BAB 3: MENYUSUL JUNA 2

1600 Words
S E L A M A T M E M B A C A * * * * Rinjani tersenyum saat kakinya sudah menginjak bumi Yogyakarta. Dia mengamati suasana bandara internasional Yogyakarta yang pagi itu sangat ramai. Banyak rombongan keluarga maupun individu berbondong-bondong masuk kedalam bandara. Ada juga yang naik atau bahkan turun dari Damri. Rinjani langsung bergegas mencari taksi yang akan mengantarnya kerumah singgahnya di Yogya. Rencananya nanti siang, setelah zuhur dia akan meminta paman Asep untuk mengantarnya ke lokasi desa tempat Juna bertugas. * * * Setelah menempuh perjalanan kurang lebih 1 jam dari bandara, akhirnya Rinjani sampai di sebuah rumah dengan halamananya yang luas. Rumah singgah yang menjadi tempat tinggal keluarganya setiap kali mereka berkunjung ke Yogja. Rumah itu juga, yang telah menjadi saksi bisu perjuangan bundanya dulu. Benar-benar rumah dengan banyaknya kenangan disana. Rinjani turun dari taksi setelah membayar ongkosnya. Dia melihat sepasang suami istri yang tengah sibuk merasa tanaman di halaman belakang. Dia adalah Paman Asep dan Bibi Sarni istrinya. "Assalamualaikum..." salam Rinjani. Sarni dan Asep yang melihat Rinjani datang langsung menghampiri anak majikannya itu. "Waalaikumsalam... " jawab Sarni dan Asep bersamaan. "Lhoo Mbak Jani ternyata. Kenapa datang tiba-tiba. Ini sendiri? Ayah bunda tidak ikut?" tanya Sarni. "Sendiri Bi," jawab Rinjani. Dia menyalami Sarni dan Asep dengan sopan. Meski hanya seorang pekerja, namun Asep adalah orang yang berjasa dulu saat bundanya mengandung dirinya dan abangnya. Makanya keluarganya sudah menganggap Asep dan Sarni seperti keluargamu sendiri sudah bukan pekerja lagi. "Kenapa tidak bilang sama Paman, kan bisa Paman jemput tadi di bandara." Kali ini giliran Asep yang bertanya. "Kan kejutan Paman. Hehehhe..." "Yasudah ayo masuk, simbok pasti senang lihat Mbak Jani datang." Sarni membawa Rinjani untuk masuk kedalam rumah. Menemui Mbok Kem. "Assalamualaikum Mbok..." salam Rinjani. Dia melihat wanita dengan usia senja itu tengah duduk di ruang tamu. Mata tuanya begitu berbinar melihat Rinjani datang. Meski hanya anak majikan, namun Mbok Kem sudah menganggapnya seperti cucunya sendiri. Karena memang Mbok Kem tidak memiliki keluarga, hingga usianya senja dia tetap mengabdi pada keluarga Abi. Sekarang Mbok Kem sudah tidak bekerja lagi, dia hanya diam menunggu rumah bersama Asep dan Sarni. "Kok datang tidak kabar-kabar Nduk?" tanya Mbok Kem. "Iya sengaja buat kejutan. Simbok sehat?" Rinjani langsung menyalami Mbok Kem. Perempuan yang sudah dia anggap seperti neneknya sendiri itu. "Ya sehat begini, namanya sudah tua. Ya biasa sakit-sakit tua." Jawab Mbok Kem pelan. "Iya memang sudah tua, makanya di jaga pola hidupnya. Jangan makan sembarangan, jangan capek-capek. Harus banyak istirahat." "Nggih Bu Dokter," Rinjani tertawa mendengar jawab Mbok Kem. "Tumben Bunda kasih izin pergi sendiri. Sampai kesini lagi?" "Iya padahal biasanya beli es krim ke depan saja tidak di izinkan. Kenapa ini bisa sampai di Yogya." Sarni datang membawa minuman dan camilan ringan untuk Rinjani. "Jani mau nyusul Bang Juna. Ini juga dapat izinnya karena maksa." "Lha Juna kenapa kok di susul? Masih di Gunungkidul to?" tanya Mbok Kem. "Jani Kangen. Masa tidak pulang-pulang, di telpon juga tidak bisa. Makanya mau Jani susul." Mbok Kem dan Sarni tidak lagi bertanya, mereka hanya mengobrol ringan terkait kegiatan masing-masing belakangan ini. Setelahnya Rinjani pamit untuk istirahat sebentar. * * * Arjuna menghentikan motornya di depan rumah. Dia melihat seorang laki-laki muda berpakaian keki