BAB 2: MENYUSUL JUNA

1263 Words
SELAMAT MEMBACA *** Abi masuk kedalam kamar Rinjani. Sejak pagi putrinya itu belum keluar dari kamar. Beberapa hari ini kalau diperhatikan wajah putrinya sedikit murung dan tidak semangat melakukan apapun. Bahkan makan saja, Abi sering memergoki putrinya itu melamun. Bukannya tidak tau apa yang menyebabkan putrinya yang biasanya terlihat ceria tiba-tiba murung. Namun, Abi memilih diam belum mengatakan apapun. "Ayah… " Rinjani terkejut saat merasakan tangan ayahnya menyentuh keningnya. Rinjani yang tengah terpejam sambil berbaring diatas ranjang langsung bangun saat melihat Ayahnya datang. Dia tidak tidur, hanya memejamkan matanya. Tapi sama sekali tidak mendengar suara ayahnya masuk. "Ini kalau tidak cepat minum obat, jadi demam. Bisa kena omel ini sama bunda kalau sampai bunda tau," ucap Abi. Dia merasakan tubuh putrinya sedikit hangat dan pasti istrinya akan memulai ceramah panjang lebarnya. "Iya nanti minum obat," jawab Rinjani dengan malas. Jangankan minum obat, minum air putih saja dia malas. Apalagi obat yang pahit. "Jani ini sudah bukan anak TK lagi, sudah jadi Dokter. Masa kondisi tubuh sendiri tidak tau, apa kalau Ayah tidak suruh minum obat terus tidak minum." Ucap Abi tak habis fikir. Putrinya bisa terlihat sangat mandiri dan sudah menjadi dokter hebat saat bersama pasiennya. Tapi entah kenapa, putrinya tetap saja seperti anak kecil di matanya. Kalau sakit manjanya naik, kalau keinginannya tidak terpenuhi pasti merajuk persis seperti saat kecil. "Cepat minum obat, nanti kalau sembuh ayah izinkan menyusul abang ke Yogya." Mendengar ucapan Abi Rinjani langsung menoleh menatap ayahnya itu. "Ayah serius, tidak bohongkan?" tanya Rinjani lagi. "Serius. Sudah tidak usah pakai acara mau demam. Cepat makan dan minum obat. Semakin cepat Jani sembuh, bisa semakin cepat kesana." Rinjani langsung memeluk tubuh ayahnya dengan senang. Akhirnya keinginannya terkabul. "Ayah memang yang terbaik. Jani makin sayang sama Ayah," ucap Jani. "Apa yang kalian bicarakan?" Rinjani langsung menoleh kearah pintu. Di sana dia melihat bundanya sudah berdiri dengan wajah penasarannya. "Jangan bilang-bilang bunda," bisik Abi pelan. Rinjani faham, dia mengangguk pelan. "Apa yang kalian sembunyikan dari bunda?" Utari merasa ada yang di sembunyikan oleh anak dan suaminya itu. Dia penasaran apa yang mereka bicarakan sebelum dia datang tadi. Kenapa langsung diam saat tau dirinya datang. "Jani demam Sayang, dia ayah suruh minum obat." Jawab Abi dengan santainya. Utari merasa tidak puas dengan jawaban suaminya. Dia lalu mendekat kearah putrinya dan menyentuh kening dan leher Rinjani. Benar saja, tubuh anaknya terasa sedikit hangat. “Ini pasti kebanyakan minum es, makanya demam. Cepat minum obat, jangan sampai sakit.” Ucap Utari. “Iya Bun,” jawab Rinjani. “Ayo Sayang keluar, biar Jani istirahat.” Abi membawa istrinya untuk keluar dari kamar Rinjani. “Nanti Bunda suruh mbok bawakan obat untuk Jani, setelah minum obat langsung tidur.” Ucap Utari sebelum keluar kamar. “Siap Bun…” *** Sampai di kamar, Utari menatap tajam kearah suaminya yang tengah duduk di tepi ranjang. Abi pura-pura tidak faham perihal tatapan istrinya, dia justru pura-pura ingin tidur siang. “Jawab jujur, apa yang Om sembunyikan dari Tari?” Utari langsung menodong pertanyaan pada suaminya. Abi yang sudah ingin merebahkan tubuhnya, tidak jadi. Dia kembali bangun. “Tidak ada yang saya sembunyikan Tari,” ucap Abi pelan. “Bohong. Jujur atau aku akan marah sama Om. Apa yang Om bicarakan sama Jani tadi??” tanya Utari lagi. Abi menghembuskan nafasnya dengan pelan. Tidak ada gunanya berbohong dengan perempuan di depannya itu, percuma. “Kenapa menghela nafas begitu, memangnya pertanyaan Tari beban untuk Om?” Utari semakin tajam menatap suaminya. “Jangan marah-marah, bunda cantiknya hilang kalau marah-marah begini.” Abi menarik istrinya untuk duduk di sisi ranjang. Agar lebih enak berbicara. “Sudah jangan mengalihkan pembicaraan. Cepat jawab jujur!!” “Ayah kasih izin Jani untuk menyusul Juna.” Ucap Abi langsung. “OMM!!!” teriak Utari dengan kesalnya. Dia sudah berdiri sambil berkacak pinggang di depan Abi. Abi hanya diam, bersiap mendengar ceramah istrinya. Abi hanya tua di usia tapi perihal mengomel Abi kalah jauh dari istrinya yang bahkan berumur jauh lebih muda itu. “Kenapa Om kasih izin Jani buat pergi. Jauh Om, nanti kalau kenapa-napa bagaimana? Tari tidak mau tau, Om bilang sama Jani izinnya batal.” Ucap Utari dengan tegas. Abi menarik pelan tangan istrinya yang tengah marah itu. Utari berkali-kali menepis tangan Abi yang ingin menarik tangannya. “Coba dengarkan dulu kalau suaminya mau bicara itu.” Utari langsung diam mendengar ucapan suaminya. Tubuhnya di tarik sampai duduk di atas pangkuan suaminya. “Tenang dulu jangan emosi, baru kita bicara.” Abi mengusap pelan punggung istrinya. Tangannya juga melepas jilbab yang di kenakan oleh Utari, meletakkannya di ujung ranjang. Cup … Abi mengecup pelan pipi utari untuk meredakan emosi istrinya itu. “Ayah tau rasanya rindu itu berat dan menyiksa. Ayah bisa merasakan rindunya Jani pada Juna. Biarkan Jani menyusul Juna, mungkin seminggu sudah kembali. Cuma dekat Sayang ke Yogya, bukan kebenua lain. Tidak papa dia pergi kali ini, sekalian liburan agar tidak suntuk hidupnya hanya berkutat dengan rumah sakit terus menerus,” Abi berusaha memberikan pengertian pada istrinya. “Tapi tetap saja Jani perginya sendiri. Aku khawatir Om,” rengek Utari pada Abi. "Percaya sama saya Tari, Jani akan baik-baik saja. Kamu sebagai bundanya juga harus selalu berdoa yang terbaik, jangan berburuk sangka terus. Apa yang kamu fikirkan, itu yang akan terjadi nanti." “Tapi…” Utari masih ingin protes. Namun di urungkannya. “Jani itu sudah dewasa. Bukan anak-anak lagi yang akan hilang kalau kamu lepaskan sendirian di mall. Mau sampai kapan di kurung seperti balita. Kamu baru mau di tinggal beberapa hari saja sudah heboh, terus bagaimana nanti kalau dia menikah terus pergi ikut suaminya.” “Ya jangan, Jani harus tetap sama kita…” Jawab Utari langsung. “Kalau Juna di tahan pergi itu masih boleh, sampai kapanpun Arjuna itu masih miliknya kamu. Tapi kalau Rinjani, dia perempuan suatu saat baktinya akan berpindah dia akan pergi mengikuti suaminya. Kamu harus latihan mulai sekarang, belajar hidup jauh dari Jani, biar nanti terbiasa.” Utari mendengarkan ucapan suaminya dengan seksama. Benar semua yang di katakan suaminya itu, tapi rasa-rasanya dia tetap tidak bisa membayangkan jika suatu saat akan hidup terpisah dari putrinya. “Jadi izinkan Jani pergi ya, cuma beberapa hari.” Utari tidak lagi protes, meski dengan tidak relanya dia tetap mengangguk mengizinkan. *** Malam harinya, Jani sedang bersiap-siap. Tidak banyak bawaannya, dia hanya membawa sedikit pakaian untuk pergi ke Yogya. Utari masuk kekamar putrinya itu, ingin melihat apa saja yang putrinya bawa. "Jani harus sering - sering telpon bunda nanti. Kalau perlu 10 menit sekali telpon bunda." Jani tersenyum menenangkan bundanya. Tentu saja dia tidak bisa memenuhi keinginan bundanya. Kalau dia bisa telpon bundanya 10 menit sekali lebih baik telpon Juna sekarang dari pada harus pergi menyusul kembarannya itu hanya untuk menuntaskan rindu. “Iya nanti Jani telpon. Bunda ini Jani cuma mau pergi beberapa hari bukan bertahun-tahun kok.” “Tetap saja akan pergi, lepas dari pandangan bunda. Pokoknya Jani harus pulang sehat wal afiat, tidak boleh kurang suatu apapun. Kalau perlu jangan sampai ada goresan sedikitpun di kulit Jani. Nanti bunda periksa pokoknya.” Rinjani hanya tersenyum mendengar pesan bundanya yang terlewat protektif itu. Tapi Jani tau alasan bundanya melakukan semua itu, karena semata-mata sangat menyayanginya. “Iya bunda sayang. Jani janji akan menjaga diri Jani baik-baik. Pulang utuh, sehat pokoknya.” “Yasudah setelah beres-beres langsung tidur. Ini sudah Bunda bawakan kotak obat buat berjaga-jaga jangan lupa di masukkan tas.” Utari memberikan kotak obat berukuran kecil kepada putrinya. Untuk berjaga-jaga jika di butuhkan. Rinjani pun mengambil kotak obat itu dan memasukkannya ke dalam tas. “Terimakasih bunda…” “Sama-sama cantik.” * * *
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD