ‘alayka. Wa jama’a bayna kuma fii khayr.”
Air mata Rafan mengalir. Saat ini statusnya sudah berganti menjadi seorang kepala rumah tangga. Tanggung jawabnya bertambah. Selesai pembacaan doa. Dilanjutkan oleh khutbah nikah. Maika masih di ruangannya. Jadi nanti Rafan sendiri yang akan menghampiri istrinya itu. Maika menahan napasnya saat mendengar ketukan pintu. Gadis itu menatap Mamanya. Berharap Mamanya mau membantu. Ini dia masalahnya, tidak pernah ada dalam satu ruangan bersama seorang pria. Dengan papanya saja dia tidak betah. Apalagi ini.
“Ma ....” Maika merengek. Nala menggedikkan bahunya.
“Sekarang dia suami kamu. Dia berhak atas kamu. Gak boleh gitu.” Maika hanya menundukkan kepalanya ketika pintu dibuka.
“Angkat kepalanya,” bisik Mamanya.
Mau tidak mau Maika mengangkat kepalanya. Hatinya serasa melayang saat mendapati Rafan tengah menatapnya. Tatapan laki-laki itu begitu hangat. Maika masih membeku di tempatnya. Dia sampai tidak sadar kalau mamanya sudah keluar dari ruangan ini. Hanya ada dia, dan Rafan—suaminya di sini.
“Assalamu’alaikum,” ucap Rafan dengan nada begitu lembut. Membuat Maika terbius.
“Wa-wa’alaikumussalam,” jawab Maika dengan nada suara parau.
“Sini,” kata Rafan. Dengan ragu Maika melangkah mendekati suaminya.
Air matanya kembali mengalir deras. Apalagi saaf Rafan merengkuhnya. Maika langsung memeluk erat Rafan. Laki-laki itu mengelus punggung Maika yang bergetar. Keduanya sama-sama menangis. Saling mencurahkan perasaan satu sama lain. Rafan melepas pelukannya. Laki-laki itu menghapus air mata istrinya. Lalu mengecup kening Maika dengan lama.
“Allahumma inni as’aluka min khairiha wa khairi ma jabaltaha ‘alaihi. Wa a’udzubika min syarriha wa syarri ma jabaltaha ‘alaihi.”
Ketika Rafan membacakan doa, Maika hanya menutup matanya dengan air mata yang terus mengalir.
“Terima kasih,” bisik Rafan.
Maika menganggukkan kepalanya. Gadis itu meraih tangan suaminya, lalu mencium punggung tangan Rafan dengan khidmat.
Hari ini Maika dibuat jatuh hati pada Rafan. Perasaan itu semakin tumbuh subur sejak laki-laki menjabat tangan Papanya.