Wanita Tua Galak

640 Words
Aree: Wanita Tua Galak "Kamu nggak kuliah?" "Nanti siang." "Turunin kaki kamu! Ini bukan warung kopi!" Dengan nggak berperasaan si Mama memukuli kedua kaki gue yang naik ke atas meja. Gue berdecak, menahan diri supaya nggak membantah Mama dan membuat wanita tua itu lebih marah. "Anterin anak kamu sekolah sana!" Mama berkacak pinggang bak Nyonya besar. "Biar teman-teman sekolah Wangga tahu, kalau ayahnya Wangga masih hidup!" Udah bosan mampus mendengar ocehan Mama yang itu-itu mulu. Nggak berkembang sama sekali. Setiap pagi yang diobrolin soal Wangga, sekolah, dan teman-teman bocah itu yang sering mengolok Wangga nggak punya Bapak. Dih, emang pada kurang ajar mulut bocah zaman sekarang! Gue sehat, masih napas dengan baik, dibilang udah wafat! "Kamu tahu, Wangga sering diolok teman-" "Wangga nggak punya Bapak, kan?" potong gue cepat. "Ma, udahlah biarin aja. Mereka bilang begitu karena mereka nggak tahu!" "Ya itu salah kamu," tunjuk Mama ke gue. "Coba, kamu sering nganter Wangga, atau kalau pas di rumah, kamu jemput dia di TK-nya, nggak akan ada yang bilang Wangga nggak punya Bapak!" Gue menarik napas berat. Semenjak Mama tahu kalau kenakalan gue menghasilkan sebuah bocah yaitu Wangga, Mama kayak musuhin gue banget. Apa-apa yang gue lakukan salah di mata Mama. Kalian tahu? Saking sebalnya wanita itu ke gue, delapan puluh lima persen kebebasan gue direnggut paksa sama Mama. Gue nggak bisa pergi ke kelab, pergi nongkrong, apa pun alasan yang gue buat, Mama nggak akan percaya! "Skripsi kamu gimana?" tegur Mama. Ini nih, selain soal Wangga, gue lebih berdebaran kalau udah membahas soal skripsi. Rasanya stress banget lah jadi mahasiswa. Apa lagi salah satu teman lo dengan lancar mengerjakan skripsi, dan Mama lo tahu. Abis lo. Kelar sampai pagi diceramahin. "Manggaaaa!" Wangga keluar barengan sama Douvan. Bocah itu mengenakan setelan seragam TK-nya berwarna biru lengkap dengan topi di kepalanya. "Ayo, gue yang anter lo!" Gue menurunkan kedua kaki ke lantai. "Jangan mau," hasut si bongsor Douvan. "Nanti kamu dibuang lagi kayak waktu itu!" Selain Mama, Douvan juga berada di pihak Wangga. Apa yang gue lakukan, selalu diawasi sama Douvan. Pernah suatu hari gue ketahuan waktu mau keluar diam-diam, padahal di luar, si Nio udah menunggu di atas motornya. Baru mau buka pintu, Douvan langsung teriak sampai orang satu rumah keluar kamar termasuk si Mama. Udahlah, nggak usah dibayangin, beneran jadi tempe gue malam itu. Dibiarin keluar nggak, yang ada diceramahin sampai subuh. "Nggak elah, nggak bakal gue buang lo," kata gue sambil memasang jaket di badan. "Ngapain kamu pake jaket segala? Taruh tas kamu lagi." Mama menatap gue tajam. Ditunjuknya tas dan jaket gue satu per satu. "TK-nya Wangga dekat dari sini. Pergi pake motor cuma lima belas menit," cerocosnya. "Kelar anterin Wangga, langsung pulang! Jangan berani kamu keluyuran kalau masih butuh uang dari Mama!" "Di luar panas, Ma," keluh gue, enggan melepas jaket. "Aku bisa gosong nanti!" "Alasan!" Mama menunjuk-nunjuk gue menggunakan sendok. Selanjutnya, sendok yang dipegangnya dipukulkan ke kepala gue dengan kejam. "Kamu cewek apa cowok emang?! Segala takut gosong! Mama cuma minta kamu anterin Wangga ke sekolah, dan itu deket banget! Mana bisa gosong!" "Bang, ngalah aja sih, ya ampun!" Douvan menjawil lengan gue. "Diem lo gendut!" bentak gue, menepis tangannya Douvan. "Iya, iya." Gue melepas jaket, meletakkannya ke kursi. "Jangan taruh jaketnya di situ!" omel Mama. Gue sama Douvan kompak menutup kedua telinga akibat teriakkan Mama yang terlalu nyaring. Sementara Wangga, bocah itu menyilangkan kedua tangannya, berlagak ala orang dewasa. Halah, si panjul! "Inget! Langsung pulang!" teriak Mama, padahal gue ada di depannya. "Wangga, hati-hati ya. Kalau Ayah pirang nakal lagi, aduin ke Nenek, okay?" Mama duduk berjongkok lalu merapihkan seragam Wangga. Sama Wangga aja baik banget. Lembut banget! Giliran sama gue, halah, kayak musuh bebuyutan! "Anterin aku ke sekolah juga, Bang," Douvan menarik lengan kaus gue. "OGAH!" Gue menolehkan kepala. "Jalan kaki sana, biar lo kurusan!" "MAMA! ABANG BODY SHAMINGIN ADEK, MAAA!" To be continue--- 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD