Bab 9 - Mungkinkah ingatan terhapus sendiri?

1305 Words
Bel berbunyi saat Wish sedang serius dengan buku yang ia baca. "TING TONG" "TING TONG" 3 menit kemudian.. bel masih berbunyi. "TING TONG" Bunyi bel lagi. "Ibu pasti pergi." Ucap Wish. Ia pun turun membawa buku Moon di tangannya, "Ya.. sebentar!" Teriak Wish berlari karena tamunya sudah cukup lama menunggu. Dibukanya pintu dan melihat seorang pria berdiri dengan tersenyum. Wish melihat pria itu dari ujung kaki hingga kepala. Ia merasa dandanan pria ini sangat aneh. Ia memakai gaiter, lalu baju berwarna merah dengan ikat pinggang besi berwarna putih. Pria itu berdandan seperti tentara Inggris untuk bagian bajunya tetapi tanpa Bearskin Cap. Celananya seperti celana tentara Perancis berwarna biru gelap. Kulitnya putih pucat, hidungnya mancung dan matanya biru cipit. Jika dilihat sekilas, ia lebih mirip patung yang hidup. "Ya?" Ucap Wish menanyakan keperluan pria aneh itu. "Ini Tuan! Kartu identitas anda dan kartu tanda penerimaan dari Sekolah Gifted International," ucap pengantar kartu. Wish tanpa sengaja melihat logo sekolah Gifted International School di leher bajunya. "Tuan? Terlalu formal. Bisa panggil aku Wish." Ucap Wish tersenyum. Ia merasa sangat dihormati dengan kata Tuan yang di ucapkan si pengantar kartu. Lagian ia merasa dirinya masih sangat muda. "Tidak. Terima kasih. Kami memang harus memanggil murid ataupun calon murid dengan panggilan 'Tuan.'" Ucapnya memberikan alasan dengan lembut. Ia seperti robot yang terprogram. "Baiklah." Balas Wish tidak ingin berbantah dan tersenyum menantikan ia akan segera pergi. Wish pun mengambil kartu itu dari tangannya. Wajah si pengantar kartu tiba-tiba berubah. Ia merasa ada yang aneh dengan buku yang dipegang Wish. "Itu milik Tuan?" Tanyanya yang melihat buku Moon ada di pelukan Wish. "Buku ini?" Tanya Wish yang memperlihatkan buku itu lebih dekat. "Ya" jawabnya mengangguk. "Kenapa? Apa kamu pernah lihat buku seperti ini? Buku ini cuma hanya ada satu." Jelas Wish penasaran. "Sepertinya saya salah. Terima kasih." Wajah pria itu seperti menyembunyikan sesuatu, dan ia cepat-cepat pergi. Wish tidak terlalu menanggapinya. Setelah melihat pria itu pergia ia menutup pintu rumah dan kembali ke kamarnya menyimpan kartu itu. "Ibu kemana?" Pikirnya. *** Bunyi pesan masuk terdengar. "Lokasi : Pelabuhan Belawan Lama. Pukul : 12.00 PM, membawa kelengkapan : Kartu Pelajar dan surat bukti penerimaan.  Silahkan datang tanggal 25 Mei 2020." Beberapa hari menunggu, akhirnya jadwal interview dari pihak sekolah pun datang dan Wish akan berangkat hari ini. Ny. Pratja menyiapkan perlengkapan yang akan dibawa Wish. Ia mempersiapkan baju gantinya, perlengkapan mandi dan handuknya. Ada dua tas yang disiapkan untuk Wish. Detik berlalu mengikuti irama. Ny. Pratja akhirnya menyiapkan bekal untuk Wish, siapa tahu anaknya itu kelaparan saat perjalanan. Sesekali ia berjoget karena senangnya dan bersiul dengan riang sepanjang menyiapkan bahan. Pisau yang dipegang Ny. Pratja melayang-layang dikendalikan oleh tangannya sembari menonton channel YouTube. Terkadang ia sibuk memerhatikan demo masak di youtube apakah tahapan pencampuran bahan ada yang terlupakan. Wajahnya kadang cemberut dan kesal karena tidak berjalan dengan lancar. Ia sudah ribuan kali mengulang dan menge-pause video youtube itu. "Pran Sevi-ce. Ada memang yang mau masak seribet ini? Banyak banget yang mau disiapkan sebelumnya." Ucap Ny. Pratja. Ia sesekali bergerutu sendiri, "Cepat banget Chef Renatta ini buatnya. Awas ya Chef kalo ini gak berhasil." Ia sedang melihat youtube master Chef Indonesia sewaktu Chef Rennatta mendemokan memasak Prawn Ceviche. Wish mendengar gerutu Ny. Pratja yang sedang menonton televisi di ruang tamu. Ia melihat ibunya yang begitu bersemangat dan bertanya, "Ibu kenapa dari tadi ngomel sendiri?" "Ibu lagi coba si Chef Renatta ini lho Wish. Pran Sevi-ce." Jawabnya dengan aksen yang salah. Wish mendekat dan melihat apa yang sedang di tonton ibunya itu. Ia mendekat dan berkata memperbaiki pengucapan ibunya, " Ohh.. Prawn Ceviche. Aku dengarnya tadi entah apa Ibu bilangnya." Ia tertawa geli. "Ya udah, itu lah itu." suara Ny. Pratja memelas "Sejenis salad-nya ini Bu!" Komen Wish yang sedang mencari cemilan di kulkas. "Iya Wish. Ibu tahu lho. Nanti malam kamu berangkat bawa bekal ini." jelasnya sambil melihat handphone-nya. "Ya Bu." Ucap Wish sambil berjalan ke ruang tamu. Wish menuju televisi dan melihat siaran berita. “Akan ada ombak yang tinggi nanti malam.” teriak Wish. “Benarkah?” ucap Ny. Pratja. “Bisa-bisa jadwal keberangkatan kalian akan ditunda, Wish!” Balas Ny. Pratja membagi perhatiannya ke masakan sekaligus telinganya kepada ucapan Wish. Ia sudah terbiasa multitasking. “Semoga tidak terjadi Bu.” ucap Wish sambil mengunyah makanan yang ia ambil dari kulkas. Ny. Pratja pun selesai dengan masakannya yang sulit itu. Ia duduk di sebelah Wish dan melihat album yang terletak di meja dekat televisi. “Apa yang ibu lihat?” Tanya Wish “Ibu lagi lihat album yang ada kamunya.” jelas Ny. Pratja, “Lihatlah, betapa lucunya kamu.” ucap Ny. Pratja. Wish mendekat dan melihat album foto itu bersama dengan ibunya. “Ini saat kamu berumur 7 tahun. Kamu ingat ini?” ucap Ny. Pratja menunjuk foto saat ia menangis di taman. “Ya, aku ingat itu.” ucap Wish dan berpikir,” 30 Juli 2010” “Kau ingat tanggalnya.” tanggap Ny. Pratja lalu membuka halaman selanjutnya. “Kau sudah besar sekarang,” ucap Ny. Pratja karena ia ingat hari ini Wish akan pergi. “Cuma dua hari saja bu.” jelas Wish “Meski hanya dua har, itu lama juga Wish. Bagaimana jika kamu nantinya diterima? Tiga tahun waktu yang sangat lama.” nada suara Ny. Pratja begitu halus. “Aku bisa telepon ibu nanti.” ucap Wish lalu memeluk ibunya itu. “Lihat ini, gambar mu sangat lucu. Ini kita di kampung nenek. Kita pergi ke sungai yang ada di belakang rumah.” jelas Ny. Pratja. “Ibu ingat kamu bertindak aneh saat itu.” ucapnya. Wish melihat foto itu dan berpikir,” Ya aku ingat Bu. Itu kan saat aku mengumpulkan batu-batu dari pantai.” ucapnya. “Itu bukan pengumpulan batu yang biasa.” ucap Ny. Pratja. Wish tersenyum melihat ke arah Ny. Pratja. “Lihatlah gambar ini, ibu ada foto saat kamu mengumpulkan batu-batu itu. Kamu menyusunnya sesuai ukuran dan membuat gambar ini. Itu sangat indah, seperti bentuk salju.” Ucap Ny. Pratja dan menunjuk rangkaian foto lain. Wish ingat sekali, ia menyusun bentuk-bentuk batu yang dikumpulkan dari sekitaran sungai. ‘Aku ingat itu. Seseorang berbisik padaku.’ Pikirnya. Ia jadi membuka kembali ingatannya. Ia bisa melihat dengan jelas kejadian itu. Saat ia sampai di sungai, ia mendapat bisikan dan membuatnya bisa menyusun batu-batu itu menjadi bentuk segi delapan. “Itulah yang menjadi alasan kami memeriksakan kamu ke dokter.” jelas Ibu Pratja. “Dokter bilang kamu istimewa. Jaringan di otakmu membuat kamu bisa mengingat hal dengan lama.” Ny. Pratja berhenti. “Ada seorang dokter yang mengatakan bahwa syndrom itu merupakan sesuatu yang bisa berdampak pada emosimu, bisa jadi depresi, insomnia, dan cepat stress. Mereka mengajarkan agar kami tidak sering membawamu ke tempat yang bisa membuatmu mengingat hal-hal buruk. Tetapi, untuk kasusmu, katanya sepertinya ada seseorang yang mengambil ingatanmu. Ingatan buruk akan terhapus dengan sendirinya di otakmu dan hanya tersisa yang baik saja.” Jelas Ny. Pratja lalu mengelus pipi Wish yang tampak kebingungan. Wish terdiam karena ia tidak mengetahu itu. Bagaimana bisa ingatannya terhapus sedangkan dia memiliki Syndrom Hyperthymesia? Wish mengingat seseorang yang lewat telepon kemarin sempat mengatakan bahwa ingatannya ada yang terhapus. Tak ada petunjuk untuk melakukan investigasi dan juga waktu. Wish hanya merekam semuanya di dalam ingatan dan berharap menemukan siapa yang menghapus ingatannya. Yang paling buat penasaran adalah cara si pelaku menghapus ingatannya. Ny. pratja melepas tangan lembutnya dari pipi Wish dan berkata dengan mata berkaca-kaca. Ia mencoba menahan air mata yang akan keluar. “Karena kamu masih kecil," suara seruput hidung terdengar, "Ibu baru kasih tahu sekarang.” Ny. Pratja tersenyum dan menyentuh kepala Wish lagi lalu mengelap hidungnya yang dipenuhi liur. “Sekarang kamu sudah besar,” ucapnya lagi dan air matanya menetes. Baru kali ini ia melihat ibunya menangis pas di depannya. Wish hanya terdiam saja. “Apakah bisikan itu yang menghapus ingatanku?”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD