Chapter 3

1167 Words
jika kalian suka ceritanya, jangan lupa klik lambang Love bagi yang belum klik ya.. ^^. yang udah klik, terima kasih banyak.. ^^ ^°^°^°^°^° Priiiiiiit!!! "Bangun semuanya banguuuunnn...!!!" Priiiiiittt!! Suara peluit yang amat sangat keras terdengar pagi ini Tepat jam lima subuh. Peluit itu diperuntukkan bagi mereka yang susah bangun pagi. Namun bagi yang biasa bangun subuh, mereka sudah sibuk beraktivitas. Dan banyak diantara mereka tengah bersiap melaksanakan sholat subuh. Bagi yang tak sholat, mereka memilih membuat minuman hangat ditengah dinginnya udara pagi di tengah hutan tersebut. Tak terkecuali Arya. Pria itu berdiri di sebelah pohon yang ada di dekat tenda milik Lidia. Memperhatikan tenda tersebut. Dua dari tiga penghuni tenda sudah keluar dari tadi dan masih menyisakan satu orang yang belum muncul. Arya masih betah memperhatikan resleting tenda tersebut, berharap satu penghuni di dalamnya akan keluar. Namun cukup lama ia menunggu, yang ia harapkan tak kunjung keluar membuatnya seketika geleng-geleng kepala. Ia langsung bisa menebak jika Lidia tipe gadis pemalas. Arya berjalan mendekati tenda Lidia. Ia hendak mengambil nafas panjang untuk bekal dirinya berteriak, namun Lidia berhasil membuatnya terkejut sampai terjungkal karena gadis itu keluar secara tiba-tiba. "Waaahh.. Kau sungguh menakjubkan.." ucap Arya namun sambil bertepuk tangan namun dengan maksud mengejek. Lidia sadar dengan ejekan Arya, namun ia tak terlalu peduli. Pasalnya memang beginilah dirinya. Ia juga sedang datang bulan. Jadi tak perlu terburu-buru karena ia juga cuti beribadah. "Kau kurang kerjaan.." balas Lidia. Arya berdiri lalu melipat tangannya di d**a. Ia memperhatikan Lidia yang kini tengah mengikat habis rambutnya. Tak ada make up sedikitpun terpoles di wajah Lidia. Arya seketika memperhatikan teman-teman Lidia. Dan sebagian mereka ada yang sedang memoles diri. Namun bagi Arya itu hal biasa. Tapi yang tak biasa adalah, Arya yang saat ini melihat Lidia tengah menyantap satu bungkus roti tanpa Bismillah. "Kau..." Arya menghentikan ucapannya. Lidia memperhatikan itu, "Apa?" tanya Lidia Sedikit ketus. "Kau sungguh membuatku geleng-geleng kepala.." "Ya sudah. Kalau begitu, geleng-geleng aja terus.." Arya memperhatikan Lidia dari atas sampai bawah. Tak ada anggunnya sama sekali. "Gadis jorok!" setelah mengatai Lidia ,Arya berjalan menjauhi gadis tersebut. "Aku tak jorok.." ucap Lidia namun tak dihiraukan oleh Arya. "Dasar pria sok bersih.." "Aku mendengarnya Gadis jorok!" teriak Arya dari kejauhan. "Tapi aku tak jorok.." "Lalu apa itu? Kau makan dengan keadaan belum mencuci muka dan gosok gigi?" Lidia menatap Arya yang kembali mendekatinya, "memangnya kenapa? Aku makan kan pakai mulut sendiri. Jigong juga jigong aku, kenapa kau yang sewot..." jawab Lidia membela diri. "Ya Tuhan, aku menghindari gadis sepertimu.." "Ya sudah jangan diurus..." Lidia berdecak kesal. Ia seketika kehilangan nafsu makannya. Lidia melirik teman-temannya yang sudah bersih dengan polesan bedak dan sedikit liptin. Ia memperhatikan pakaiannya. Ucapan Arya benar. Tapi apa salahnya ia berpenampilan seperti ini? Toh ia sedang berkemah. Tak akan ada laki-laki yang ia goda di sini. Lidia mencoba untuk tak ambil pusing sekarang. Ia kembali menyantap roti yang tadi sempat ia pikirkan untuk dibuang. Tak menemukan Arya lagi, Lidia pun memutuskan untuk ke sungai yang ada di dekat perkemahan mereka. Ia akan mencuci muka dan menggosok gigi di sana. Jujur, selama perjalanan menuju sungai tersebut, Lidia banyak melihat makhluk tak kasat mata. Dan rupa mereka bermacam-macam. Dan selama perjalanan menuju sungai , ada yang paling membuat Lidia terkejut, bahkan ia nyaris terpekik. Jika tak ia tahan ,mungkin akan berabe. Kalian mau tahu apa? Kita ibaratkan saja ya. Bentuknya macam guling, diikat atasnya dan warnanya putih. Duuuhh, sudah! Jangan dibayangkan lagi. "Hei.." Lidia kembali dibuat terkejut namun detik berikutnya, ia langsung bernafas lega. Pasalnya yang memukul pundaknya adalah Arya. "Arya.. Untung kau di sini.." ucap Lidia lega. Arya tersenyum, "Kenapa? Takut ya?" Lidia menggeleng, "bukan takut.." "Lalu?" "Aku takut mereka akan minta bantuan dan selalu ngintilin kemana aku pergi.." ucap Lidia dengan wajah kesal. Arya seketika tertawa. Tawa yang cukup keras. "Kau biasa seperti itu, tapi aekarang kau takut?" "Sudah kukatakan aku tak takut, hanya malas di ganggu saja.." Arya mencibir mengejek. "Kau yang memulai. Harusnya kau juga yang menyelesaikan.." "Tapi mereka memaksa. Awal mula aku membantu itu karena mereka memaksa.. Ya Tuhan, bahkan tubuh mereka saja tak utuh. Kau pikir aku gila.." ucap Lidia ketus. Arya menatap Lidia. Ia lalu menatap 'orang-orang' yang tadi Lidia bicarakan. Memang, jika dilihat oleh manusia, mereka akan sangat mengerikan. Awal dirinya menjadi arwah pun juga seperti itu. Wajah penuh hancur seperti itu sering ia lihat yang membuatnya ketakutan. Tapi lambat laun ia terbiasa. Bahkan ia mempunyai satu teman. Seorang anak kecil. Tapi semenjak ia dekat dengan Lidia, bocah itu tak muncul lagi. "Kau yakin tak mau membantu mereka?" tanya Arya lagi. Lidia menggeleng, "Tidak.." jawabnya tegas. "Nanti kalau dikejar gimana?" Lidia menghela nafas berat. Ia lalu memutar tubuhnya menghadap Arya yang tadi berdiri di belakangnya. "Lalu kau mau aku membantunya??" Lidia berteriak tanpa sadar. Mungkin karena sudah saking kesalnya. Teriakan Lidia berhasil menarik perhatian peserta yang lain. "Ada apa Lid?" Alex datang berlari menghampiri Lidia. Gadis itu menatap Alex sejenak lalu menatap Arya tajam. "Tidak. Tadi ada kumbang menyebalkan tiga ekor di sini. Dua dari mereka lagi bertengkar. Yang satu lagi jalan ke kaki aku.. Makanya aku teriak.." Alex menatap Lidia dengan tatapan super anehnya. Namun Arya justru tertawa. Tawa yang hanya akan di dengar oleh Lidia saja. Gadis itu beringsut kesal. Ia berjalan cepat menuju sungai. "Kau bisa sendiri?" tanya Alex. "Apa perlu aku temani?" tawarnya. "Tak usah. Aku bisa sendiri..." setelah menolak ,ia kembali melanjutkan perjalanannya menuju sungai. Alex memang tak mengikuti ,namun Arya tak pernah berhenti mengintili Lidia. "Sejak kapan kau bisa melihat mereka?!" Arya mulai bicara saat ia berjongkok di sebelah Lidia yang sedang mencuci muka. "Sejak lahir.." "Ha?" "Ck! Aku bisa melihat mereka sejak lahir.. Kalau tak percaya jangan bertanya!!" Lidia menjawab dengan kesal membuat Arya langsung berdecak. "Kau tahu? Hari ini kau memberiku bukti.." Lidia menghentikan aktifitasnya mengoleskan pasta gigi pada sikat gigi. Ia lalu memutar kepalanya ke kanan untuk melihat Arya, "Bukti apa?" tanya Lidia. "Bukti jika gadis yang sedang PMS itu mengerikan. Bahkan lebih mengerikan dari singa kelaparan. Kau tahu? Singa kelaparan itu dia akan memangsa satu buruan saja. Tapi jika dirimu, semua yang lewat akan kena mssalah.." Ck! Lidia berdecak kesal. Ia kembali melanjutkan kegiatan menyikat giginya dan tak terlalu menghiraukan Arya. "Kyaaaa!!" Lidia melempar sikat giginya ke dalam sungai saat tiba-tiba makluk sungai itu memunculkan diri di depannya. Lidia kaget dan terduduk. Dalam hatinya ia menyumpahi kelakuan jail para 'makhluk' itu padanya. Arya geleng-geleng kepala. Beruntung teriakan Lidia tak terlalu keras jadi tak mengundang rasa penasaran peserta yang ada di tenda. "Aku muak dengan kemampuan ini.." bisik Lidia tajam. Arya melirik gadis tersebut, "Kau dirurunkan, jadi akan susah.." "Tapi kenapa harus aku?" "Karena jika bukan kau, kita tak akan bertemu.." Lidia terdiam. Ia menatap Arya seksama. "Apa tadi?" ucap Lidia bertanya. Arya memutar tubuhnya menghadap Lidia. Ia menatap gadis itu lekat, "Jika kau tak punya kemampuan itu, kita tak akan bertemu. Aku bersyukur bisa bertemu denganmu. Karena dalam kasusku, tak semua yang bisa melihatku...dan aku bersyukur kau bisa melihatku.." *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD