Benar-benar Rindu

2247 Words
Satu bulan sudah berlalu. Sekuat apapun Cantika berusaha melupakan sensasi ciuman itu, nyatanya dia tak pernah bisa. Mungkin karena ini adalah hal pertama dalam hidupnya. Bukankah segala hal yang pertama kali memang begitu membekas di hati siapapun? Dan hal yang membuatnya tampak menyedihkan adalah pria yang menciumnya tanpa ijin itu malah pergi menghilang begitu saja. Bahkan dia mendengar kabar bahwa pria itu sudah tak menjadi CEO di perusahaan tempatnya bekerja. Sungguh rasa kesal, amarah, benci, dan murka berkolaborasi menjadi rasa yang menyesakkan d**a. Semua itu karena tak ada sosok yang bisa dia jadikan sebagai pelampiasan amarahnya. Dan akhirnya dia pun memutuskan untuk pulang ke Indonesia agar bisa menenangkan diri dengan bertemu saudara satu-satunya. Liana. Dan kini dia sudah sampai di Indonesia. Dia meminta cuti beberapa hari untuk bisa bertemu keluarga satu-satunya di Indonesia. Setidaknya dia berharap bisa lebih menenangkan hati jika telah bertemu kakaknya, Liana. Langkah gadis itu tampak begitu begitu anggun memasuki sebuah tempat di mana kebebasan berkeliaran. Walau hanya dengan balutan jins hitam dan t-shirt lengan panjang berwarna biru, gadis itu mampu memikat mata kaum hawa karena tubuh proporsionalnya. Gadis itu berjalan sambil menutup telinga nya menggunakan telapak tangannya. Sungguh musik dengan dentuman keras itu tak cocok dengan kebiasaannya yang menyukai tempat sepi. Bahkan bau alkohol dan asap rokok terasa seperti polusi yang mengotori paru-parunya. "Hai cantik? Kesepian ya. Yuk sama Abang aja. Berapa pun akan saya bayar." Ucap seorang pria dengan tubuh gontai menggoda Cantika. Namun gadis itu justru mendorong sang pria hingga terjatuh dan pingsan. Mungkin karena efek alkohol yang terlalu berat membuat pria itu lemah. Kini langkah kakinya bergerak lebih cepat. Berusaha agar bisa segera sampai di ruang khusus sang mucikari. Sesampainya di depan ruangan megah nan indah, Cantika pun segera mengetuk pintunya. TOK TOK TOK "Permisi." "Masuk!" Ucap seorang wanita dari dalam ruangan. Begitu terkejut Cantika saat melihat aktifitas di dalam ruangan. Matanya ternoda akan hal yang tak seharusnya di lihat. Rupanya sang mucikari sedang bermadu kasih dengan seorang gigolo. "Maaf mengganggu." Ucap Cantika kembali keluar dari ruangan. Sungguh penampakan yang dia lihat membuat perutnya bergejolak ingin muntah. Cantika benar-benar mual melihat percintaan yang ditayangkan secara live. Setelah beberapa menit berlalu. Akhirnya suara dari dalam ruangan membuatnya memberanikan diri masuk ke dalam sana. Gadis itu hanya berdiam diri di depan pintu masuk. Enggan melihat ke arah wanita dan pria yang sedang memperbaiki pakaian mereka. Kalian tentu tahu apa yang usai mereka lakukan. "Hai Cantik... Sejak kapan kau kembali ke Indonesia?" Ucap sang mucikari mendekati Cantika dan hendak mencium pipi gadis itu. Tapi sayang Cantika justru mundur untuk menghindar. "Tolong jangan sok akrab. Saya ke mari hanya ingin bertemu kakak saya." Ucap Cantika. "Oh gitu ya. Em... Kakak mu sedang bekerja." Ucap sang mucikari. "Memangnya tak ada cuti?" Ucap Cantika geram. "Ini dunia prostitusi sayang. Tak ada cuti. You know lah. Berapa pendapatan yang bisa hilang jika tidak bekerja." Ucap sang mucikari tersenyum genit ke arahnya. "Saya akan menyewa kakak saya selama 3 hari." Ucap Cantika. "Oh gitu. Sepertinya sekarang kau sudah banyak uang ya. Oke. Perlu kau ketahui kakak mu itu menjadi primadona di sini. Tarif nya paling mahal. 