keluar dari gedung kecil di seberang rumahnya. "Mau ada acara Pak Lurah?" tanya Arjuna pada sosok laki-laki muda di hadapannya. "Iya Dokter, katanya mau ada penyuluhan pertanian untuk warga dari program PKM mahasiswa makanya ini saya cek gedungnya. Layak atau tidak untuk rapat bersama." Jawab laki-laki yang di panggil Pak Luras barusan oleh Arjuna. Dia adalah Rama Ranajaya, biasa di panggil Rama. Kepala Desa baru di desa tempat Arjuna berdinas. Dia baru menjabat kurang lebih 1.5 tahun ini. Orang- orang biasanya memanggilnya Pak Lurah atau Pak Kades ada juga yang memanggilnya Mas Lurah. Karena memang usianya yang masih terbilang muda untuk sebuah jawaban penting di tingkat desa. "Mahasiswa mana Pak yang mau penyuluhan kesini?" tanya Arjuna lagi. "Mahasiswa dari Bandung, katanya mau membahas sistem pertanian di wilayah kars. Katanya lusa datangnya." Jawab Rama lagi. Arjuna pun mengangguk faham. Memang wilayahnya bertugas kali ini berada di wilayah perbukitan kars. Banyak lahan persawahan yang sulit di olah karena struktur batuannya yang tidak cocok di gunakan sebagai lahan persawahan basah. Menurutnya sosialisasi mahasiswa semacam ini memang di perlukan adanya untuk menambah pengetahuan masyarakat sekitar tentang pemanfaatan lahan agar lebih maksimal lagi. "Mampir dulu Pak Lurah, minum-minum teh sekalian ngobrol-ngobrol. Belum terlalu sore juga." Arjuna menghampirkan Rama kerumahnya. Mengobrol sebentar menurutmu tidak apa. Menjalin hubungan dan komunikasi itu penting apalagi dia pendatang di wilayah tersebut. "Boleh lah kalau tidak merepotkan," Rama menyambut dengan baik ajakan Arjuna. Arjuna membuatkan dua gelas teh untuk dirinya dan Rama serta kue kering yang tadi di belinya saat perjalanan pulang dari puskesmas. "Di minum Pak tehnya." "Terimakasih Mas Juna," ucap Rama. Arjuna duduk dan mulai meminum tehnya juga. Sambil mengamati lalu lalang orang lewat di depan rumahnya. Ada yang pulang dari sawah, ada juga yang pulang dari kerjanya. Pekerjaan warga di desa itu beragam, ada yang bertani ada yang menjadi guru, pedagang di pasar dan ada juga yang merantau. Meski di wilayah pelosok, namun desa yang dia tinggali saat ini termasuk maju dalam sistem peradaban. "Betah tinggal disini Mas?" tanya Rama tiba-tiba. "Alhamdulillah betah Pak, penduduknya ramah-ramah. Udaranya juga sejuk, makin betah disini." Jawab Arjuna dengan santai. "Padahal dokter-dokter muda sebelum Mas Juna ini tidak ada yang betah tinggal disini. Paling lama seminggu dua minggu sudah kembali lagi kekota. Selain Dokter Sur belum ada yang tinggal lama disini. Maklum kan desa Mas, akses ke kota juga lumayan jauh." Arjuna membenarkan ucapan Rama. Memang benar, untuk mereka yang terbiasa tinggal di kota dengan segala fasilitasnya pasti akan merasa kurang nyaman tinggal di desa dengan segala keterbatasannya. Bukan perkara ekonominya tapi tentu saja fasilitansya. Tidak ada Mall di sana, janganlah Mall swalayan saya sedikit jauh. Jika butuh uang mendadak ATM juga sedikit jauh. Hanya ada pasar tradisional di sana tempat para penduduk sekitar memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka. "Sudah dua bulan disini, tidak ada rencana mau pulang dulu. Siapa tau ada yang merindu di rumah." Arjuna tertawa pelan mendengar ucapan Rama. Siapa yang merindukannya kalau bukan Bunda dan Adiknya. "Ada bunda sama adik saya yang rindu pasti Pak," jawab Arjuna dengan santai. "Orang seperti Mas Juna pasti ada lah yang menunggu di telpon setiap malam. Menunggu di ajak keluar malam mingguan." Ucap Rama lagi. Arjuna semakin tertawa, jika maksud lari laki-laki di depannya itu adalah pacar atau istri. Sayang sekali, Arjuna belum memiliki seseorang yang selalu ingin di telpon setiap malam dan di ajak keluar untuk malam mingguan. Namun juga tidak bisa di katakan tidak ada, sudah ada satu nama yang berhasil singgah di hatinya namun sepertinya sangat sulit untuk di gapainya. Entahlah … "Pak lurah ini ada-ada saja. Saya masih sendiri, belum ada sisihannya." Jawab Arjuna dengan malu-malu. "Gadis-gadis di desa ini cantik-cantik lho Mas, mana tau ada yang cocok di bawa pulang sebagai menantu." "Saya tunggu Bu Lurah nya dulu di kenalkan sama kami kalau begitu." Kali ini ganti Rama yang tertawa menanggapi ucapan Arjuna. Di tengah-tengah obrolan mereka, sebuah mobil datang memasuki pekarangan. “Ada tamu Mas Juna?” tanya Pak Lurah saat melihat sebuah mobil berhenti di halaman rumah. Arjuna bingung, siapa yang datang. Tapi sepertinya dia kenal dengan mobil itu. "Abang Juna..." Arjuna semakin terkejut saat tau siapa yang datang. Adiknya, mau apa dia datang kemari. Arjuna langsung menyongsong kedatangan Rinjani. "Assalamualaikum Bang Juna." Rinjani langsung mencium tangan Abangnya itu. "Waalaikumsalam, Jani ngapain datang kesini. Sama siapa datangnya." Tanya Arjuna langsung. "Harusnya Jani di suruh duduk dulu, di kasih minum dulu. Bukan langsung ditanya kaya di usir begitu. Jani datang sama Paman Asep." Arjuna melihat Asep yang juga turun dari mobil. "Assalamualaikum Mas Juna." Asep menyalami Arjuna. "Wa'alaikum salam. Duduk Paman..." Arjuna mempersilahkan Asep untuk duduk. "Terimakasih Mas. Paman langsung pulang saja. Takut kemalaman nanti sampai rumah." "Lohh tidak istirahat dulu?" "Tidak usah Mas. Mbak Jani Paman pulang dulu. Nanti kalau mau di jemput telpon Paman ya." Pamit Asep sebelum pulang. "Iya Paman hati-hati." Setelah itu Asep langsung pulang. Arjuna membawa Rinjani untuk duduk di kursi yang tadi dia duduki. Di sana juga masih ada Pak Lurah yang sejak tadi melihat interaksi mereka. "Jani mau apa datang menyusul Abang?" tanya Arjuna. "Abang Jani telpon tidak bisa, tidak pulang-pulang juga. Jadi Jani susul kan Jani khawatir kalau kenapa-napa." Jawab Rinjani. "Ponsel Abang jatuh, jadi mati belum sempat di betulkan. Tumben bunda kasih izin Jani pergi, apalagi sendiri sampai kesini." "Dengan kekuasaan ayah, semua akan terjadi." Jawab Rinjani dengan senyum tanpa dosanya. "Lah, sampai lupa. Pak Lurah kenalkan, ini kembaran saya namanya Rinjani. Jani ini Pak Rama, lurah di desa ini." Arjuna mengenalkan adiknya pada Rama. "Saya Rinjani, adik kembarnya Bang Juna Pak." Rinjani mengulurkan tangannya pada Rama. Rama langsung menerima uluran tangan gadis di hadapannya itu. "Saya Rama, Lurah di desa ini." Jawab Rama dengan sopan. "Abang masuk dulu, Abang buatkan minum untuk Jani. Jani tunggu sebentar..." Jani mengangguk, membuat kan Arjuna masuk. Sedangkan dirinya tetap diam di tempatnya duduk. Rinjani melirik laki-laki di hadapannya. Entah hanya perasaannya saja atau memang benar laki-laki itu sejak tadi menatapnya. "Kenapa ya Pak?" tanya Rinjani pada akhirnya. "Cantik..." guman Rama pelan. "Maksudnya?" Rinjani mendengar jelas gumanan Rama. "Ehhh, itu namanya cantik. Rinjani, saya jadi teringat nama gunung ..." ucap Rama dengan sedikit gugup. Apa dia baru saja tertangkap basah mengagumi gadis yang baru dia temui. Rinjani yang mendengar ucapan Rama hanya diam, memilih tidak ambil pusing. "Ini di minum tehnya..." Arjuna sudah datang dengan membawa satu cangkir teh hangat. Lalu memberikannya pada Rinjani. "Terimakasih." ucap Rinjani, tak lupa dengan senyum cantiknya. "Sama-sama..." * * *
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD