Abimana menghentikan mobil di ujung jalan. Ia mematikan mesin, namun tidak membuka sabuk pengaman. Ia hanya duduk diam. Tangannya masih menggenggam kemudi, namun kepalanya menoleh ke arah Tiara. Tatapan itu menusuk. “Kamu tahu saya bisa saja menghukum kamu sekarang juga di tempat ini?” Suara itu dalam. Tidak tinggi, tapi mengguncang seperti gemuruh sebelum badai. Tiara membeku. “Mas... aku... aku benar-benar takut kehilangan kamu.” Abimana mendekatkan wajahnya. Kini jarak mereka tinggal beberapa inci. “Kalau kamu takut kehilangan saya, jangan pernah ulangi tindakan barusan.” Tiara mengangguk kecil. “Aku janji.” Abimana tidak bergeming. Tatapannya masih menusuk, tapi ada sesuatu yang berubah. Ketegangannya bergeser menjadi sesuatu yang lain. Lebih dalam. Lebih pribadi. Tangannya ter