5 juta satu jam. Tapi kalau ambil paket long time, 5jam cukup bayar 20juta. Kalau tiga hari. Ku rasa kau lebih cerdas untuk menghitung berapa biayanya." Ucap sang mucikari membuat amarah Cantika begitu menggebu. "Kau keterlaluan. Dia kakak ku. Kau bahkan tak membiarkan kami bertemu. Malah kau jadikan lahan bisnis seperti ini? Kejam sekali." Ucap Cantika. "Whatever... Kalau tidak mau ya tidak apa-apa." Ucap sang mucikari bergerak anggun menjauh darinya dan duduk di sofa dengan menumpukan kaki kanan di atas kaki kirinya. "Hah... Oke satu hari 50 juta." Ucap Cantika. "Sayang satu hari itu 24 jam. Harusnya kau bisa hitung ya sekitar 100juta lebih." Ucap sang mucikari. "Kau gila. 24 jam? Memangnya tidak tidur? Tidak makan? Tidak istirahat? Keterlaluan. Satu hari 50juta titik." Ucap Cantika memaksa. "80juta." Ucap sang mucikari. "55 juta." Ucap Cantika. "Sayang aku sudah menurunkan harga dari 100 juta ke 80juta. Sedangkan kau hanya menaikkan harga 5juta? Oh my God..." Ucap sang mucikari menyentuh keningnya dengan gaya yang menjijikkan bagi Cantika. "Oke 70juta." Ucap Cantika. "Oke deal. Dia ada di kamar 703. Kau harus bayar cash baru bisa sewa. Ingat satu hari saja." Ucap sang mucikari. Cantika pun membuka tas jinjingnya dan menghitung uang senilai 70juta rupiah kemudian melemparkannya ke arah sang mucikari. "Wow... Thanks beauty..." Ucap sang mucikari memberikan kunci kamar 703. Cantika pun merampasnya dengan kasar dan hendak berjalan ke arah kamar tersebut. Namun sebelumnya dia berhenti untuk menanyakan hal terpenting dalam hidupnya. "Em Tante, jika saya ingin membebaskan Kakak saya, berapa nilai yang harus saya bayar?" Tanya Cantika. "Hahahaha. Kau yakin? Itu adalah nilai yang tak terhingga Sayang. Lagipula kakak mu sudah bahagia dengan jalan hidupnya." Ucap sang mucikari enggan melepas wanita penghibur andalannya. Dengan kecantikan dan kemolekan tubuhnya, Liana mampu menjadi magnet uang untuknya. "Katakan saja. Saya akan berusaha mencarinya." Ucap Cantika. "10 Milyar." Ucap sang mucikari. "10 Milyar?" Tanya Cantika terkejut. "Ya. Kau tidak sanggup kan?" Ucap sang mucikari. "Saya akan berusaha. Terima kasih." Ucap Cantika segera pergi. Setelah menemukan kamar yang dihiasi mawar dan lampu yang berkedip indah, rasa rindu di hati gadis itu seolah tak terbendung lagi. Cantika ingin segera masuk dan memeluk tubuh kakaknya. Sosok kakak yang melindunginya. Bahkan rela menjadi p*****r demi membayar hutang orang tuanya. Dan rela mengorbankan diri demi kehidupan yang layak untuk sang adik. "Kak Liana..." Ucap Cantika dengan suara serak karena tangisannya. Liana yang sedang duduk di depan meja rias pun segera menoleh karena begitu mengenal sang pemilik suara. Dan air mata langsung lolos begitu saja saat melihat sosok yang berdiri di ambang pintu. "Cantika?" Gumam Liana begitu terkejut dan tak menyangka Cantika akan datang menemuinya. Lebih dari 3 tahun mereka tidak pernah bertemu. Karena saat itu Cantika sedang berusaha keras mengejar beasiswa kuliah di London. Wanita cantik berwajah mungil dengan bibir merah menggoda itu segera merentangkan tangannya. Dan tentu saja Cantika tak menyia-nyiakan momen itu. Tubuh gadis itu segera menghambur ke perlukan sang kakak. "Kak Lia, aku kangen sama Kakak. Maaf aku baru bisa mengunjungi Kakak." Ucap Cantika kembali terisak. "Iya Tika, Kakak juga sangat rindu padamu." Ucap Liana memeluk erat tubuh sang adik. Sungguh ini adalah momen kebersamaan mereka yang selama ini mereka. Tangis mereka segera tumpah dan mereka juga saling mengeratkan pelukannya. Sungguh ini pertemuan yang begitu mengharukan. Pertemuan dua kakak beradik yang terpisah karena keadaan yang begitu menyedihkan. "Bagaimana kabar mu Sayang? Kok tubuh kamu jadi kurus begini? Makan mu pasti buruk ya jauh dari Kakak?" Ucap Liana menatap tubuh Cantika yang cukup banyak kehilangan bobotnya. Bahkan Liana tampak begitu khawatir melihat sosok adiknya yang pasti telah berjuang begitu keras hingga bisa dilahirkan sebagai alumni universitas London yang hebat. "Aku baik kok Kak. Aku hanya lelah bekerja. Mungkin itu yang membuatku jadi kehilangan banyak berat badanku. Tapi aku suka, aku jadi langsing dan cantik kan?" Ucap Cantika tersenyum menutupi kebohongannya. Padahal selama ini dia memang mengurangi jatah makannya agar persediaan uang yang ia miliki cukup hingga saat nya menerima pendapatan bulanan. Beruntung setiap pagi dia pernah mendapatkan sarapan gratis dari bosnya. Dan mengingat sang bos membuat hatinya kembali nyeri. "Haaah..." Cantika hanya bisa mendesah panjang karena rasa sesak di dadanya. Melihat adiknya yang tampak seperti memikirkan sesuatu, Liana pun mengajak sang adik duduk di ranjangnya. "Hei ada apa dengan wajahmu? Kau seperti banyak pikiran. Ayo sini duduk dan cerita pada Kakak." Ucap Liana khawatir. Tapi saat Cantika dan Liana duduk di tepi ranjang, Cantika justru tertawa menutupi bunga pikirannya. "Kakak apaan sih? Aku ga ada apa-apa kok. Aku cuma lagi berpikir. Kapan kita bisa hidup bersama lagi seperti dulu. Seandainya saja..." Ucap Cantika kembali meneteskan air mata. "Ssst, sudah jangan diteruskan. Mungkin ini memang jalannya." Ucap Liana menempelkan jari telunjuk lentiknya ke bibir Cantika. Sungguh dia sebagai Kakak akan selalu melindungi adiknya. Mengingat masa lalu kelam mereka membuat Cantika menangis. Bahkan gadis itu terisak begitu pilu. Sungguh Cantika akan berjuang segenap hati untuk bisa membebaskan Liana dari dunia gemerlap ini. Flashback Suasana suatu hari di waktu itu begitu kelam. Tak hanya langit yang menangis. Tetapi juga seorang gadis cantik berwajah perpaduan Eropa Indonesia dengan netra biru sendu. Kelopak mata indahnya terus saja meneteskan air mata karena kepergian kedua orang tuanya akibat sebuah kecelakaan. Dia terus menatap wajah kedua orang tuanya yang terbujur kaku berselimut kafan. Dari bibir tipisnya terdengar lirih surat Yasin yang dia bacakan. Sedangkan di luar rumah, seorang gadis berjalan dengan begitu riang. Gadis itu membawa sebuah piala dan piagam dalam dekapannya. Wajah ayu khas Indonesia yang diturunkan dari sang mama begitu menawan dalam kebahagiaan. Namun sesaat kemudian netra coklatnya dikejutkan dengan sebuah bendera berwarna kuning yang dipasang di pagar rumahnya. "Bendera kuning? Siapa yang meninggal?" Gumamnya. Namun sesaat kemudian hatinya begitu kacau saat melihat kerumunan orang yang menyambangi rumahnya. "Assalamualaikum Nak Tika. Kami turut berdukacita ya. Yang sabar ya Nak? In shaa Allah ibu dan bapak sudah tenang di sisi Allah." Ucap seorang wanita tetangga rumahnya. "Ibu? Bapak? Maksudnya Mama dan Papa?" Ucap Cantika. Kemudian gadis itu berlari masuk ke dalam rumah dengan piala dan piagam yang masih dalam dekapannya. Sesampainya di depan pintu masuk. Bagai dihempas gelombang nestapa yang meruntuhkan karang. Gadis itu menangis histeris melihat tubuh kaku mama dan papanya yang diselimuti kain kafan. Bahkan piala dan piagam yang sejak tadi setia dalam pelukannya pun jatuh. Sebuah bukti kebanggaan itu berubah menjadi serpihan sampah tajam. "Mamaaaa!!! Papaaaa!!! Hiks." Teriak Cantika histeris dan berlari ke arah kedua orang tuanya. Liana yang sejak tadi duduk sambil membacakan surat Yasin pun segera bangkit memeluk tubuh adiknya yang bergetar hebat karena tangisannya. "Mama Papa kenapa pergi Kak? Kenapa Kak? Hiks." Tanya Cantika menangis pilu. Padahal sejak tadi sia sudah membayangkan betapa bahagianya kedua orang tuanya melihat dia pulang dengan kembali membawa piala olimpiade nya. "Hiks hiks. Kita harus ikhlas Tika. Supaya Mama Papa bahagia. Jangan nangis lagi ya." Ucap Liana memeluk tubuh adiknya. Tapi sayang tangis Cantika semakin pecah, bahkan tubuh gadis itu semakin gemetar hebat dan Cantika merasakan semuanya menjadi buram. Bayangan yang dilihat indera penglihatannya bertubrukan dan menggelap. Cantika pingsan. "Ya Allah Tika. Tika! Bangun Tika!" Ucap Liana panik. Dia memang sengaja tidak menghubungi Cantika perihal kecelakaan yang dialami kedua orang tuanya, karena saat itu Cantika sedang mengikuti olimpiade tingkat nasional. Terlebih lagi gadis itu juga sedang menderita tumor otak, Liana sungguh tak ingin terjadi sesuatu pada adiknya. Dan dia tak menyangka di waktu yang dua Minggu lagi Cantika harus operasi, justru kedua orang tuanya pergi. Kini Liana harus bersikap dewasa dan kuat demi adiknya. Setelah membawa Cantika ke kamar dibantu oleh para pelayat, Liana duduk menemani sang adik yang masih terbaring dengan wajah pucat. Dan dia semakin panik saat tiba-tiba Cantika bangun dan meremas kepalanya dengan kuat. "Aaah!!! Kak kepalaku sakit! Aaah!!!" Teriak Cantika kesakitan. Tubuh adiknya berguling tak tentu arah karena rasa sakit yang mendera kepalanya. Liana pun mencari obat yang biasa diminum adiknya di laci nakas. "Ini diminum." Ucap Liana memberikan obat dan air putih. Cantika pun segera menenggak 5 butir obat warna-warni yang berukuran besar. Sesaat kemudian tubuh gadis itu melemah dan tertidur. "Ya Allah. Semuanya terasa berat. Kamu harus kuat Liana. Kamu harus kuat." Ucap Liana menguatkan hatinya. Tangisnya kembali pecah, sungguh ini adalah hidup tersulit yang harus dia lewati sebagai anak sulung. Tok tok tok Liana segera menghapus air matanya. Dan dia berusaha menarik nafas agar jauh lebih tenang. "Masuk." Ucapnya lemah. "Permisi Dek Lia. Acara pemakamannya bagaimana? Mau langsung dilaksanakan atau ditunda?" Tanya Pak Ilham tetangganya. "Laksanakan saja Pak. Minta tolong ya Pak diurus, saya harus menjaga adik saya." Ucap Liana berat. Sungguh dia ingin sekali melihat proses peristirahatan terakhir kedua orang tuanya. Tapi saat ini Cantika butuh dirinya. Biarlah dia mengiringi pemakaman itu dengan doa, walau tanpa dirinya. "Aaah!!! Kakak!!! Sakit!!!!" Cantika kembali berteriak dan berguling hingga terjatuh dari lantai. Liana yang panik pun kembali memberikan obat pada Cantika. Setelah Cantika kembali tertidur dia memanggil taksi untuk membawa adiknya ke rumah sakit. Dan sungguh seolah kebahagiaan tak rela menghampiri mereka. Liana merasa begitu miris. Di saat dia masih memikirkan cara untuk membayar hutang kedua orang tuanya, Cantika justru harus dipercepat operasinya. Jika tidak adiknya tak akan bisa selamat. Bahkan meminta pertolongan kepada sanak saudara pun tak ada yang rela mengulurkan tangannya. Justru malah ditagih hutang. Liana benar-benar putus asa. Dia pun kembali ke rumah, tapi ternyata rumahnya disegel polisi karena hutang. Tidakkah para polisi bisa memiliki hati ketika melihat sebuah bendera kuning? Sungguh dunia begitu kejam. "Hai Cantik." Ucap seorang wanita menghampiri dirinya yang terduduk lemah di tanah yang kotor. "Anda siapa?" Tanya Liana. "Saya datang kemari untuk menawarkan bantuan." Ucap wanita cantik dengan dandanan yang berlebihan. "Saya tahu kau sedang dalam kesulitan. Rumah di segel, keluarga tak ada yang membantu, ditinggalkan hutang orang tua yang sudah meninggal bahkan adikmu sedang di ujung tanduk kematian." Ucap wanita itu tersenyum manis. "Dari mana anda tahu?" Tanya Liana heran. "Tentu saja saya tahu Nona cantik. Karena orang tuamu juga memiliki hutang padaku bahkan dengan bunganya mencapai nilai 100juta." Ucap wanita itu. "100juta?" Ucap Liana terkejut. "Ya. Untuk biaya kesehatan adik mu. Dan saya datang kesini untuk menawarkan bantuan. Kau mau bekerja dengan ku?" Tanya wanita itu. "Baik saya mau. Apapun akan saya lakukan. Asal kau mau membayar hutang kami dan membiayai operasi adikku." Ucap Liana bersemangat. "Kalau begitu come on. Ikut saya." Ucap wanita yang rupanya adalah seorang pebisnis di dunia prostitusi. Dan akhirnya Liana terjebak dalam dunia gemerlap itu. Flashback end... Cantika benar-benar rindu pada kakaknya. Dia benar-benar bersyukur bisa kembali bertemu walau harus membayar waktu sang kakak pada mucikari gila itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD