Bab 3

925 Words
Happy reading. Typo koreksi ya. ___ Anggun berjalan tergesa-gesa memasuki area kafe yang berada di tengah-tengah ibu kota Jakarta. Cafe Plus namanya adalah tempat tongkrongan Anggun saat biasanya  menghabiskan hari weekend bersama kedua sahabatnya Joana dan Sella. Gadis dengan rok pendek berbahan denim itu mengendarkan pandangannya, kaos berwarna putih ketat dan pendek pun tak luput melekat di tubuh indah dan rampingnya.  Tangannya melambai keatas semangat kearah sahabatnya yang sudah lebih dulu melambaikan tangannya, senyum manisnya terukir membuat gadis itu mendapat decakan kagum karena parasnya yang mempesona kaum adam, tidak hanya itu bahkan kaum hawa pun ikut berdecak jika melihatnya. Anggun melangkah dengan santainya, ia duduk di kursi sebelah Joana dan langsung menyeruput ice chocolate milik sahabatnya itu tanpa rasa malu. "Njir ... minuman gue." gerutu Joana  mendapat kekehan geli Sella yang duduk di depan keduanya. "Sorry girls." balasnya mendapat dengusan Joana kesal yang kini menatap nanar minumannya yang kosong tidak tersisa. "Tumben lama banget kesininya?" Sella bertanya heran. "Oh, itu ... gue bantunin daddy dulu. Iya gue habis bantuin daddy tadi." balasnya tergagap dengan mimik sok meyakinkan. Keduanya menatap Anggun tidak percaya, "Ish, beneran gue habis bantuin daddy gila. Makanya telat kesini." Seloroh Anggun kesal mendapat tatapan menyebalkan keduanya. "Ya ya ya. Kita iyain aja ya Sel," cibir Joana setengah mengejek. Sella mengangguk patuh. "Kalau kita tanya bokap lo. Pasti nanti bokap jawab gini. Iya tadi Anggun bantuin Om. Bantu namatin drakor maratonannya. Gitu deh hahaha" ucap Joana menambahkan dengan tawa terbahak, tidak lupa bahkan gadis itu menirukan gaya Albert ayah sahabatnya itu ketika berbicara. Sialan. Umpat Anggun gondok dalam hati. Ketiganya menghabiskan waktu kisaran tiga jam di kafe itu. Selain mereka ingin bersantai disana, kebetulan kafe ini sebenarnya milik kakak sepupunya Sella jadi mereka boleh duduk disana hingga berjam-jam lamanya. Kini mobil Jazz berwarna pink pastel milik Anggun melaju membelah jalan raya yang sangat padat, cuacanya sangat cerah tapi akan berubah menyebalkan ketika jalan besar sudah macet. Anggun menggerutu menekan klakson kesal karena kemacetan yang di dapatnya. Ia menoleh melihat Sella yang duduk disampingnya sedang sibuk dengan ponsel gadis itu, matanya melirik ke kursi belakang Joana malah asyik tertidur lelap kepalanya bersandar pada kaca mobilnya. Gadis yang mendapat tugas menyetir hari ini pun hanya bisa mengumpat karenanya. Kesal dan panas membuatnya selalu menekan klakson kencang sampai mobil di depan dan belakangnya pun jadi ikut-ikutan menyahuti bunyi klakson mobilnya. "Sial banget sih gue hari ini, ya Tuhan ...." ucapnya dramatis. Sella yang duduk di sampingnya terkekeh mendengar ucapan gadis itu. "Dosa lo itu banyak Nyet. Makanya sial mulu." "Bangke." Anggun menggeram sebal menyahut. Sella tertawa. "Itu lagi si bocah. Enak bener dah. Udah kenyang pelor dah dia." Cibirnya melirik sinis kearah kaca spion yang memperlihatkan betapa nyenyak dan nyamannya wajah Joana yang tertidur. "Aisshh, kapan jalannya sih ini. Astaga keburu berojol gue di dalam sini." "Lo kira lo hamil bege." Anggun cemberut di kursinya. Kepalanya ia hantuk-hantukkan ke stir kemudinya gemas. "Bete. Lama banget. Ck lo aja deh yang nyetir nanti gue traktir beli baju di Mall." "Eh njir Anggun ja--." Brak. Suara benturan keras membuat Anggun mengerjapkan matanya kaget, ia menoleh kesamping dan terkejut melihat sebuah motor sudah tersungkur di atas aspal tepat di dekat pintu mobilnya yang sudah terbuka setengah. Mati gue. Pekiknya dalam hati ketakutan. Mobil di depannya sudah melaju kembali dan Anggun hanya bisa terpaku menatap sang korban dari dalam mobilnya diam tidak berkutik. Gadis itu tersadar ketika bunyi klakson memekakkan telinga menyentaknya. Wajah syoknya semakin terlihat pias saat orang-orang mulai mendatangi mobilnya dan memarahinya. "WOY MBAK TURUN DONG." "HEI, TANGGUNG JAWAB KAMU." "ASTAGA CANTIK-CANTIK KOK BAR-BAR SI NENG." Celetuk-celetukkan bernada memarahi dan membentaknya datang silih berganti. Anggun merunduk malu sekaligus takut. Bahkan warga yang ada di sekitarnua pun sampai ada yang memukul mobil Anggun keras. Brak. "Ahhhh ... maaf maaf saya minta maaf. Maaf. Daddy!." Pekik Anggun menjerit takut memanggil ayahnya, ia meremas roknya kuat-kuat. Sella sama takutnya dengan sahabatnya itu sedangkan Joana yang tengah tertidur itu pun ikut tersentak karena suara pukulan di bumper mobil sahabatnya tadi cukup kencang. "Tolong, Stop Mas." Suara lain muncul seraya menarik seorang pemuda yang berdiri di sisi pintu mobil mundur. "EH MAS SI MBAK NYA INI NYOLOTIN. BUKANNYA TURUN MINTA MAAF INI MALAH DIAM AJA DI DALAM. DASAR NGGAK SOPAN." sentak pemuda marah. "Maaf. Maaf." gumam Anggun tampaknya benar-benar ketakutan, banjir keringat dingin membasahi pelipis gadis itu. Sella dan Joana mencoba menenangkan Anggun yang terus meracau di kursinya. "Mas tolong jangan seperti ini." ucap suara itu lagi mencoba meredam kekesalan warga sekitar. Sorakkan mengejek terdengar dari warga yang mulai membubarkan diri ke sisi jalan raya. "Keluar." Suara yang sama namun kini terkesan dingin menusuk indra pendengaran gadis itu, Anggun mendongakkan kepalanya kaku dan tertegun melihat sosok yang tengah menyandarkan sebelah tangannya di pintu serta satunya lagi di atap mobilnya. Mata tajam, bibir tebalnya, garis rahang yang tegas, bulu-bulu halus yang tumbuh di sekitaran jambang sosok itu, rambutnya pun tertata rapih, wajahnya bersih dan semakin menyilaukan pandangan Anggun yang harus melihat sosok itu dari bawah teriknya sinar matahari. Di tengah ketakutannya Anggun seakan lupa caranya bernapas ketika melihat visual yang ada di depan matanya. Sosok tampan dan sempurna yang untuk pertama kalinya Anggun melihatnya secara langsung. "Ganteng." gumamnya seakan lupa dengan ketakutannya beberapa saat lalu. Hah. Alis sosok di depannya terangkat keatas bingung. "Apa?" "Om ganteng banget." "...." Sosok itu terdiam, raut datarnya kini menatap lurus kearah gadis yang sekarang sedang berbinar cerah memandangnya. Stupid. Batinnya mengejek Anggun malas. "Selesaikan." "Apanya yang di selesaikan Om?" tanya Anggun cengo. Sosok tampan itu hanya menggedikkan kepala ke tepi trotoar, Anggun yang otaknya sedang loading pun mengikuti arah pandangan pria tampan di depannya. Matanya melotot lebar, Anggun meringis ketika melihat tatapan seakan ingin mengulitinya dari warga sekitar. "Om ... tolongin Anggun." ____ Tbc>>>
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD