4

1543 Words
Sial dua kali, saat Reza yang Bintang pikir akan dapat menemaninya menghadiri pesta pernikahan Rosse, justru menolak karena sudah lebih dulu membuat janji untuk menemani Kakak perempuannya. Padahal Bintang sampai sudah memohon, meminta agar pria gondrong itu meluangkan waktu sebentar saja untuk sekedar setor muka kemudian pulang. Namun Reza kekeuh menolak dengan alasan bahwa dia masih sangat menyayangi nyawanya. Karena jika dia terlambat menemani kakaknya atau bahkan sampai membatalkan janji dengan kakaknya, bisa dipastikan nyawanya yang hanya tinggal satu itu akan langsung melayang. Dengan alasan konyol itu Bintang akhirnya tidak bisa lagi membantah, karena dia juga mengenal bagaimana Kakak pertama Reza jika sedang marah. Kini, tinggallah Bintang seorang diri datang ke pesta pernikahan wanita yang pernah dijodohkan dengannya itu. Dia membenarkan letak jas yang dia pakai, kemudian mendongak untuk melihat apakah rambutnya masih rapi atau tidak. Walaupun dulu dia menolak Rose dengan alasan bahwa dirinya menyukai lelaki dan bukan wanita, namun dia tetap harus tampil tampan dan memukau agar bisa menyelamatkan harga dirinya itu. Menarik napas pelan dan kemudian menghembuskan nya, Bintang akhirnya membuka pintu mobil dan turun dari sana. Kepalanya celingukan, memperhatikan banyaknya tamu undangan yang datang bersama dengan pasangan mereka atau rombongan bersama dengan teman-temannya yang lain. Sepertinya hanya Bintang saja yang datang dengan membawa dirinya sendiri. Ah, masa bodo! Toh dia tidak akan lama. Dia hanya akan datang, bersalaman dengan pengantin kemudian pulang. Berjalan dengan percaya diri sambil membawa selembar undangan yang dia dapatkan dari istri papanya, Bintang masuk dan berbaur bersama dengan para tamu undangan yang lain. Suasana di dalam gedung tampak ramai. Tidak disangka wanita manja yang tidak bisa melakukan apapun sendiri itu akhirnya menikah dan mendapatkan pernikahan yang bisa dibilang cukup mewah dengan menyewa hotel berbintang lima, tempat yang biasa digunakan oleh para artis Ibu Kota. Bintang melempar pandangan jauh ke depan, begitu banyak tamu yang mengantre untuk bersalaman dengan pengantin sehingga dia lebih memilih untuk mengambil makanan di meja prasmanan lebih dulu. Senyumnya tersungging menemukan bakso yang ada di salah satu deretan makanan yang tersedia. Sebagai catatan, bakso adalah makanan yang paling dia suka sepanjang hidupnya. Maka tidak berlama-lama, dia langsung mengambil mangkuk sekali pakai yang ada di sana dan menuangkan beberapa butir bakso beserta kuah dan sambal. Lalu menyingkir, mencari tempat yang nyaman untuk dia menyantap bakso miliknya itu. Just a little change Small to say the least Both a little scared Neither one prepared Beauty and the Beast Kening Bintang langsung berkerut dalam mendengar lirik lagu yang dia kenali sebagai salah satu soundtrack film disney. Orang gila mana yang menyanyikan Beauty and the Beast di hari pernikahan orang lain? Terbawa rasa penasaran dalam dirinya, dia mendongak. Bahkan sampai mengangkat tinggi lehernya untuk dapat melihat siapa gerangan yang berdiri di atas panggung dan menyanyikan lagu itu. Anehnya, semua orang yang mendengar tidak tampak terganggu dan malah menikmati setiap lirik yang memang dinyanyikan dengan suara yang enak didengar itu. Mereka bahkan tertawa-tawa, begitu juga dengan pasangan pengantin yang berdiri di atas pelaminan sambil menatap ke arah panggung. Hal itu membuat Bintang semakin penasaran saja. Maka dia putuskan untuk berjalan mendekat, lebih dekat ke arah panggung untuk mendapatkan lebih jelas siapa perempuan yang menyanyikan lagu itu. Namun semakin dekat langkahnya, dia justru dibuat membeku dengan penampakan seseorang yang selama tujuh belas tahun ini tidak berhasil dia lupakan. Wanita yang kini tengah mengenakan gaun selutut berwarna pastel dan menyanyi dengan ringan disaksikan oleh banyaknya orang yang tertawa-tawa melihatnya. "Gaesha.." gumamnya. Tanpa sadar, kakinya sudah berjalan cepat mendekati panggung dan tiba-tiba saja sudah menarik tangan wanita itu turun hingga menciptakan sedikit kegaduhan. Gadis yang ia yakini sebagai Gaesha itu terkejut, membulatkan matanya dan tanpa mengatakan apapun lagi, langsung menepis pegangan Bintang pada tangannya dan kemudian berlari. Dari tingkahnya itu, Bintang langsung dapat menarik kesimpulan bahwa Gaesha sama seperti dirinya. Gadis itu juga mengenali Bintang. Namun yang Bintang bingung adalah, mengapa Gaesha justru melarikan diri? * Gadis itu hampir terjatuh ke aspal saat salah satu sepatu hak tinggi yang dia kenakan terlepas ketika dirinya berlari. Wajahnya meringis, menahan rasa perih di tumitnya yang terluka, lekas dia melepaskan sepatu itu dan memilih bertelanjang kaki sambil celingukan mencari taksi. Sial baginya, karena dia melarikan diri dan tidak sadar berlari sampai sejauh ini, dia sampai lupa bahwa seharusnya dia pulang menggunakan bus umum yang harga tiket naiknya murah meriah. Sekarang mau tidak mau, dirinya harus naik taksi yang argo sekali naiknya bisa dia gunakan untuk biaya makan selama satu minggu di warteg langganan nya. Tapi saat ini bukan lah saatnya untuk menyesal, karena dirinya harus lari sejauh mungkin agar tidak ditemukan lagi orang itu. Orang itu... Menunduk, wajahnya terlihat sedih ketika mengingat bagaimana terkejutnya pria itu saat bertatapan dengannya. Gaesha tidak akan pernah lupa wajah tampan itu. Wajah pria yang dulu begitu berharga baginya. Namanya Bintang, Gaesha jelas sangat ingat. Karena selain dirinya, pria itu juga berasal dari panti asuhan dimana dulu dia tinggal. Puluhan tahun tidak bertemu, Gaesha kira dia akan melupakan wajah anak kecil yang selalu terlihat angkuh dan galak itu. Tapi ternyata tidak. Hanya dengan sekali lihat dan sekali pertemuan saja, dia bisa langsung mengenali dengan baik wajah Bintang yang tampak sama dengannya. "Eca!" Gaesha berbalik badan, matanya mencari-cari siapa yang baru saja memanggil dengan nama panggilannya itu. Senyumnya kemudian terbit saat mendapati seorang gadis dengan potongan rambut sebahu, berlari tergopoh menyongsong dirinya. "Didi, ternyata kamu nyusulin aku," ujarnya sambil cengengesan. Gadis yang dipanggil Didi itu berdecak. "Lo ngapain sih langsung lari kayak habis lihat hantu gitu? Gue sampe ngos-ngosan tahu ngejar lo," rutuknya kesal. Gaesha hanya menyengir lebar, dengan satu tangan yang tidak memegangi sepatu, dia mengalungkan lengannya di lengan Didi. "Ada situasi yang urgent banget. Kalau aku enggak cepat-cepat pergi, aku bakalan ditangkap terus dilaporin polisi," katanya asal. Didi langsung berhenti melangkah, dia berbalik arah menatap ke arah Gaesha dengan mata membulat lebar. "Lo habis nipu orang? Lo habis narik orang ke investasi ilegal? Lo main trading-tradingan?" tebaknya panik. Melihat Didi yang menganggap serius ucapannya membuat Gaesha tidak kuasa menahan tawa. Dia bahkan sampai memukul-mukul pundak Didi hingga temannya itu protes keras atas aksinya. "Enggak gitu," balasnya. Gaesha lalu menyandarkan kepalanya pada Didi. "Omong-omong, ini kamu ngejar aku karena kamu mau nganter aku pulang kan?" tanyanya. Didi berdecak, dengan tatapan malas dia mengangguk kan kepalanya. "Gue tahu lo adalah orang paling pelit yang ada di dunia ini. Jadi pasti lo bakalan enggak bisa tidur tenang selama satu minggu kalau sampai lo naik taksi malam ini." Gaesha tertawa mendengar ucapan Didi. Didi adalah teman yang dia kenal secara tidak sengaja dari salah satu sosial media. Awalnya Gaesha berniat menjual salah satu kamera kesayangannya di grup jual beli. Dan ternyata Didi atau bisa dikenal juga dengan nama Radin itu, yang tertarik dengan barang yang Gaesha jual. Ajaibnya setelah melakukan transaksi Cash on delivery dengan Didi, Gaesha secara alami masih sering bertukar pesan karena Didi yang membeli kamera miliknya ternyata gaptek alias gagap teknologi sehingga Gaesha harus mengajarinya selama beberapa waktu dan tanpa sadar membuat mereka menjadi dekat satu sama lain. Hubungan yang tercipta secara kebetulan itu, bertahan sampai saat ini. "Kebutuhan aku kan ada banyak. Aku sebenarnya lebih milih pulang jalan.kaki sih daripada harus buang uang buat bayar taksi. Cuma logikanya, aku bisa langsung lumpuh kalau maksain jalan kaki dari sini ke kontrakan. Sedih kan?" Dengan sekuat tenaga, Didi menoyor kepala Gaesha. "Enggak usah lebay! Ayo, buruan! Gara-gara ngejar lo, gue jadi lupa bawa mobil gue. Sekarang kita harus balik lagi ke hotel buat ngambil mobil," gerutu Didi. Dia langsung menarik tangan Gaesha, berbalik arah dari arah sebelumnya untuk kembali ke hotel. Hingga tiba di lobi hotel, Didi meminta agar Gaesha menunggu sebentar sementara dirinya mengambil mobil yang terparkir di basement. Namun Gaesha menolak, dia khawatir akan kembali bertemu dengan Bintang jika dirinya menunggu tepat di depan hotel, maka walaupun kakinya terasa pegal dan juga perih karena berjalan tanpa alas kaki sejak tadi, namun dia masih bertahan dengan mengikuti langkah Didi hingga mencapai basement. "Dasar badung! Harusnya lo tunggu di depan aja, ngapain sih pakai ikut segala? Kaki lo tuh, lihatin!" geram Didi pada Gaesha. Namun Gaesha hanya menyengir, segera masuk ke dalam mobil milik Didi saat temannya itu menekan kunci hingga mobil berbunyi. "Kan aku udah bilang, aku lagi dikejar-kejar orang. Kalau aku nunggu di depan sana, kemungkinan buat ketemu sama orang itu lagi tuh besar. Aku enggak mau ambil resiko ah," ujarnya bergidik ngeri. Didi duduk di balik kemudi, keningnya berkerut samar mendengar ucapan Gaesha. "Beneran lagi dikejar? Sama siapa? Sama cowok ganteng yang tadi narik lo? Dia siapa sih?" Mendapatkan pertanyaan seperti itu dari Didi, Gaesha terdiam. Dia menunduk dengan senyum tipis di wajahnya. Harus dia sebut apa Bintang setelah sekian lama? Dulu pria itu adalah temannya, namun sekarang sepertinya sudah bukan karena waktu sudah berlalu lebih dari sepuluh tahun dan mereka sama sekali tidak pernah lagi bertukar kabar. "Kenalan aku yang dulu. Mungkin aku enggak ingat kalau aku punya utang sama dia makanya tadi dia langsung narik aku buat nagih utang. Tapi karena aku belum punya uang buat bayar, makanya aku lebih milih lari. Nanti, kalau aku udah punya kerjaan dan udah dapat gaji, baru deh aku yang cari dia buat bayar," terang Gaesha ngaco. Dia cengengesan, memalingkan wajah keluar jendela saat mobil mulai berjalan. Dia berharap untuk kali ini saja Didi menjadi bodoh sehingga gadis itu langsung akan mempercayai apa yang dia ceritakan. Semoga. __
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD