Esok harinya..
Bintang menolak ikut dalam basa-basi keluarga seperti yang terjadi sehari sebelumnya. Maka dia nekat bangun sangat pagi demi bisa menghindari bertemu dengan Ayah dan istri Ayahnya di jam sarapan pagi.
Pukul enam pagi, dia sudah berhasil keluar dari rumah. Mengendarai mobil dengan pelan menuju kantor. Karena faktanya, jarak antara rumahnya dengan kantor benar-benar dekat.
Untungnya di jalan, Bintang kemudian menemukan penjual bubur yang bisa dia singgahi dulu. Segera dia menghentikan mobil miliknya di pinggir jalan, melangkah mendekati gerobak bubur yang tampak ramai.
"Pak, mau buburnya satu. Jangan pakai sambal sama daun bawang," pesan Bintang.
Ketika si Bapak penjual bubur mengangguk, Bintang langsung membalik langkah dan mencari kursi yang bisa dia duduki.
Celingukan sambil menunggu pesanan buburnya jadi, Bintang membulatkan mata saat melihat gadis yang dia kenali tengah memasukan sesuatu ke dalam tas dan kemudian buru-buru naik ke atas bus yang melintas.
Sama seperti tadi malam, Bintang bergerak reflek bangun dari duduknya dan hendak berlari mengejar bus yang bahkan sudah melaju kencang. Untungnya si bapak penjual bubur menjadi penyelamat dari kegilaannya kali ini.
"Mas, buburnya sudah jadi. Kok malah mau pergi?"
Salah tingkah ditegur oleh penjual bubur, Bintang akhirnya kembali duduk dengan tenang di kursi yang nyaris dia tinggalkan beberapa saat yang lalu. Tangannya memangku mangkuk bubur, namun pikirannya melalang buana kepada si gadis yang entah sudah sampai mana dibawa oleh bus tadi.
Heran. Dunia seperti sedang mengerjai nya. Belasan tahun dia mencari sosok itu kemana-mana, namun tidak pernah menemukan hasil sama sekali.
Kini sekali bertemu, dunia seakan hanya ada mereka berdua saja. Dua kali Bintang bertemu dengan Gaesha secara cuma-cuma walaupun semuanya tidak ada yang sesuai dengan harapannya.
Bintang hanya ingin bertanya, kemana gadis itu selama ini? Kenapa dia mengingkari janji untuk bertemu walaupun Gaesha sudah diadopsi? Dan apa alasan gadis itu tiba-tiba saja muncul saat ini.
Oh iya! Sejak tadi Bintang bahkan dengan percaya diri mengatakan gadis gadis, padahal dia sendiri tidak tahu apakah Gaesha masih seorang gadis atau malah sudah menikah.
Tersentak oleh pikirannya sendiri, Bintang merinding membayangkan sosok Gaesha yang sudah menikah.
"Buburnya kalau dingin jadi kurang enak loh, Mas. Kata orang tua, kalau makan enggak boleh sambil ngelamun."
Bintang terkejut saat ternyata si penjual bubur sudah duduk tepat di sampingnya. Padahal beberapa saat lalu masih banyak pembeli yang antre untuk dilayani, mengapa sekarang di Abang malah sudah duduk santai dan mengomentari lamunannya?
"Yang tadi pada mau beli, orangnya pada kemana, Pak?" tanya Bintang.
Tangannya mengaduk bubur yang ada di mangkuk, kemudian mengambil sesuap dengan sendok sebelum kemudian dimasukan ke dalam mulut.
"Ya sudah pada pergi. Wong dari tadi saya sudah layanin mereka loh. Mas nya enggak sadar karena dari tadi ngelamun, tuh buburnya aja keliatannya jadi dingin. Mau saya ganti yang baru?"
Bintang tersenyum malu karena nyatanya bubur miliknya memang sudah dingin. Masih untung tertolong dengan rasanya yang lumayan enak, pas dengan lidah Bintang.
"Enggak usah, Pak. Saya juga sebenarnya buru-buru mau ke kantor," tolaknya halus.
"Buru-buru tapi tadi sempat-sempatnya ngelamun. Yowis, dihabiskan dulu buburnya, Mas."
Setelah itu, si Abang penjual bubur bangun dari duduknya saat ada pembeli datang. Sedangkan Bintang dengan sekuat tenaga berusaha menghabiskan bubur miliknya itu karena waktu masuk kantor sudah akan datang sebentar lagi.
Ketika di mangkuk hanya tersisa beberapa butir bubur yang sudah tidak ada bentuknya, Bintang segera bangun dan mengeluarkan sejumlah uang pas untuk membayar pesanan buburnya tadi.
"Makasih ya, Pak. Buburnya enak," ujar Bintang yang membuat penjual bubur tertawa kegirangan.
Bergegas dia masuk kembali ke dalam mobil, menyalakan mesin dan menancap gas ke kantornya.
Hanya butuh waktu sepuluh menit dan Bintang berhasil memarkirkan mobilnya di parkiran khusus petinggi Perusahaan. Dia melirik sekilas pada Range rover yang terparkir dekat dengan mobilnya.
Senyumnya menyeringai mengetahui bahwa Ayahnya sudah lebih dulu sampai di kantor.
Enggak main keluarga-keluargaan lagi rupanya? ejek Bintang dalam hati.
Dia berlari kecil menghampiri lift yang akan langsung membawanya ke ruangannya sendiri.
Sebelum mencapai pintu kantornya, dia mengeluarkan ponsel dan menghubungi seseorang.
"Gue butuh bantuan dari lo nih. Jam makan siang, bisa ketemuan di kafe deket kantor gue enggak?" tanyanya pada seseorang yang dengan cepat menerima panggilannya.
"Oke, sip. Gue tunggu ya!"
Setelah itu sambungan langsung terputus dan Bintang bergegas masuk ke dalam ruangan kerjanya sendiri, sebelum tim sidak a.k.a Ayahnya dengan iseng datang dan memeriksa apakah Bintang sudah ada di kantor atau belum.
*
"Ruang wawancara nya dimana ya?"
Gaesha tersenyum ramah pada seorang wanita bertubuh tinggi yang dia temui. Dia sedang akan melamar pekerjaan dan akan melalui proses wawancara. Namun sudah berputar-putar sejak tadi, dia masih belum menemukannya.
"Oh, sebelah sana," tunjuk wanita yang tadi dia tanyain. Nada bicaranya tampak tidak ramah hingga membuat Gaesha terkejut.
"Di sana ya?" tanya Gaesha memastikan. Dia mengangguk, "Terimakasih," ucapnya.
Wanita tadi tidak membalas, langsung berbalik badan dan meninggalkan Gaesha yang menggerutu karena kesal dengan sikap tidak ramah yang ditunjukkan oleh karyawan tadi.
"Lihat aja nanti! Kalau aku udah keterima kerja disini, aku enggak mau deh kenal sama orang kayak gitu," gumamnya lirih.
Ia lalu berjalan ke arah yang ditunjuk oleh wanita tadi. Terlihat ada beberapa orang berpakaian hitam dan putih yang tampaknya sama seperti dirinya, Sama-sama hendak melakukan wawancara.
Gaesha dengan sopan menganggukkan kepalanya, menyapa setiap orang yang ada di sana sebelum kemudian duduk di bangku yang kosong.
Dia menarik napas pelan, di benaknya terus menghafal jawaban yang sekiranya dia butuhkan saat di dalam sana.
Ketika di dalam ruangan keluar satu orang, maka kemudian masuk satu orang lainnya. Begitu seterusnya hingga tiba saatnya Gaesha yang masuk.
Kembali dia menarik napas lalu menghembuskan nya perlahan. Kakinya melangkah masuk ke dalam ruangan setelah mengetuk pintu dan dipersilahkan masuk.
Dia memberi salam pada tiga penguji yang ada di dalam menggunakan dua bahasa. Senyum Gaesha terbit saat melihat tatapan takjub dari para penguji ketika mendengar Gaesha yang begitu fasih menggunakan bahasa Inggris.
Dengan percaya diri, dia mengambil duduk di kursi yang disediakan.
Pertanyaan dari yang umum hingga ke yang lebih spesifik tentang pekerjaaan bisa dijawab dengan mudah oleh Gaesha. Bahkan salah satu penguji sengaja mengetes nya dengan melemparkan pertanyaan menggunakan bahasa Inggris, yang langsung dijawab dengan mudah oleh Gaesha.
"Baik, kalau begitu sesi wawancara nya selesai ya. Silahkan tunggu kabar nya lewat email. Kami akan mengirimkan jawabannya ke email yang sudah anda cantumkan di CV."
Gaesha mengangguk. Dia memberi salam kepada para penguji terkahir kali sebelum keluar dari ruangan itu.
Menahan senyum senang yang sejak tadi dia tahan, Gaesha bahkan sampai melompat kegirangan dan meninju udara. Dia sangat yakin jika kali ini dirinya akan berhasil lolos wawancara. Karena dalam hidupnya, Satu-satunya yang dia syukuri dari pengamannya yang pernah diadopsi adalah mendapatkan pendidikan yang bagus dan dapat menunjang kualifikasinya sendiri.
Dia melihat jam tangan yang melingkar di tangannya. Masih pukul setengah dua belas siang. Itu artinya sebentar lagi kantor akan ramai karena para karyawan akan beristirahat.
Gaesha berpikir sejenak. Jika dia makan di kantin kantor ini, itu bagus agar nantinya saat dia diterima dirinya tidak akan sulit lagi mencari letak kantin. Namun jika dia melakukannya sekarang, dia merasa canggung karena dia belum menjadi karyawan di sini.
Maka pada akhirnya Gaesha memutuskan untuk mencari tempat makan yang dekat dari kantor ini saja. Tentunya yang murah yang harganya masih bisa terjangkau oleh kantong pengangguran seperti dirinya.
Dia menyusuri lobi setelah turun menggunakan lift. sesekali matanya memandang ke sana kemari, merekam dengan benar seluk beluk kantor yang kemungkinan akan menjadi tempat bekerjanya nanti.
Entah kenapa dirinya sangat percaya diri bisa bekerja disini.
Sampai di depan kantor, langkah Gaesha terhenti saat ponsel yang ada di sakunya bergetar. Dia mengeluarkan ponselnya, lalu membeku melihat deretan nomor yang tidak dia kenali.
Segera dia mematikan motornya. Bukan hanya mematikan panggilan, namun Gaesha langsung menekan tombol off dan menyebabkan ponselnya mati padam.
Lalu dia bergegas menyeberang jalan, mencari rumah makan yang sekiranya bisa muat dengan kantung nya. Persediaan uang yang dia miliki hanya tinggal sedikit saja. Tidak banyak yang dia punya setelah dia gunakan untuk membayar biaya kontrakan dan juga membeli perabotan seperlunya.
Untung saja selama ini Didi dengan baik hati menolongnya. Gadis itu sangat royal hingga tidak pernah berpikir panjang setiap kali Gaesha meminjam uang untuk keperluannya sendiri.
Ah mengingat gadis itu, Gaesha jadi sangat ingin menghubungi nya untuk mengajak makan siang. Tentu saja modusnya agar dia ditraktir makan oleh gadis itu.
Namun kemudian dia ingat bahwa ponselnya baru saja dimatikan dan butuh waktu beberapa menit untuk mengaktifkan nya kembali. Memikirkan nya saja sudah malas sehingga akhirnya Gaesha mengurungkan niatnya itu.
Dia celingukan mencari rumah makan dan berhasil menemukan tulisan "Masakan Padang serba 12ribu." Kalimat yang entah mengapa membuat Gaesha senang hanya dengan membacanya.
Lekas dia berlari kecil, memasuki rumah makan yang tidak terlalu besar namun padat dengan pembeli itu. Dia menghampiri penjual yang sedang melayani pembeli lain, menunggu giliran hingga tiba waktu bagi dirinya untuk memesan.
Sepertinya dia memang sedang beruntung karena bisa menemukan rumah makan padang serba dua belas ribu di dekat perkantoran yang kebanyakan diisi dengan berbagai restoran mewah. Dengan keberuntungan kecil ini pun, Gaesha jadi berpikir bahwa kemungkinan jodohnya memang bekerja di kantor tadi.
Karena dengan begitu dia bisa menikmati nasi padang ini hampir setiap hari selama dia belum menerima gajinya.
Wah! Gaesha benar-benar tidak sabar menantikan nya.
__