Kebodohan Raina Keberuntungan Satya

1080 Words
"Maaf, aku baru bangun tidur." Raina membuka pintu dengan rambutnya yang kusut dan sedikit berantakan. Pria pengantar paket itu segera menegakkan badan dan memberikan paket yang belum sempat mencium lantai. "Paket anda," ucapnya seraya setengah memalingkan muka. Ia tidak ingin matanya kembali menimbun dosa dengan melihat pemandangan di depan matanya. Kenapa? Tak lain karena kaki jenjang Raina yang terekspose sempurna karena hanya memakai celana sebatas paha. Dan kaos kebesaran yang justru membuatnya terlihat menggoda. "Terimakasih," ucap Raina seraya membubuhkan tanda tangannya sebagai bukti serah terima. Pria pengantar paket itu segera berbalik dan melangkah. Ia melirik Raina yang telah menutup pintu lewat ekor mata dan mendesah berat. Menutup wajahnya dengan sebelah tangan guna menutupi rasa frustasi yang bergejolak. "s**t," umpatnya. Satya Abraham, nama pria pengantar paket itu. Ia segera menuruni anak tangga menuju motornya yang terparkir di luar. Pria berusia 26 tahun itu berusaha menghilangkan bayang-bayang Raina. Sebenci apapun ia pada wanita, namun ia tetaplah pria normal, dan pemandangan yang baru saja ia saksikan mampu membuatnya frustasi. Drt … drt … Getar ponselnya membuatnya menghentikan langkah. Merogoh saku celananya, ia segera mengangkat panggilan. ["Kenapa masih ada paket disini? Seharusnya kau mengantar semuanya hari ini."] Suara di seberang sana membuatnya segera menjauhkan ponselnya. Bahkan ia segera mematikan sambungan telepon dari bosnya sendiri. Memasukkan kembali ponsel ke dalam saku celananya dan melanjutkan tugasnya sebagai pengantar paket yang berkeliling kota setiap harinya. *** Lagi, kenapa ia harus kembali kesini, lagi? Saat ini ia kembali berdiri di depan pintu bercat coklat. Ia kembali mengetuk pintu untuk kesekian kalinya, dan sama seperti sebelumnya, pintu ini tak segera terbuka. Waktunya tidak banyak, ia harus mengantar banyak paket hari ini. Menghela nafas berat, ia meletakkan paket berukuran cukup besar itu di depan pintu. Persetan dengan tanda serah terima, yang penting paket telah ia antar dengan selamat. Lagipula wanita itu pasti tahu siapa pengirim paket ini. Cklek … Dan untuk kesekian kalinya pula, pintu itu terbuka kala ia telah menyerah. "Maaf ya, selalu membuatmu menunggu," ucap Raina dengan sedikit rasa bersalah. "Hm." Hanya gumaman tak jelas yang terlontar dari mulut Satya. Berbeda dari hari kemarin saat ia mengantar paket, pakaian Raina kini lebih sopan. "Aku baru saja pulang dari kuliah dan sangat lelah," jelas Raina dengan membubuhkan tanda tangannya seperti sebelum-sebelumnya. "Pantas saja," batin Satya. Ia segera menerima kembali tanda bukti serah terima dan melenggang pergi tanpa mengatakan apapun. Raina yang melihatnya hanya mampu bertanya-tanya, "Apa ada yang salah?" batinnya. Memilih tak memikirkannya, ia segera membawa paket yang lagi-lagi dikirim dari kekasihnya masuk ke dalam apartemennya. Getar ponsel dalam saku celananya membuatnya segera mengangkat panggilan setelah meletakkan kotak paket itu ke atas meja. ["Sudah terima hadiahnya?"] "Iya, baru saja sampai," jawab Raina dengan mengukir senyumnya. Dapat mendengar suara kekasihnya saja sudah membuatnya terus menyunggingkan senyum bahagia. ["Apa kau menyukainya?" "Aku belum membukanya. Kenapa kau selalu mengirimiku paket?" Raina mencoba membuka kotak paket itu dan berhenti kala mendengar jawaban Beryl. ["Sebagai permohonan maaf karena aku sangat sibuk."] Raina terdiam, ia menunduk dengan menggigit bibir bawahnya kuat. "Pekerjaan? Atau …." tanyanya dengan hati-hati. Meski rela menjadi yang kedua, tetap saja ia sama seperti wanita lainnya, yakni memiliki rasa cemburu jua. ["Tentu saja pekerjaan, Rain. Saat pekerjaanku ini selesai, aku akan menemuimu."] "Kapan hari itu? Kau selalu mengatakannya tapi sampai sekarang kita tidak bisa bertemu. Aku … merindukanmu," suara Raina perlahan menghilang di akhir kalimat namun Beryl masih dapat mendengarnya. ["Begitu juga aku."] Jawaban Beryl membuat kurva lengkung terukir di bibir manis Raina. Ia tidak tahu kenapa, bahkan hanya dengan mendengar kata manis sederhana itu mampu membuatnya bahagia. Percakapan mereka berlanjut dengan Raina yang menceritakan hari-harinya dan Beryl yang mendengarkan. Sementara di tempat Beryl sendiri, ia tengah menatap keluar jendela besar ruangannya. Sudah saatnya pulang tapi ia memilih di kantor sedikit lebih lama. Panggilan lain masuk disela panggilannya dengan Raina. Ia melihat nama yang tertera pada layar dan memilih mengabaikannya. Setelah ini mungkin ia akan lebih sibuk dan tak ingin melewatkan waktunya bersama Raina walau hanya lewat suara. *** Lagi dan lagi, Satya harus mengantar paket ke apartemen Raina. Ia sedikit jengah kala telah berada di depan pintu, ia pasti harus menunggu. Tok … tok … Cklek … Satya terkejut, ini kali pertama ia mengetuk pintu dan Raina membukanya dengan segera. Dan hal yang lebih membuatnya terkejut adalah pakaiannya yang benar-benar menggoda syahwat. Satya segera memalingkan muka dan mengulurkan paket dari tangannya, ia tidak ingin mengotori penglihatannya dan membuatnya terbayang-bayang. Raut keceriaan yang terpancar dari Raina luntur seketika saat melihat siapa yang berdiri di depannya. Lagi-lagi pria pengantar paket, bukan pria yang ia tunggu-tunggu dan ia harapkan. Mengabaikan paket yang masih di udara, ia memilih menghubungi seseorang. Satya yang melihatnya hanya diam. Ia dapat melihat raut keceriaan dari wajah Raina saat membuka pintu, dan dengan cepat terganti kala melihatnya. ["Halo? Siapa?"] Deg … Raina terkejut, suara seorang wanita. Itu artinya, ini adalah suara istri Beryl. ["Maaf, suamiku masih tidur. Apa ada yang bisa kubantu?"] Raina masih diam, suaranya seakan tercekat di tenggorokan. ["Maaf, suamiku sepertinya terlalu lelah. Kami baru tidur pagi tadi."] Hati Raina seakan tertusuk belati, ia tidak bodoh. Dan ia merasa, seakan istri Beryl sengaja mengatakan ini. Genggaman tangan pada ponselnya menguat dengan ia yang menggigit bibir bawahnya kuat. Ia telah menunggu Beryl semalaman, dan apa yang ia dapat? Bugh…. Ia membuang ponselnya ke sembarang arah dengan menahan emosinya. Satya yang melihatnya hanya mengernyitkan alis penuh tanya. Ia yang berusaha memalingkan muka terpaksa menatap Raina yang kini menatapnya dengan pandangan sulit diartikan. Namun ia dapat melihat kilatan emosi lewat mata wanita itu. Dan detik berikutnya, mata Satya melebar sempurna kala Raina menariknya ke dalam apartemennya. Menyeretnya dan mendudukkannya di sofa hingga paket yang tak diketahui isinya itu jatuh ke lantai. "Apa yang kau lakukan!" bentak Satya tak terima. Namun Raina sama sekali tak bergeming, ia justru duduk dipangkuan Satya. Menarik kaos pria itu hingga bibir mereka bertemu. "Ini gila, apa wanita ini gila?" batin Satya. Ia segera mendorong Raina namun tangan Raina mencengkram bajunya kuat dan terus berusaha menciumnya. Satya benar, mungkin Raina memang sudah gila. Bahkan apa yang dilakukan Raina setelahnya membuktikan bahwa ia memang gila. Gila karena cintanya hingga menjadikannya gadis paling bodoh sedunia. Satya hanya pria biasa, dan pria normal pula. Apa yang dilakukan Raina berhasil menjebol dinding pertahanannya. Persetan dengan apa yang terjadi setelah ini, wanita itu yang memaksanya dan ia adalah pria bodoh jika menolak keberuntungan ini. Namun sebuah kenyataan membuatnya mencelos seketika. Ada rasa bersalah, terkejut, dan rasa bangga saat ia telah mendapatkannya. Namun semuanya tak dapat ia hentikan sebelum ia merasakannya untuk pertama kalinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD