Chapter 2

1038 Words
Lidia turun dari bus. Ia berjalan menyuju bagasi bus dan menurunkan tas besar yang ia bawa. Namun secara tiba-tiba Alex datang dan membantu Lidia membawa barangnya turun. Walaupun gadis itu sudah menolak, namun Alex tetap bersikeras ingin membantu. Dan semua itu semakin membuat Lidia tak enak hati dengan Ririn. Mendengar dari penjelasan Arya tadi, Ririn menyukai Alex. Dan ia tak mau menjadi perusak. Lagian ini tak bisa disebut perusak karena dirinya tak menyukai Alex sedikitpun. "Thank's.. Bantuin Ririn juga sana. Dia kesusahan.." ucap Lidia. Alex menatap Ririn yang memang sedang kesusahan menarik kopernya keluar. Alex berjalan mendekati gadis tersebut dan menarik tas besar Ririn keluar. Setelahnya Alex langsung beranjak dari sana. Lidia bisa melihat dengan raut wajah Ririn yang langsung tersipu malu dan memerah. Ia juga melihat Ririn mengibas-ngibaskan tangannya pada wajah karena rasa malu yang gadis itu rasakan. "Aku benar kan?" Lidia terlonjak kaget saat mendengar suara seseorang muncul secara tiba-tiba di belakangnya. "Kau mengagetkanku!!" teriak Lidia tanpa sadar, membuat teman-temannya menatapnya aneh. "Kenapa Lid?" tanya pak Tristan. "Siapa yang ngagetin kamu?" "Eh, ng..nggak pak.. Ini ada kodok tadi tiba-tiba loncat dan nemplok di kaki Saya.." jawab Lidia sekenanya. Jawaban tersebut langsung membuat Arya tertawa. "Seganteng ini dibilang kodok.." sungut Arya yang seketika mendapatkan tatapan tajam dari Lidia. Arya mengangkat tangannya sambil tersenyum lebar, "Sorry.." ucapnya lalu mundur dari hadapan Lidia. Gadis itu kembali melanjutkan pekerjaannya. Ia merasa pertemuannya dengan Arya hari ini sungguh membuatnya gila. Arya selalu muncul di saat tak tepat. Lebih parahnya lagi, Arya sering muncul di saat ia sedang berdiam diri yang membuatnya langsung terkejut. "Kenapa tadi teriak? Diganggu lagi?" Lea, teman dekat Lidia di kelasnya muncul di sebelah kanannya. Lidia langsung menatap temannya tersebut, dan mengangguk. Lea ikut mengangguk saat ia mengerti kenapa Lidia tadi berteriak. "Gue boleh nanya nggak? Sebenarnya ini pertanyaan udah gue simpan dari dulu.." Lidia kembali menatap Lea lalu kembali menatap ke depan, "Silahkan.." jawabnya. "Lo takut nggak sih? Apalagi gue pernah lihat di film 'Mereka Yang Tak Terlihat', anak indigo itu bisa melihat mereka semua bahkan sampai yang paling seram." Lidia menghela nafas berat. Sebenarnya pertanyaan ini yang paling ia hindari dari orang-orang. Pasalnya jawab ia nanti akan menjadi candaan bagi 'makhluk' tersebut. Ia jawan tidak takut, 'mereka' kan berdatangan memunculkan diri, jika ia katakan ia takut, 'mereka' juga memunculkan diri untuk mengatakan jika 'mereka' tak menakutkan. Karena itu ia serba salah. "Sebenarnya gue bingung harus jawab apaan." jawan Lidia. "Kenapa bingung?" Lidia mengangkat bahunya bingung, "Kadang setiap jawaban yang gue keluarin, akan dimanfaatkan oleh 'mereka' itu." Lea mengerutkan keningnya bingung. "Maksud lo?" Lidia tak menjawab, ia hanya tersenyum lalu berjalan lebih dulu menarik barang bawaannya meninggalkan Lea. Sesampainya di lokasi pendirian tenda, Lidia meletakkan tasnya di sandaran pohon. Ia lalu berlari menuju teman-temannya yang akan bersiap-siap. "Sorry gue telat.." ucap Lidia. "Santai aja Lid. Kita juga baru siap-siap kok.." Lidia mengangguk, ia melirik ke sekeliling. Ia tak menemukan Arya sama sekali. Kemana dia? Tanya Lidia dalam hatinya. Dan untuk kesekian kalinya, Lidia dibuat terkejut saat Arya tiba-tiba muncul di depannya. "Nyariin aku?" itu yang Arya ucapkan padanya. Dan untuk kesekian kalinya juga, pak Tristan menanyainnya apakah dirinya baik-baik saja. ***** Tugas matahari sudah digantikan oleh bulan. Suara jangkrik seolah menjadi nyanyian saat ini. Bisa dikatakan suasana malam itu begitu sangat romantis. Namun tentu saja mereka yang ada di lokasi harus jaga sikap. Pasalnya saat ini mereka berada di tengah hutan, bukan di puncak. Api unggun sudah dinyalakan. Sebagai penghangat tubuh dikala sunyinya malam. Tak terlalu banyak siswa yang memanfaatkan api unggun untuk menghangatkan tubuhnya. Mereka justru memilih duduk-duduk di kursi lipat yang sudah disediakan hanya sekedar bersantai. Ada yang bermain ponsel, ada juga yang bernyanyi diikuti alunan gitar yang dimainkan. Suara petikan gitar tersebut berasal dari geng Alex. Alex kini sedang memantik dawai gitar dan teman-temannya bernyayi. Kumpulan anak muda tersebut dilirik banyak siswi, khususnya Lidia. Namun untuk Lidia, Gadis itu bukan melirik Alex, melainkan melirik cowok dengan kemeja kotak-kotaknya tengah duduk di sebelah Alex ,memperhatikan Alex bermain gitar. Jika ia lihat, tampilan Arya sungguh berbeda dari 'mereka' yang selama ini ia lihat. Kebanyakan yang ia lihat yaitu kondisi 'mereka' saat menutup usia. Ada yang tubugnya tak utuh lagi, ada yang wajahnya tak sempurna lagi dan banyak lainnya. Namun untuk Arya, ia melihat Arya sangatlah sempurna. Kulit putih namun tidak pucat. Wajah bersih tanpa bekas sedikitpun. Tubuh Arya juga sempurna. Seperti laki-laki yang hobby berolah raga. Jika Lidia perhatikan, Arya seperti 'mereka' yang belum meninggal. Arya terlihat seperti manusia sempurna. Asik memandangi Arya, Lidia dibuat terkejut karena cowok tersebut juga tiba-tiba menatap ke arahnya lalu tersenyum. Arya berdiri dari duduknya lalu berjalan menuju Lidia. Yang membuat Lidia heran satu lagi, yaitu Arya yang berjalan normal dan kakinya menapak tanah. "Terpesona denganku?" tanya Arya dengan pedenya. Lidia menatap Arya lalu mendelikkan matanya. Arya tertawa renyah, "Kenapa matamu? Kau bisa juling, hati-hatilah.." "Tebakanku benar kan? Kau terpesona.." "Kau tahu? Terlalu PeDe bisa membuat tingkat stress mu meningkat.." "Bwahahaahhaha.... Kenapa jadi stress? Lagian aku tak takut lagi jika memang harus stress.." Lidia menggelengkan kepalanya pelan sambil menatap Arya jengah. "Dasar gila.." "Mengataiku gila bisa menimbulkan satu persen rasa suka mu padaku.." "Ha? Teori gila dari mana itu?" Arya mengangkat bahunya, "Tak tahu. Hanya penelitianku saja.." jawab Arya sekenanya. Lidia berdecak, "Kau merusak suasana.." "Kau yakin? Aku perusak suasana?" Lidia terdiam. Ia tak mau menjawab. Ia pun juga tak mau melihat Arya. "Sepertinya kau tak punya teman.." Arya kembali bersuara. "Jangan sok tahu.." "Aku bukan sok tahu, kenyataannya memang seperti itu. Teman-temanmu semuanya berkumpul, sedangkan kau berdiam sendiri di sini." "Aku tak suka seperti itu.." "Kenapa?" Lidia mengangkat bahunya, "Aku lebih suka sendirian.." "Dengan dunia mu?" Lidia mengangguk. "Cih! Alasan klise. Kau pasti sulit berteman bukan?" "Jangan sok tahu.." "Aku bukan sok tahu..aku memahami sifat orang sepertimu.." "Kenapa? Apa karena kau hantu?" Kali ini Arya terdiam. Kata "hantu" yang Lidia panggilkan untuknya membuatnya langsung diam. Kediaman Arya, diperhatikan oleh gadis tersebut. Ia seperti baru saja kepergok berbuat salah. Tapi melihat dari raut wajah Arya, sepertinya benar ia baru saja melakukan kesalahan. Lidia menatap Arya yang diam di tempatnya, "kau kenapa diam?" Arya tak menjawab, ia justru menatap Lidia dengan tatapan bingung. *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD