03. Lost

1447 Words
Sinar matahari masuk lewat celah-celah tirai jendela kamar yang tidak tertutup sempurna. Seorang laki-laki dan Perempuan tengah tidur pulas di ranjang dan selimut yang sama. Mereka adalah Claretta dan Axelino. "Ngghh." Claretta mengerang pelan lalu kelopak matanya terbuka. Gadis itu mengubah posisi tidurnya menjadi duduk, sejenak ia tertegun saat merasakan udara yang dingin menusuk kulitnya. Matanya terbelalak kaget melihat tubuhnya yang polos, ia mengedarkan pandangannya ke penjuru kamar yang tak dikenalnya. Matanya terkunci pada satu sosok pria yang masih tidur di sampingnya. Rahang gadis itu mengeras, tangannya terkepal kuat saat kepingan memori kejadian beberapa jam yang lalu terputar kembali di benaknya. Pria yang ditolongnya kemarin, sudah memerkosa dirinya! Benar-benar pria berengsek! Claretta berdiri dan berjalan memungut pakaiannya dengan langkah yang tertatih-tatih. Ia memakai kembali bajunya sudah lusuh. Tapi tidak mempermasalahkan pakaiannya yang lusuh, asalkan tubuhnya sekarang tertutupi. Setelah memakai kembali pakaiannya, Claretta mendekat ke ranjang dan menatap benci pada pria yang masih tertidur pulas di ranjang besar ini. Tangannya kembali terkepal kuat melihat darah yang mengering di sprei tempat tidur. Ia mengambil bantal dan hendak menutup kepala pria itu dengan menggunakan bantal. Tangannya sudah berada di atas, bersiap menurunkan bantal itu dan menekan kepala pria itu, membuatnya sulit bernapas. Namun pergerakan Claretta terhenti saat satu bisikan teguran muncul di hatinya. Dia memang berengsek dan kurang ajar, tapi tidak sepantasnya kamu mengotori tanganmu sendiri Cla. Jangan sampai membunuh orang! ㅡbatinnya mengingatkan. Tubuh Claretta luruh dengan airmatanya jatuh, ia menangis, menangis sesegukan meratapi nasibnya yang begitu sial. Demi apa apapun, kini dirinya telah hancur. Dihancurkan oleh pria yang ia tolong. Claretta menyesal telah membantu pria kurang ajar ini. Suara tangisan Claretta mengganggu tidur nyenyak Axelino, kelopak mata pria itu perlahan terbuka dan menampilkan mata biru lautnya yang indah. Mata biru itu mengerjap beberapa kali, kepalanya langsung menoleh ke sumber suara. Suara tangisan wanita asing. "Siapa kamu?" Axelino bertanya dengan nada dingin dan datar. Matanya menatap tajam gadis asing yang tengah duduk menangis di depannya. Tangisan Claretta berhenti, ia mendongak menatap Axelino yang sudah bangun. Mata sembabnya menatap benci ke arah Axelino. Axelino berniat berdiri, tapi pergerakannya tertahan saat menyadari dirinya tidak memakai sehelai benang pun. Matanya terbelalak kaget melihat noda merah yang seperti darah di sprei putihnya. Ia menatap gadis yang menangis tadi dengan tatapan horor. Apakah ia melakukan yang tidak-tidak pada gadis itu? "Apakah kita melakukan itu?" tanya Axelino panik. Wajah datarnya hilang berganti dengan wajah panik. Claretta menghapus kasar airmata di pipinya. Ia menatap Axelino masih dengan tatapan benci, gadis itu lalu berdiri dan berniat berjalan keluar. "Hei, tunggu!" seru Axelino. Ia mengambil boxernya yang tergelatak di lantai dan langsung memakainya lalu mengejar Claretta. Axelino menahan tangan gadis yang tidak dikenalnya itu, ia menatap gadis itu dengan tatapan menuntut penjelasan. "Jelaskan!" titah Axelino dengan menuntut. Plak! Claretta menampar pipi kanan Axelino. "Ini untuk kamu yang sudah merusakku!" Plak! Sekali lagi Claretta menampar pipi Axelino di sebelah kiri. "Dasar pria berengsek!" makinya. Setelah itu Claretta berlari kecil keluar dari apartemen pria berengsek bernama Axelino itu. Rahang Axelino mengeras, baru pertama kali ia ditampar seperti ini. Terlebih pelakunya adalah seorang gadis. Ah, dia sudah tidak gadis lagi. Pria itu berjalan masuk ke kamar dan mengambil kaosnya lalu pergi keluar menyusul wanita itu. Ia harap wanita itu belum pergi jauh dari sini. "Apa kamu melihat wanita berbaju kemeja kotak-kotak berwarna hitam putih di sekitar sini?" tanya Axelino pada satpam apartemen yang kebetulan sudah berjaga di depan pintu. Satpam itu mengangguk. "Tadi dia lewat di sini Tuan Maxwell, ada apa? Apa gadis itu mencuri sesuatu dari anda, Tuan?" Axelino menggeleng, ia berlalu pergi. Tujuannya sekarang adalah ruangan keamanan, di mana tempat terhubungnya cctv seluruh apartemen ini. Satpam yang berdiri di depan pintu tadi pun ikut berjalan mengekori Axelino dari belakang. "Liam, periksa seluruh cctv di lobby dan lantai enam," titah Axelino pada Liam. Pimpinan yang memimpin ruangan kendali ini. Mudah bagi Axelino keluar masuk ruangan ini dan juga menyuruh beberapa orang di sini. Karena apartemen ini salah satu apartemen atas nama perusahaannya, yang artinya adalah miliknya. Liam mengangguk. "Baik, Tuan." Dengan gesit Liam memeriksa seluruh cctv di lobby dan lantai enam seperti perintah Axelino. "Berhenti!" seru Axelino. "Zoom gambar wanita itu," titah Axelino. Liam menurut ia memperbesar gambar yang menunjukkan seorang wanita dengan kemeja kotak-kotak berwarna hitam merah. "Cari data wanita itu dan berikan pada Adam. Jam sebelas nanti harus sudah ada padaku," titah Axelino. Liam mengangguk patuh. "Baik, Tuan." Axelino melangkah keluar dari ruangan itu dan menuju apartementnya. Ia harus meluruskan masalah ini. Axelino membersihkan dirinya terlebih dahulu lalu kembali ke kantor seperti biasanya, informasi tentang gadis itu akan ia tunggu di meja kantornya. *** "Ya tuhan, kamu dari mana saja, Cla? Kenapa tadi malam tidak pulang? Dan kenapa pakaianmu sangat berantakan?!" Sania memberondongi Claretta dengan banyak pertanyaan. Sania tidak bisa menyembunyikan kekhawatirannya pada Claretta yang baru saja pulang pukul sembilan pagi. Habis dari mana saja sahabatnya ini? "Aku sangat lelah, nanti saja bicaranya," gumam Claretta pelan. Ia langsung berlalu pergi dan masuk ke dalam kamarnya tidak lupa ia mengunci pintu. Claretta menghempaskan tubuhnya di ranjang dan membenamkan wajahnya di bantal, ia menangis sejadi-jadinya. Entah kenapa ia merasa sangat sedih atas kejadian tadi malam. Suara tangisannya ia redam di bantal agar Sania tidak mendengarnya. Tok... Tok... Tok... "Cla, buka pintunya? Ada apa denganmu? Ayolah cerita!" Sania terus mengetuk pintu kamar Claretta dengan tidak sabaran. "P-pergilah, San, kembali pada keluargamu," usir Claretta, mencoba menormalkan suaranya yang sedikit bergetar. "Aku tidak akan kembali sebelum kamu cerita padaku!" keukuh Sania keras kepala. Ia kembali mengetuk-ngetuk pintu, membuat Claretta yang berada di dalam semakin kesal. "BISA KAMU PERGI? AKU TIDAK INGIN DIGANGGU, SAN!" bentak Claretta emosi. Hening. Lalu derap suara langkah kaki menjauh terdengar di telinga Claretta, menandakan Sania telah pergi. Sejenak Claretta merasa bersalah pada Sania, ia sudah membentak sahabatnya itu. Tidak pernah sekalipun ia menggunakan nada tinggi pada Sania, tapi sekarang, ia berani menggunakan nada tinggi itu. Claretta mengacak rambutnya frustrasi. Dirinya benar-benar kacau. Drrttt... Drrttt... Satu pesan Line muncul dari ponsel Claretta. Claretta merogoh saku celananya dan mengambil ponselnya. Sania Lova. Aku akan menunggumu bercerita, tenangkanlah dirimu dulu, Cla. With love, ur bestie Satu pesan dari Sania itu membuatnya kembali menangis. Lihatlah, Sania begitu baik padanya. Ia sudah membentak Sania, tapi sahabatnya itu tetap setia padanya dan menunggu dirinya. Claretta. Aku akan bercerita, nanti. Claretta mematikan ponselnya setelah membalas pesan dari Sania. *** "Apa kamu sudah mendapatkan informasi gadis itu?" tanya Axelino tidak sabaran. Adam baru saja masuk ke dalam ruangannya dan ia langsung bertanya pada sekretaris nya itu. Tidak sabaran. Adam mengangguk. "Sudah, Tuan. Awalnya saya sedikit sulit mencari informasinya karena foto di cctv kurang jelas. Tapi saya berhasil mengumpulkan seluruh data-data gadis itu, Tuan." Axelino mengangguk paham. "Mana datanya?" Adam menyerahkan satu map tebal berwarna merah pada Axelino. Axelino langsung membuka map itu dan membaca data diri gadis yang ia tiduri kemarin. Claretta Rinjani. 21 tahun. Putri dari pasangan Stevan Clark san Carissa Rinjani. Hidup seorang diri karena Stevan dan Carissa yang sudah tiada akibat kecelakaan mobil dua tahun lalu. Claretta tinggal di sebuah flat kecil, bernama The Karnina apartement. Axelino terus membaca riwayat hidup gadis bernama Claretta ini, sampai akhirnya ia tiba di halaman terakhir map yang berisikan banyak foto gadis itu. Dua kata untuk Claretta, cantik dan manis. Ya, dia gadis yang cantik dan manis di mata Axelino. Hidungnya yang mancung dan matanya yang sangat indah membuat siapapun dapat tenggelam dalam tatapannya. Seperkian detik ia baru sadar, gadis itu adalah gadis di cafe waktu itu. Yang tidak sengaja menumpahkan minuman ke jasnya. Sial! Kenapa tadi malam ia malah berpikir gadis ini adalah Irene?! Alkohol sialan! Axelino menggeleng-gelengkan kepalanya tanpa sadar, dan gerakan itu disadari oleh sekretarisnya Adam. Dahi Adam mengernyit heran melihat Bosnya menggeleng-gelengkan kepalanya menatap foto gadis bernama Claretta ini. Apakah bosnya tertarik pada gadis itu? Eh, tapi bukankah bosnya itu gay? "Apa yang kamu lamunkan Adam?" tanya Axelino dengan tatapan menyelidik. Matanya memicing curiga. Adam tersentak lalu menggeleng. "Tidak ada, Tuan." "Ikuti gadis ini ke mana pun dia pergi, dan tiap harinya kamu harus melaporkan kegiatannya padaku," titah Axelino. Adam mengangguk patuh. "Baik, Tuan. Tapi..." Alis Axelino terangkat menatap Adam, menunggu sekretarisnya itu melanjutkan ucapannya. "Tapi apa?" "Kenapa Tuan ingin tahu aktivitas gadis itu? Apakah Tuan tertarik padanya? Tapi bukankah Tuan,,," Adam tidak melanjutkan ucapannya. Sadar ia sudah kelewatan bicara, Adam langsung mengatupkan bibirnya rapat. "Maaf Tuan, saya terlalu banyak bicara." Axelino mendengus. "Aku normal, tidak seperti yang kamu kira. Dan oh ya, bagaimana dengan gosip murahan itu? Apa sudah clear?" Adam mengangguk. Tentu saja ia dengan cepat menghapus berita yang bisa membuat reputasi bosnya ini hancur. "Sudah, Tuan." "Bagus, sekarang kamu lanjutkan tugasmu. Dan jangan lupa untuk mengikuti gadis itu!" Adam mengangguk lagi lalu ia pamit undur diri. *** To be continued...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD