10 milyar

1857 Words
Seorang gadis bertubuh semampai berjalan sambil menarik sebuah koper besar. Gadis itu berkali-kali mendesah. Sungguh dia ingin sekali bisa mengajak saudara perempuannya ikut ke London untuk beberapa hari. Tapi nyatanya Liana, saudara perempuannya itu seperti seekor burung cantik yang tak boleh dibawa kemanapun. Bahkan untuk bertemu saja dia harus membayar waktu 24 jam seperti p****************g yang menikmati tubuh kakaknya. Mengingat hal itu membuat Cantika semakin bertekad. Dia akan berhemat, dan bekerja keras untuk mengumpulkan uang demi menebus kakaknya. Ya... Gadis itu adalah Cantika. Dia kembali ke London tanpa membawa Liana. Padahal sebelumnya dia sempat membayangkan betapa bahagianya dia bisa mengajak Liana ke London. Cantika sempat membayangkan betapa indahnya mereka melihat matahari tenggelam di taman bunga. Dengan hamparan warna warni yang disirami sinar jingga. Sungguh Cantika kecewa, padahal betapa inginnya dia berbagi kebahagiaan di gaji pertamanya. Dan kini Cantika akhirnya memilih untuk segera kembali ke apartemen agar bisa dengan cepat melepas rasa lelah yang membelenggu. Gadis itu segera menghentikan sebuah taksi. Namun saat dia hendak masuk ke dalam taksi sebuah tangan kekar menariknya keluar. "Oh... Astagfirullah..." Teriak Cantika terkejut. "Ini uang untuk anda. Gadis ini tidak jadi naik taksi." Ucap suara bariton menghapus sunyi nya malam di London. "Mr. Orlando?" Gumam Cantika terkejut melihat sosok pria yang menariknya. "Naik ke mobil saya!" Ucapnya tak terbantahkan. "Tapi..." Cantika sungguh bingung. Apa maksud semua ini. Pria ini begitu misterius. Bahkan saat menawarkan tumpangan pun, sama sekali tak menampakkan wajah ramah. Tetap dingin dan arogan. Bahkan pria itu dengan gerakan cepat menarik keluar koper yang sudah siap masuk ke bagasi taksi. Dan segera mengalihkannya ke bagasi mobil mewahnya. "Cepat masuk!" Ucap Orlando menatap Cantika yang diam terpaku menatap dirinya. "Eh?" Sungguh Cantika kehilangan kecerdasannya. Dia bahkan tak bisa merespon dengan baik ucapan pria itu. Pria yang sudah satu bulan ini menjadi bos nya. "Kau tuli atau bodoh?" Tanya pria itu kesal karena Cantika tak bergerak sesuai perintahnya. Dan kali ini akhirnya Cantika masuk ke mobil mewah bernuansa hitam. Cantika duduk dengan manis di kursi penumpang depan. Namun tatapan matanya tak lepas dari interior mobil yang begitu mewah dan elegan. Mobil sport Maybach yang dikenal sebagai mobil termahal di dunia ini, rupanya di desain sedemikian rupa untuk kenyamanan sang pemiliknya. Bahkan dalam mobil tersebut memiliki alat pemanas minuman dan makanan. Entah ini modifikasi atau bawaan dari kemewahan yang disajikan mobil itu. Cantika sama sekali tak paham. Yang dia tahu hanya betapa mahalnya mobil yang saat ini dia duduki. Walau ini bukan pertama kalinya dia menaiki mobil mewah sang bos, nyatanya dia selalu terpesona menatap interior di dalamnya. NGGGGRRUUUNNGGG... "Astagfirullah..." Lagi-lagi Cantika dibuat terkejut. Tak hanya karena suara geraman mobil yang begitu mengerikan, tetapi juga tarikan gas yang dilakukan sang bos membuatnya hampir terjungkal. "Gunakan sabuk pengaman. Ini bukan