Bab 20 - Pintu Ular

1651 Words
Gedung sekolah terlihat sangat kokoh. Warna merah dari cerminan batu bata merah yang memiliki garis-garis kecil menimbulkan kesan bangunan Eropa yang menjulang tinggi dengan satu Keep (menara). Bangunan sekolah bagian luar mengambil konsep kastil bernuansa Eropa kuno. Sewaktu masuk ke lingkungan sekolah, sebuah jembatan batu yang luas berada di depan sekolah, yang menghubungkan pintu depan sekolah dengan taman indah, yang menjadi satu-satunya jalan masuk. Di ujung jalan masuk itu terdapat gerbang yang di tempah dengan detail yang begitu rumit. Memasuki gerbang kedua, pagar besi yang rumit mengelilingi bunga-bunga kecil yang menari bersama dengan angin menyambut tamu dengan ramah. Mata yang menyorot tajam melihat keranjingan kolektor tanaman hias dari pendiri sekolah. Beberapa topiary juga menyambut senyuman, membuat mata tak berhenti menatap akan kekaguman seni yang sebenarnya. Di tengah taman itu, diletakkan kolam hias dengan patung wanita berbadan gurita yang memberikan aroma kesegaran sewaktu melintasinya. Di bawah patung itu bertuliskan, 'Harapan dunia yang lebih baik'. Semua beban terlepaskan ketika melihat keindahan alam buatan yang disajikan sekolah. Keindahannya menunjukkan prestise pemilik sekolah. Balon udara berhenti di lapangan yang sangat luas di depan sekolah. Satu persatu murid mulai keluar dari balon udara menuju gerbang sekolah. Pelayan terlihat menyambut semua murid dengan senyuman untuk mengarahkan mereka sesuai tempatnya. Para senior langsung menuju asrama masing-masing tetapi bagi murid interview mereka berserak acak memperhatikan sekolah yang begitu menakjubkan. Mulut mereka lebih lama ternganga dibanding waktu yang dihabiskan untuk berbicara. Para pelayan bekerja keras memisahkan murid interview dan senior. "Bagaimana mereka bisa tahu mana yang ingin interview? Mereka mengingat semua wajah murid-murid disini?" Tanya Ardy kepada Wish. "Lihatlah, mereka melihat gantungan yang ada di d**a mereka." Tunjuknya. "Kau benar." Ucap Ardy berjalan melewati gerbang dan tersenyum kepada pelayan. Ketiga murid interview si pembuat ulah yaitu si kembar tiga, berkata keras, "Awas! Aku tidak mau!" Ucap salah satu dari mereka, kepada pelayan yang sedang menghentikannya berkeliling. Ia menghempaskan tangan pelayan dengan kasar. Pelayan berupaya memperingati mereka dengan lembut untuk tidak berkeliaran. Mereka bertiga lebih nampak seperti penjahat dibanding pelajar. Wish dan Ardy melihat ke arah mereka. "Lihatlah, pembuat onar itu." Ucap Ardy kepada Wish. Mereka sangat ingat wajah pria-pria itu. Ketiga murid itulah yang mereka lihat saat di dermaga yang membentak pelayan pintu kapal. Wajah Wish sangat kesal melihat tingkah ketiga pria-pria itu lagi. "Tey, Ray, Jay."  Suara lembut dari pria di belakang mereka tetapi kedua alisnya naik dan keriputnya menjadi lebih terlihat. Ternyata itulah nama mereka. Suara menjadi senyap, yang tersisa hanya suara langkah kaki dari senior yang menuju asrama. Mereka tersenyum tajam kepada ketiga murid yang mencoba mencari masalah di hari pertama mereka. Pria paruh baya dengan uban yang dominan dari pada rambut hitam di kepala dan janggut-nya yang berbentuk huruf W, bersatu dengan kumis melanjutkan perkataannya, "To-long i-ku-ti pe-ra-tu-ran. Silahkan, please!" Ia berbicara lambat dan menekankan setiap suku kata untuk menandaskan. Tangannya menunjuk ke arah barisan murid lain. Pria itu sepertinya tak sengaja melintas melewati kerumunan murid menuju koridor ke suatu ruangan. Wajahnya tampak seram. Dari kesan yang ditunjukkan, dia mencoba menjelaskan bahwa jangan main-main dengannya. Si kembar pun diam dan kembali ke barisan. "Mampos!" Ucap salah seorang dari barisan. Semua murid jelas-jelas menatap ke arah mereka. "Selalu begitu." Ucap Wish tak begitu memedulikannya." Ia lebih seperti mencari perhatian." Dua pelayan memandu mereka menuju koridor. Koridor yang mereka lewati sangat harum. Gypsum di atas mereka begitu indah dengan warna lampu kuning keemasan menambah kemewahan ruangan. Beberapa langit-langit dibuat kaca sehingga mereka bisa melihat cerminan wajah mereka. Bunga-bunga kecil ditempatkan di atas meja yang berjarak cukup jauh satu dengan lainnya, dan foto-foto pemandangan dan beberapa pria yang tidak mereka ketahui siapa itu diletakkan di dinding sepanjang koridor. Mereka mungkin menebak foto-foto itu adalah guru-guru yang ada di Gifted dan foto yang paling besar adalah foto kepala sekolah. Sekarang mereka di perempatan lorong. Mata Wish melihat lorong yang berlawanan arah dengan lorong yang seharusnya mereka ikuti. Ia berhenti sejenak, memperhatikan pintu yang sangat indah. Ardy yang berjalan di kerumunan sadar bahwa Wish tidak berada di sampingnya. Ia melihat kebelakang, dan Wish mengarah ke lorong sebaliknya. Ardy melawan arus agar bisa mengejar Wish. "Apa yang ia lakukan?" Gumamnya kesal. Seharusnya Wish tidak menuju lorong yang bukan tujuan mereka. "Wish." Panggil Ardy yang berhasil melewati kerumunan. "Lihatlah," tunjuknya ke pintu sebuah ruangan. "Wow. Apakah itu asli?" Kata Ardy. Justru sekarang, Ardy yang menjadi lebih penasaran menuju pintu. "Mata ularnya seperti benar-benar asli. Hebat." Ucap Ardy seraya mendekat. "Bisa jadi itu bukan asli. Bagaimana ular bisa lengket di pintu seperti itu. Gak gerak juga. Memang cicak?" Kata Wish sambil tertawa kecil. Ia juga yakin kalau itu patung yang sangat mirip dengan aslinya. "Ini memang hebat." Kata Ardy, tangannya ingin menyentuh tubuh ular itu. Yang membuat mereka penasaran adalah dua ular Titanoboa yang sangat besar, lengket di pintu melingkar dan sebagian tubuhnya membentuk gagang pintu. Pintu itu sangat besar dengan hiasan ornamen-ornamen daerah yang belum pernah mereka lihat. Warna kecoklatan yang dibentuk dari warna kayu tampak sangat kokoh dan terlihat kuno. Wish kemudian berdiri di sebelah Ardy dan ingin menyentuh patung itu. "Menyeramkan bukan?" Terdengar bisikan kecil dari belakang Wish yang membuatnya terkejut. Ardy juga terkejut karena suara Wish. Tangan mereka tidak jadi menyentuh tubuh ular. "Itu bisa bergerak." Ucap Chery dengan wajah sinisnya. "Chery." Teriak mereka berdua. Mereka sangat kesal karena ia tiba-tiba muncul. "Jantungku hampir keluar." Kata Wish. Chery tersenyum. Ia menarik napas. Ardy dan Wish saling memandang. Chery melipat tangannya seperti pose kor dan berdehem. Dagu nya diangkat sedikit menunjukkan kebijaksanaan. "Ular itu adalah Titanoboa," tangannya menunjuk ke arah patung ular seperti seorang pemandu museum. "ular purba yang memiliki panjang 15 meter, diameter 1 meter, berat 1000 kg lebih. Ular ini hidup sekitar 60-58 juta tahun yang lalu.." ia berhenti dan berpikir. Lalu kemudian melanjutkan dengan dagu terangkat, "Penyebab punah adalah karena suhu…" ia berhenti, tapi kali ini bukan karena mencoba mengingat. "Stopppp…" dengan serentak Ardy dan Wish berbicara. "Kenapa?" Kata Chery. "Okay, kami mengerti. Itu sudah cukup." Ucap Wish. "Baiklah, kalau kalian sudah mengerti." Kata Chery melepaskan ikatan tangannya. "Yang buat kau tahu apakah karena kau melipat tangan?" Tanya Ardy dengan alis mata naik sebelah. Bibirnya terlihat bengkok seraya berkata. Chery tersenyum. "Bukan. Itu hanya gimmick." Katanya sambil cengengesan. "Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Wish khawatir kalau-kalau mereka ketahuan. "Aku hanya mengikuti kalian mengendap-endap. Hehe." Jawab Chery. "Hanya aku seorang, tidak ada yang lain." Jelas Chery sambil memainkan rambutnya. "Kalian tidak berniat mencuri bukan?" Lanjut Chery dengan mata menggoda. "Apa yang kamu katakan? Tidak. Kami tidak berniat sama sekali." Jelas Wish. "Kami hanya penasaran apa yang ada di balik pintu itu." Ucap Ardy menambahi. "Kita akan.." kata Wish lalu terdiam karena tiba-tiba pintu berdecit karena seseorang akan keluar. Dalam hati ia berkata melanjutkan perkataannya sebelumnya, 'mendapat masalah.' Dan benar-benar kejadian. Seseorang keluar dari pintu itu dengan cepat. Perhatian mereka bertiga tidak tertuju pada pintu itu lagi. "Apa yang kalian lakukan?" Nadanya datar dan terlihat sangat marah. Tubuhnya sangat besar dan tinggi. Ia memakai jubah hitam besar dengan syal merah. Sepatunya berukuran 48, dan ia memegang payung di tangannya. Jenggotnya tebal dan kulit wajahnya sangat halus. Ia yakin bahwa mereka penasaran dengan pintu ular itu. "Itu asli." Ucapnya. Mereka tercengang karena perkataan pria itu. Ia melanjutkannya lagi, "Ular itu benar-benar asli. Isi perutnya dibuang, dan digunakan cairan yang membuat bagian tubuhnya keras dan tidak busuk." Di tangan kirinya ia memegang file biru. Ia menepuk-nepuk bagian sudut file dengan bagian tengah telapak tangan kanannya. Ia pasti sangat marah. "Maaf Pak." Jelas Ardy lalu bergerak cepat menarik dua orang itu. "Itu sepertinya kepala sekolah. Kita berada dalam masalah." Ucap Ardy seraya berjalan menuju Aula. Wish yang sempat melihat ke dalam ruangan, melihat ada toples-toples kecil yang disusun rapi di rak. Seperti sesuatu yang diawetkan untuk waktu yang lama. "Ruangan itu terlihat seram." Ucap Wish "Apakah kau melihatnya?" Tanya Chery kepada Wish. "Kaki ku lelah. Kita terlalu cepat berjalan." Lanjut Chery yang berhenti. "Ayo, cepat. Bapak itu ada di belakang kita." Tarik Ardy. Mereka berhasil mengejar teman-temannya yang sudah sampai di Aula. Aula yang seperti bentuk lapangan sepak bola itu sangat besar. Lampu-lampu yang menerangi ruangan begitu banyak. Mereka bertiga duduk dengan napas yang tersengal-sengal. "Seharusnya kalian tidak mengendap-endap seperti itu." Ucap Chery. Wish dan Ardy menatap, lalu membalas ucapan Chery, "Kau juga begitu." Mencoba menyadarkannya bahwa ia juga salah satu orang yang bersalah. Chery mengelap keringatnya. Ia berkata, "Aku mendengar cerita yang misterius dengan sekolah ini." Topik Chery lain yang ingin ia ceritakan. "Apa maksudmu?" Ucap Ardy. "Kalian tahu .. " ia mengatur napasnya agar tidak putus-putus saat bercerita. "Ya, ini hanya rumor, atau seperti urban legend. Banyak yang percaya tetapi tidak terbukti." Kata Chery dengan suara pelan. "Apa yang kau tahu?" "Tahun lalu sekolah ini tidak menerima murid baru. Alasan yang beredar adalah dikarenakan seorang murid diketahui meninggal dunia di dalam kelasnya dan tidak ada yang tahu mengapa itu terjadi." Ucap Chery. Ia bercerita dengan wajah seram dan tidak ketinggalan dialek bataknya. "Benarkah? Menyeramkan!" Tanggap Wish. "Tidak bisa dipercaya." Ucap Ardy. "Itu mungkin benar. Dan ada rumor lain yang beredar, bahwa setiap tahun sekolah ini akan kehilangan satu anak terbaik sebagai tumbal." Lanjut Chery bercerita. "Hahaha.. kamu seorang novelist?" Ucap Ardy sambil tertawa lalu disusul Wish. "Itu hanya cerita yang ku dengar dikalangan gadis." Wajah Chery terlihat sebel karena mereka menganggap cerita itu tidak benar adanya. "Tapi faktanya, banyak murid yang berlomba-lomba masuk ke sekolah ini." Jelas Ardy membantah. "Manusia suka rumor. Semakin banyak rumor semakin populer." Ucap Chery, "Itulah yang aku sayangkan dari para gadis." Lanjutnya. "Kau gadis juga, Cher." Ucap Ardy. Wish menanggapi topik awal setelah berpikir panjang. "Semoga itu hanya cerita yang tidak benar-benar terjadi." Ucap Wish. Teman wanitanya memanggil Chery. "Sini!" Ajaknya. Chery memberikan tanda isyarat kalau dia tidak mau. Ia mau duduk dengan Wish dan Ardy. Wajah temannya berubah dengan lirikan mata kalau Chery wanita gatal. Tak berapa lama murid-murid menjadi diam dan melihat ke arah layar besar di tengah aula. "Welcome di Gifted International School." Cerita mereka bertiga berhenti.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD