Berhubung hari ini tanggal merah dan baik dirinya maupun Natasha sedang tidak bekerja, maka dari itu Kamil berniat untuk menjadikan hari libur sehari ini sebagai hari yang menyenangkan. Dia sengaja bangun lebih pagi guna memesan beberapa barang dari toko bernama Amour et Miel, toko online yang menjual beragam kebutuhan dan ‘mainan’ orang dewasa.
Waktu menunjukkan pukul setengah tiga sore saat seorang kurir cash on delivery mendatangi rumahnya. Diterimanya paket pesanannya dengan sebuah senyum lebar. Kamil sudah tak sabar ingin segera mencoba paket pesanannya itu dengan istrinya malam ini.
“Kamu pesan apa, sayang?” tanya Natasha sembari memperhatikan sebuah boks kardus berukuran besar yang sedang dibopong oleh Kamil.
“Ini untukmu, tapi kamu belum boleh tahu apa isinya,” jawab Kamil dengan senyumnya yang manis. Dia lalu meletakkan boks tersebut ke atas meja makan.
Natasha terdiam sejenak untuk berpikir. “Hmm … Pasti isinya tas?” terkanya.
“Bukan.”
“Peralatan makeup?”
Kamil menggeleng.
“Baju?” tebak Natasha lagi.
“Tebakanmu nyaris saja benar,” ucap Kamil. “Tapi sayangnya isi paket ini bukan cuma pakaian.”
“Boleh kubuka sekarang?” pinta Natasha seraya meletakkan tangan kanannya di atas boks tersebut.
“Jangan,” larang Kamil. “Kita buka bersama nanti malam, oke?”
Natasha hanya tersenyum seraya mengangguk. Dia lalu melanjutkan sesi masaknya yang sempat tertunda sejenak. Kamil beranjak mendekatinya lalu memeluk tubuhnya dari belakang. “Karena hari ini aku sedang tidak ada kerjaan …,” gumamnya di dekat telinga Natasha. Diremasnya satu gundukan ranum milik Natasha. “… jadi aku boleh ‘kan membantumu memasak?” pintanya.
“Kamu mau membantuku masak atau mengajakku berciinta di dapur?” canda Natasha.
“Bagaimana kalau dua-duanya?” rayu Kamil.
Natasha tak merespon lagi. Dia hanya terdiam sambil menatapi sebongkah bawang bombay dan sebilah pisau yang tergeletak di atas talenan.
Kamil lanjut bertanya, “Apa obatnya berhasil?”
“Sejujurnya tidak,” jawab Natasha separo bergumam. Dia mengoreksi jawabannya selang beberapa detik kemudian, “Eh, maksudku, belum. Mungkin saja obatnya belum bereaksi.”
Dibaliknya tubuh Natasha dengan pelan agar berdiri saling berhadapan dengan dirinya. “Apa perlu kita konsultasi ke dokter lain? Atau ke seksolog mungkin?” ajak Kamil. Raut khawatir tergambar jelas di wajahnya yang rupawan.
“Tidak usah, sayang. Kita tunggu saja, siapa tahu obatnya akan bereaksi malam ini,” kata Anastasia dengan senyum tipisnya. “Ayo, katanya kamu mau membantuku?”
Kamil menghadiahi bibir istrinya dengan sebuah kecupan sebelum akhirnya lanjut membantunya memasak.
Malamnya, tepat sebelum Kamil membukakan isi paket itu untuknya, terlebih dulu Natasha membaca siapa pengirim paket tersebut. Isi paketnya memang sengaja tak ditulis guna menjaga privasi. Tapi alamat pengirimnya tertera dengan jelas.
“Kiriman dari toko Amour et Miel?” tutur Natasha. Dia tersenyum. “Sepertinya aku tahu apa isinya,” imbuhnya.
Bukan cuma satu set lingerie berbahan satin warna biru muda, tetapi Kamil juga membelikan Natasha dua buah ‘alat getar’ baru serta satu set kartu permainan Truth or Dare yang dibuat khusus untuk dimainkan oleh pasangan suami-istri. Setelahnya, Kamil langsung meminta Natasha untuk mencoba lingerie tersebut. Ternyata ukurannya sangat pas dan cocok dipakai oleh Natasha yang lekuk tubuhnya menyerupai jam pasir itu.
“Kamu sangat cantik, sayang,” puji Kamil. Dia memperhatikan Natasha dengan sorot kagum sambil meletakkan kedua tangannya di pinggang Natasha yang ramping. “Aku bahagia bisa menjadikanmu sebagai istriku.”
Diciumnya bibir Kamil selama lima detik. “Terima kasih untuk hadiahnya, sayang,” ujar Natasha. Dia lalu melayangkan pandangannya pada dua buah ‘alat getar’ yang dibelikan suaminya untuknya. Yang satu berbentuk seperti huruf ‘U’ warna ungu tua, sementara yang lain bentuknya sangat unik. Mirip seperti sebuah telur. “Bentuknya lucu sekali,” komentarnya sembari tersenyum. “Ini vibrator?”
“Ya. Fungsinya sebagai stimulasi oral. Bisa digunakan di klit0ris atau puncak payudaramu,” jawab Kamil. Dia menunjukkan senyumnya yang nakal. “Jadi benda ini bisa membuatmu merasa seakan-akan aku sedang menjilati milikmu,” timpalnya mesra.
“Kalau yang ini?” tanya Natasha seraya mengambil sekotak kartu bergambar sebuah hati warna merah muda. “Kartu remi?” terkanya.
“Bukan,” jawab Kamil. “Ini kartu permainan Truth or Dare. Mau coba?” ajaknya.
Natasha mengangguk. “Boleh,” jawabnya.
Keduanya lalu menghabiskan waktunya untuk bermain permainan Truth or Dare di atas ranjang. Natasha-lah orang pertama yang mengambil giliran. Dia memilih kartu ‘truth’, dan Kamil yang membacakan isi kartunya untuknya.
“Apa kamu mencintaiku?” tanya Kamil. Padahal tulisan asli yang tertera di kartunya adalah ‘Apakah pengalaman s*x pertamamu rasanya menyenangkan?’.
Sungguh pertanyaan yang konyol, pikir Natasha. “Itu pertanyaan yang harusnya tidak usah kamu tanyakan,” ucapnya.
“Jadi jawabannya ya atau tidak?” tanya Kamil seraya menaikkan satu alisnya.
“Tentu saja ya, sayang,” jawab Natasha.
Kamil tersenyum lebar. “Sebenarnya bukan itu yang harusnya kutanyakan padamu,” akunya. Diperlihatkannya kartunya pada Natasha. “Aku sedang mengetesmu,” timpalnya.
Dicubitnya ujung hidung Kamil yang mancung itu dengan gemas. “Dasar iseng,” tutur Natasha.
Usai menghabiskan waktunya sebentar untuk bermain permainan Truth or Dare yang beberapa pertanyaannya terlampau vulgar itu, Kamil dan Natasha lalu melanjutkan petualangan liarnya dengan mencoba ‘alat getar’ tersebut. Tetapi berbeda dengan sebelum-sebelumnya, hari ini ‘mainan dewasa’ itu tak berhasil menjalankan fungsinya untuk membantu Anastasia mencapai puncak kenikmatan orgasmenya.
Natasha yang merasa gelisah akhirnya meminta agar milik Kamil saja yang ‘memasukinya’. Pikirnya, siapa tahu obat dari sang dokter menunjukkan tanda-tanda kemanjurannya hari ini. Ditambah lagi, Natasha ingin memuaskan suaminya. Batang berurat milik Kamil sudah berdiri dengan tegak semenjak dia menontoni Natasha mencoba ‘alat getar’ barunya di hadapannya.
Namun harapan tinggallah kenangan. Sama seperti ‘mainan dewasa’-nya, milik Kamil yang besar dan perkasa itupun bahkan tak mampu memuaskan hasrat Natasha malam ini. Tapi demi menjaga hati dan perasaan suaminya, Natasha tetap ‘melayani’ Kamil sebagaimana mestinya.
Tubuh berotot Kamil nampak mengkilap akibat peluh. Dia menindih tubuh Natasha ke atas ranjang sambil menghujamkan miliknya, yang dibungkus dengan ‘alat pengaman’ itu, dengan tempo cepat. Erangan kenikmatannya lolos tepat disaat dirinya mencapai puncak kenikmatannya. Kewanitaann Natasha yang hangat dan menjepit miliknya dengan kuat itu tak pernah gagal membuatnya 0rgasme.
“f**k,” erang Kamil.
Sementara Natasha, dengan sangat berat hati dia terpaksa harus memalsukan orgasmenya. “Ahh … Ahhh!” desahnya seolah-olah Kamil berhasil membuatnya mencapai puncak percintaannya.
Dan Kamil, yang tak mengetahui apa yang sebenarnya sedang terjadi itu, langsung tersenyum dengan puas. “Aku kira obat dari dokter tidak akan membuahkan hasil,” ucapnya. Dia tumbang di samping Natasha. “Ternyata dugaanku salah.”
Natasha hanya tersenyum. Namun senyumnya itu begitu sarat akan kesedihan. Dia bukan cuma sudah membohongi dirinya sendiri, tetapi juga suaminya.
Kamil lalu beranjak meraih sebuah selimut dan menggunakannya untuk menutupi tubuh polosnya serta tubuh polos Natasha—sekaligus untuk melindunginya dari hawa dingin malam yang menusuk. Keduanya lalu berbaring saling berhadap-hadapan tanpa berkata apapun. Nafasnya yang tadi sempat terengah-engah akibat aktifitas ranjangnya kini lambat laun mulai berubah jadi normal kembali.
“Sayang …,” panggil Natasha yang sudah dikerubungi oleh kantuk. Matanya nampak sayu. “Apa yang akan kamu perbuat seandainya suatu hari nanti kita harus berpisah?” tanyanya.
“Entahlah, sayang,” jawab Kamil seraya menyelipkan beberapa helai rambut Natasha ke belakang telinganya. “Yang pasti aku akan sangat merasa kehilanganmu.”
Natasha tak bergeming lagi. Dia dan Kamil berkelana ke alam mimpinya setelah itu.
Kira-kira pukul setengah lima pagi, Kamil terpaksa bangun lebih awal karena harus menyelesaikan kebutuhan biologisnya. Matanya malah jadi segar selepas bertandang dari kamar mandi. Dia tidak bisa terlelap lagi. Dan karena sudah tidak ngantuk, jadi sekalian saja sisa waktu yang ada digunakan untuk mengurus pekerjaan, pikirnya. Sebelum keluar dari kamar tidurnya, tak lupa dia mendaratkan bibirnya ke dahi dan bibir Natasha, yang masih nyenyak dalam tidurnya, lalu menaikkan selimutnya sampai batas dadaa agar Natasha tak kedinginan.
Dia lalu meminjam macbook Natasha dikarenakan miliknya masih diservis. Kebetulan sekali ada sebuah e-mail dari seorang fotografer yang dia ajak kerjasama untuk keperluan kafenya, yang belum sempat dia cek sampai sekarang. Dibukanya macbook itu di ruang tamu kelar membuat secangkir kopi untuk dirinya sendiri. Betapa terkejutnya dia saat mendapati ada sebuah amplop putih yang diselipkan Natasha di macbook-nya. Sepertinya dia lupa mengambil amplop tersebut. Atau jangan-jangan, dia memang sengaja menyembunyikannya di sana?
Dibukanya amplop putih tanpa nama, tanpa alamat dan tanpa perangko itu dengan rasa penasaran tingkat tinggi. Dahi mulus Kamil seketika mengernyit. Jantungnya secara otomatis berpacu lebih kencang dari sebelumnya. Ternyata isinya adalah beberapa lembar surat cerai. Mungkinkah Natasha sedang berusaha untuk menggugat cerai dirinya?
*****
Siang itu, Gedung Enigma Softwares begitu ramai dikunjungi orang. Beberapa mobil alphard dan limousine datang silih berganti. Raksasa bisnis buatan Berend Mahveen itu sedang kedatangan beberapa orang tamu khusus asal Austria dan Jerman. Karena kondisinya sedang tidak fit dan tak memungkinkan untuk menghadiri pertemuan bisnis penting itu, maka Berend memerintahkan putra sekaligus pewaris perusahaannya, Adrian, untuk menggantikannya dalam pertemuan tersebut.
Hitung-hitung sekalian untuk memperkenalkan dan mempromosikan Adrian sebagai calon CEO baru Enigma Softwares pada khalayak umum.
Adrian menyapa seluruh tamu undangannya dengan ramah. Tak sedikit yang menyambut kedatangannya dengan pandangan takjub. Apalagi kaum hawa. Bahkan istri salah satu petinggi perusahaan asal Austria itu saja tak bisa memalingkan pandangannya dari paras serta perawakannya yang nyaris sempurna.
Kalau laki-laki cemburu dengan kesuksesan dan harta yang dimiliki Adrian di usianya yang masih muda, maka lain halnya dengan perempuan. Pikiran mereka jadi dibuat terbang ke awang-awang, penasaran dengan apa yang ada di balik setelan serta celana panjang hitam yang sedang dikenakan Adrian untuk menutupi otot-otot tubuhnya yang sexy.
Pertemuan bisnis itu berlangsung dengan sukses. Adrian mempresentasikan semuanya dengan baik dan lancar. Ayahnya pasti bangga dengan dirinya. Namun siapa sangka kalau suasana damai dan tentram itu tidak bertahan lama. Tepat setelah Adrian menyelesaikan presentasinya, salah satu dari sekian banyak perempuan yang telah dikencaninya itu datang tanpa diundang.
Namanya Paula. Tepatnya sebulan yang lalu, dia mengakhiri hubungannya dengan Adrian. Dia merasa tak sanggup memenuhi semua keinginan Adrian dan menerima ketertarikan seksualnya yang unik. Tapi kini, dia mengubah jalan pikirannya. Dia ingin memiliki hati konglomerat muda itu kembali. Tak peduli walaupun sudah berulang kali Adrian menolak permintaannya untuk balikan.
Paula menerobos masuk ke ruang auditorium dan langsung memanggil Adrian dengan suaranya yang kencang dan agak melengking, membuat mata setiap orang seketika tertuju padanya. “Adrian!!”
Adrian menoleh dengan terkejut. ‘f**k,’ benaknya. Dia merasa geram sekaligus malu.
Dalam hati, Adrian juga mengutuki sistem keamanan gedung kantornya yang kurang awas. Para security dan resepsionis yang bertugas melakukan reservasi itu pasti kewalahan karena harus ikut menyambut tamu-tamu undangan yang terlampau banyak. Dan celah itu dimanfaatkan oleh Paula untuk diam-diam menyelinap masuk bak seorang maling.
Apalagi penampilan Paula terlihat begitu mengecoh. Dia berpakaian rapih ala wanita korporat, membuat siapapun mengira kalau dirinya juga salah satu pekerja Enigma Softwares. Hanya saja bahan blouse-nya itu terlalu ketat dan panjang rok spannya itu terlampau pendek. Dia sengaja mengenakan pakaian semenggairahkan itu guna menggaet birahi mantan kekasihnya.
Paula lalu separo berlari menghampiri Adrian, yang berdiri terpaku di dekat layar proyektor. “Sayang … Kumohon, kembalilah padaku. Aku masih mencintaimu,” pintanya bak seorang tunawisma yang sedang merengek minta makan. “Aku rela melakukan apapun demi bisa bersama-sama denganmu lagi, sayang.”
“Aku sudah tak menginginkan kehadiranmu,” tolak Adrian mentah-mentah. Sebisa mungkin dia meredam emosinya dan tidak membentak Paula di hadapan umum. Bukan karena dia iba pada Paula, tapi dia harus menjaga nama baik dirinya maupun perusahaannya. “Bukankah aku sudah bilang padamu kalau aku sudah tidak menginginkanmu?”
Namun Paula masih enggan menyerah. Dia lalu menyodorkan sebuah borgol yang sedaritadi dibawa-bawanya itu pada Adrian. Beberapa orang yang melihat borgol itu langsung senyum-senyum sendiri. Tak sangka kalau ternyata Adrian cukup liar di atas ranjang. Terutama setelah mereka mendengar apa yang dikatakan Paula pada Adrian.
“Ini. Kau suka melihatku dandan jadi seorang sekretaris yang tugasnya memuaskan nafsu boss-nya, bukan?” ujar Paula dengan tatapannya yang menggoda. “Borgol aku, sayang. Jebloskan aku ke dalam penjara cintamu,” timpalnya.
Adrian malah jadi tambah murka. “Tolong panggil security dan usir wanita ini sekarang juga,” perintahnya pada salah seorang tangan kanannya, Latief. “Jangan biarkan dia memasuki wilayah kantor lagi.”
“Baik, boss,” sahut Latief.
Paula meronta-ronta layaknya orang yang akan dihukum pancung saat Latief mengajaknya pergi dari ruang auditorium itu. “Sayang!” panggilnya pada Adrian. Dan entah tenaga dari mana, dengan kasar dia mampu melepas rengkuhan tangan Latief. “Aku sedang mengandung anakmu, Adrian!” katanya separo berteriak.
♥♥TO BE CONTINUED♥♥