taksi yang bergerak seperti keong." Ucap Orlando menyembunyikan senyuman saat melihat ekspresi terkejut gadis itu dari ekor matanya. Entah mengapa ada rasa enggan melihat gadis itu menggunakan taksi di jam rawan London. Mungkin karena rasa tanggung jawabnya sebagai atasan yang tak ingin karyawannya dalam bahaya. Itulah yang ada dalam pikiran Orlando. Cantika menahan gemuruh di d**a. Sungguh jantungnya berdetak gila. Bukan karena berdebar di dekat sang bos. Tapi karena kecepatan mobil itu yang di luar nalar. Mungkinkah sang bos ingin mengajaknya mati bersama. Jemari lentik gadis itu menggenggam erat sabuk pengaman. Bahkan hingga buku-buku tangannya memutih karena ketakutan. Namun dibalik rasa takut yang menguasai hatinya, ada rasa penasaran yang menggelitik jiwanya. Sungguh Cantika bingung dengan sikap bosnya itu. Terkadang begitu perhatian, terkadang menyebalkan, tapi juga dia membenci pria itu karena menciumnya seenak hati lalu tiba-tiba menghilang. Dan hari ini pria itu kembali datang, memberikan perhatian sederhana dengan sikap cueknya. "Silakan turun." Ucap pria itu membuat Cantika menoleh ke arah sang bos Arogan. Mata bulatnya semakin membulat karena terkejut. Bagaimana mungkin sang bos mengetahui alamat rumahnya dengan begitu tepat. Cantika menatap ke sekeliling area di mana sang bos memarkirkan mobilnya. Benar saja ini adalah halaman parkir apartemen miliknya. "Saya tahu di mana tempat tinggal mu karena kau karyawan ku. Saya. bisa melihatnya dari lampiran surat lamaran mu." Ucapnya beralasan. Dan Cantika hanya mengangguk. Ada ribuan pertanyaan yang membelenggu perasaannya. Sungguh dia penasaran ke mana selama ini sang bos pergi. "Kenapa menatapku seperti itu?" Tanya Orlando heran. "Em saya ingin bertanya, apa benar anda sudah tak menjadi CEO di Domino's Corp?" Tanya Cantika. Orlando menoleh ke arah gadis itu. Membuat Cantika segera membuang wajah karena tak sanggup bertatapan dengan netra abu-abu yang menenggelamkan. "Memangnya apa urusannya dengan mu?" Tanya Orlando. Cantika pun tersenyum masam. Dia benar-benar menyesal bertanya akan hal ini. "Maaf." Cicit gadis itu. "Cepat turun. Kau sudah membuang waktuku." Ucap Orlando menolehkan kepalanya ke arah Cantika. Netra abu-abu itu menatap tajam sang gadis hingga gadis itu bergidik ngeri dan segera turun. Bahkan sampai lupa mengucapkan terima kasih pada sang bos. "Dasar orang aneh, sudah tahu membuang waktu, kenapa malah mengantarku pulang. Hah aku bahkan lupa bilang terima kasih." Ucap Cantika bermonolog. Cantika pun akhirnya memilih untuk segera masuk ke unit apartemen miliknya. Karena terlalu lelah, gadis itu segera menghempaskan tubuhnya ke ranjang. Menikmati hangatnya pelukan selimut yang membuatnya nyaman. Meregangkan otot-otot yang kaku di atas empuknya busa yang memanjakan. "Akhirnya... Huh... Lelah sekali..." Gumam gadis itu. Cantika menatap ke arah jam dinding Nyang berdenting yang setia menemaninya dalam suasana sepi. Kelopak matanya mulai redup karena rasa kantuk. "Hah... Sudah jam 2 dini hari. Aku besok harus bangun pagi. Tak boleh telat." Ucapnya bangkit dan segera meraih jam Beker di nakas. Dan mensetting alarm pukul 5 pagi. Karena esok adalah hari peresmian CEO perusahaan yang baru. Keesokan harinya Cantika bergegas bangun saat mendengar alarm yang berbunyi nyaring. Kemudian segera membersihkan dan merias diri. Namun hari ini penampilan gadis itu terlihat berbeda. Tak ada blouse ataupun blazer yang membalut tubuhnya. Yang ada hanya gaun cantik berwarna hitam dan Bros indah bernuansa perak yang menghiasi gaunnya. Hari ini adalah hari di mana peresmian CEO baru di kantor. Jadi dia tak boleh terlambat. Dan kali ini dia tak menggunakan kendaraan umum untuk ke tempat acara. Kali ini dia menggunakan taksi agar tatanan dress-nya tidak rusak. Baru saja dia menuruni taksi dan berjalan menuju ruang acara, netra coklatnya dihadapan dengan sosok pria tampan yang semalam mengantarnya. Dan saat itu pula mata mereka saling bertemu. Tapi seolah tak kenal, pria itu segera membuang wajah demi menyapa para tamu undangan. Jujur ada rasa sakit di hati gadis itu mengingat ciuman pertamanya yang telah dicuri sang pria. Tapi sang bos seolah melupakan hal itu, bahkan akan pergi dan tak bekerja lagi di perusahaan tempatnya bekerja. Bukankah rasanya Cantika seperti camilan dengan rasa yang tidak enak lalu dibuang bersama bungkusannya. Menyedihkan. Sungguh dia begitu marah, rasanya tamparan pada waktu itu tak cukup untuk membayar sakit hatinya. Bertahun-tahun dia menjaga diri agar tak tersentuh pria, tapi ciuman pertamanya justru diambil tanpa dia sempat mengelak. Karena amarah yang begitu menggebu, Cantika pun bergegas ke arah stand minuman. Meminum air mineral yang telah disediakan. "Hai Cantika apa kabar? Wow kau cantik sekali dengan gaun hitam ini. Tampak elegan." Ucap Melia saat menyapanya. Cantika menatap wanita cantik yang dibalut gaun mewah berwarna merah menyala. Wanita itu tampak elegan sekaligus menawan. Bahkan potongan gaun yang pas body membuat bentuk tubuh indah Melia terekspos sempurna. Melia benar-benar seperti boneka Barbie. "Wow, Melia kau jauh lebih cantik dari ku." Ucap Cantika memeluk Melia. "Iya dong, kan hari ini hari peresmian kekasih ku menjadi CEO. Hihihi..." Ucap Melia tertawa manis. "Ya kau benar." Ucap Cantika singkat. "Kalau boleh tahu. Mr Orlando mengapa berhenti bekerja di perusahaan ini?" Tanya Cantika penasaran. "Dia tidak mungkin berhenti. Dia itu pemilik perusahaan ini. Dan dia tidak di London lagi karena harus memastikan perusahaan cabang yang baru saja dibangun di Indonesia berkembang dengan baik." Ucap Melia menjelaskan. "Oh begitu. Tunggu, Indonesia?" Tanya Cantika terkejut mendengar nama negara tempat kelahirannya. "Ya Indonesia. Kenapa memangnya?" Tanya Melia. "Tidak apa-apa." Ucap Cantika tersenyum. "Perhatian kepada seluruh tamu undangan untuk bisa duduk di tempat yang telah disediakan, karena acara akan segera dimulai." Ucap pembawa acara yang berada di podium. "Wah sepertinya acaranya sudah mau dimulai. Ayo kita duduk di sana. Kita duduk di kursi depan saja." Ucap Melia menggandeng tangan Cantika. "Em aku duduk di sini saja." Ucap Cantika menyentuh kursi yang ada di baris belakang. "Engga asik kalau di sini. Lagi pula aku ini calon istri CEO baru kita, jadi aku sudah punya tempat di sana." Ucap Melia tersenyum bahagia. "Ya itu kan kamu, bukan aku. Aku di sini saja." Ucap Cantika langsung menduduki kursi yang sejak tadi hanya dia sentuh. "Lho Sayang, kok kamu masih di sini. Ayo kita duduk di sana." Ucap Demian tiba-tiba datang memeluk pinggang ramping Melia. "Em Sayang..." Ucap Melia manja. Sungguh Cantika ingin tertawa melihat tingkah sahabatnya di depan calon bos barunya. "Iya Sayang kenapa?" Tanya Demian merapikan anak rambut Melia dengan penuh kasih sayang. Sungguh siapapun yang melihatnya pasti akan iri. Termasuk Cantika. "Boleh kan kalau aku duduk di sini saja sama sahabat aku." Ucap Melia manja. Membuat Cantika terkejut. Tak habis pikir pada gadis itu yang tiba-tiba berubah pikiran ingin duduk di kursi baris belakang, padahal sejak tadi memaksanya untuk ikut duduk di kursi barisan para orang penting perusahaan. "Kamu ingin duduk dengan Cantika maksudmu?" Tanya Demian menoleh ke arah Cantika. "Heem. Aku engga enak sendirian di sana. Masa orang engga penting kaya aku duduk bersama orang penting." Melia pun berdehem manja dan bicara sambil bergelayut di lengan kekasihnya. "Ya sudah kita semua ke depan. Aku akan siapkan kursi juga untuk Cantika." Ucap Demian. "Wah terima kasih Sayang. I love you so much." Ucap Melia merayu. Membuat Cantika menahan senyum. "I Love you more Babby... Ya sudah ayo kita ke sana." Ucap Demian kemudian mereka berjalan beriringan, sedangkan Cantika mengikuti langkah mereka. "Silakan duduk." Ucap Demian menyiapkan kursi untuk kekasihnya. Sedangkan Cantika hanya berdiri, karena dia takut salah menempati kursi. "Terima kasih. Cantika di mana?" Ucap Melia menyadari Cantika yang hanya berdiri. "Oh kau bisa duduk di samping Melia." Ucap Demian menunjuk kursi di samping Melia. "Terima kasih." Ucap Cantika menempati kursinya. Namun siapa sangka jarak beberapa menit setelah dia duduk rupanya, pria pemilik nama lengkap Orlando Dominico justru menempati kursi tepat di sampingnya. Dan pria itu duduk tanpa menyapanya sama sekali. Cantika hanya bisa menarik nafas panjang dan menghembuskan perlahan. Sungguh dia emosi melihat sikap pria itu. Cantika sama sekali tidak bisa menikmati susunan acara. Di saat acara resmi pengumuman CEO baru pun dia hanya bisa menatap nanar ke arah panggung. Melihat bagaimana dinginnya pria itu bersikap padanya. Cantika sama sekali tidak mengharapkan perhatian, dia hanya ingin pria itu meminta maaf. Merasa tak tahan Cantika pun menghindar dari acara. "Cantika kau mau kemana?" Tanya Melia. "Em Mel, kepalaku tiba-tiba pusing. Sepertinya aku tidak bisa mengikuti sampai akhir acara. Aku pulang ya." Ucap Cantika berpura-pura memijit pelipisnya. "Oh begitu ya. Apa perlu ku antar?" Tanya Melia khawatir. "Tidak perlu. Terima kasih." Ucap Cantika. "Kalau begitu hati-hati ya." Ucap Melia. "Ya. Aku duluan." Ucap Cantika pergi. Gadis itu berjalan gontai. Rasanya sakit menghadapi kenyataan seperti ini. Setelah dicium sesuka hati, bahkan tanpa kata maaf. Pria itu malah meninggalkan London. "Can... Ingat tujuan mu. Kau harus segera mengumpulkan uang 10 milyar untuk menebus Liana kakak mu. Lupakan pria itu." Ucapnya bermonolog.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD