The Real of Wonder Woman

1708 Words
"Baiklah, untuk pembahasan rapat selanjutnya akan kita bahas di lain waktu. Tunggu saja pemberitahuan berikutnya dari saya. Kalian bisa masuk ke kelas masing-masing. Terima kasih atas waktunya" Ucap Angga mengakhiri rapat. Sebanyak 12 mahasiswa/i yang sedang berkumpul di ruang rapat mengakhiri pembahasan mereka dan bubar meninggalkan ruangan. Begitu juga dengan Angga dan Andira, mereka keluar dari ruangan dan mengobrol sambil berjalan menuju kelas mereka masing-masing, namun biasanya Angga selalu mengantar Andira ke kelasnya meski kelas mereka beda arah. Sebenarnya, sejak semester 3 mereka sudah terlibat berbagai projek dan itu adalah asal muasal dimana Sila bisa bertemu dengan Angga dan membuatnya mengagumi sosok mahasiswa fakultas kedokteran ini. Sila selalu mencoba menarik perhatian Angga dengan berbagai cara yang bisa ia lakukan. Setiap mereka bertemu, Angga dan Sila selalu berantem karena masalah yang sepele dan Andira lah yang selalu menjadi penengah diantara mereka. "Eh, katanya kamu dapat beasiswa S2 dari dosen pembimbing kamu ya?" Tanya Angga. "Iya nih. Sebenarnya bukan beasiswa sih yang jadi hadiahnya. Awalnya pak Herman nanya aku mau hadiah apa karena kan aku bisa membuatnya puas dengan laporan risetku sendiri. Terus aku jawab kalo sekarang ini, aku gak butuh hadiah. Eh, pak Herman malah ngusulin beasiswa S2" Ujar Andira bercerita perihal kejadian ia mendapat beasiswa dari seorang dosen pembimbing. Angga hanya mengangguk-angguk mendengar Andira bercerita. Sesekali ia memperbaiki kaca matanya yang melorot. "Terus?" Tanya Angga penasaran. "Ya aku terima beasiswanya lah kak. Kan kak Angga juga tau kalau aku lagi nyari beasiswa S2. Apalagi inikan fully funded, kriteria beasiswa yang aku inginkan dari dulu" Ujar Andira. Selama perjalanan mereka melewati lorong kampus, banyak mahasiswa/i lain yang menyapa keduanya. Mereka berdua memang menjadi idola kampus. Mereka sering mewakili kampus dan apabila mereka telah dipersatukan dalam satu projek perlombaan, mereka selalu pulang dengan penghargaan yang mereka raih. Banyak mahasiswa/i maupun para dosen yang menjodohkan mereka berdua. Namun sayang, mereka berdua sama-sama mendeklarasikan diri mereka sendiri bahwa akan fokus pada pendidikan saja, tidak pada yang lain. "Iya, i know you so well. Congrats ya" Ujar Angga dan tersenyum pada perempuan itu. "Makasi kak Angga. Kak Angga gimana nih kabarnya?" Tanya Andira. "Kabarnya baik-baik saja. Andira gimana? Masih kerja sampe malam?" Tanya Angga juga merespon Andira. "Ya dong kak. Kalau aku gak kerja, adikku mau makan apa?. Semenjak mama sama papa pergi, cuma aku satu-satunya yang mereka punya. Jadi, aku harus kerja keras supaya mereka bisa sekolah, bisa beli mainan kayak anak yang lain, bisa beli baju, bisa makan makanan yang enak. Pokoknya aku mau mereka tidak merasa terhina dan sedih dengan kepergian mama sama papa. Aku mau mereka sukses dan membuat mama sama papa bangga di atas sana" Ucap Andira dengan nada yang sedikit sedih. "Salut kakak sama kamu. Kamu itu The Real of Wonder Women" Ujar Angga. "Ah, biasa aja. Kakak juga hebat. Kakak bisa kolaborasi langsung sama dosen dari Amerika. Jarang-jarang loh ada yang mau kerja sama dengan dosen idola itu" Ucap Andita juga menyanjung prestasi Angga. "Itu kan hanya kebetulan saja" Ujar Angga malu-malu. "Gak ada yang namanya kebetulan kak. Gak mungkin ada asap kalau gak ada api. Ini semua karena kerja keras kakak selama ini" Ucap Andira. "Iya. Gimana kalau nanti kakak anterin kamu kerja sepulang kuliah?. Lumayan kan daripada harus jalan kaki ke sana. Hemat waktu, hemat tenaga dan hemat biaya" Tawar Angga pada Andira. "Apa gak ngerepotin?. Ntar pacarnya marah lagi sama Andira" Ledek Andira. "Gak lah. Kan kakak nggak pacaran, masih fokus kuliah aja. Kakak mau kayak kamu, bisa dapet beasiswa S2 karena hasil kerja keras diri sendiri. Kakak gak mau pacaran-pacaran dulu" Ujar Angga. "Beneran? Sila mau dianggurin gitu aja?" Ledek Andira lagi. "Yang bener aja!. Masa kakak pacaran sama si cempreng. Gak lah, mana mungkin kakak pacaran sama dia. Yang ada tiap hari kakak darah tinggi mulu kalo deket-deket sama si cempreng. Nih udah nyampe kelasnya, rajin-rajin belajarnya ya" Ujar Angga. Angga memberantakkan rambut Andira dan pergi meninggalkan Andira yang kesal dengan tingkah Angga. *** Andira dan Sila berjalan berdua di lorong yang sepi. Sebenarnya jam perkuliahan sudah selesai satu jam yang lalu, tapi karena Sila belum selesai menyalin catatan super Andira, alhasil Sila diam di kelas dan menyalin catatan sahabatnya. Tentu saja Andira menunggu Sila sambil membaca buku referensi supaya waktunya tidak terbuang sia-sia begitu saja. "Kok sepi ya?" Celetuk Sila. "Gimana gak sepi, kamu nyalin catetannya lama banget. Awas aja kalo aku telat kerja" Ujar Andira sedikit kesal. "Ya maaf. Abisnya catatan super kamu kan harus dirahasiakan keberadaannya. Aku sampe mengorbankan jiwa dan ragaku untuk menjaga kerahasiaan isi dari catatan kamu. Maafkan hamba ya tuan putri" Ujar Sila dengan nada yang lebay. "Iya aku maafin" Ujar Andira. "Eh, itu kayaknya my love deh?" Ucap Sila sambil menunjuk seorang pria. Sila menunjuk seorang pria yang sedang menunggu di mobilnya hitam miliknya. Dengan gaya yang cool, dia melipat tangannya dan memperbaiki kaca mata yang bertengger di hidung mancungnya. "Kayaknya emang bener kak Angga deh" Gerutu Sila penasaran. Sila dan Andira bergegas menghampiri mobil Angga. Sebenarnya yang terlalu antusias itu adalah Sila sampai membuatnya berlari agar cepat bisa sampai di depan Angga dan Andira hanya berjalan santai menyusul Sila. "Kakak nungguin Sila ya?" Tanya Sila kegirangan saat dirinya sampai di depan mobil Angga. Angga tidak lagi menyenderkan badannya di mobil. Angga mengabaikan pertanyaan Sila dan matanya fokus melihat Andira yang berjalan santai dengan senyuman manis dan tangan dilipat. Saat Andira sampai di depan dua insan yang frekuensi auranya berbeda, ia malah mendapat kata-kata perhatian namun dengan nada yang cukup keras. "Kok lama banget sih?. Aku udah nunggu lama loh. Nanti kamu telat kerjanya, yang rugi siapa? Kamu lah!" Ujar Angga. Angga membentak dengan nada keras dan kata yang perhatian. Andira merasa bersalah karena telah melupakan janjinya kepada Angga sedangkan Sila merasa sakit hati karena ternyata orang yang dikaguminya malah menunggu Andira begitu lama. Sila merasa tersisihkan dan menundukkan kepalanya sedih. "Loh emang Andira setuju dianter kerja sama kakak?. Perasaan Andira belum bilang iya deh" Ujar Andira. "Lah ini terus gimana?" Tanya Angga polos. Andira melihat sahabatnya yang menunduk sedih sedangkan ia juga tak enak hati dengan Angga karena memang ini juga salahnya. "Gimana kalo kak Angga anterin kita berdua. Mau ya? Kalo kak Angga gak mau, lebih baik aku jalan kaki aja" Tawar Andira. Angga tidak merespon ucapan Andira. Ia masih menenangkan kekesalannya dan menoleh ke segala arah. Tidak mendapat jawaban, Andira bersiap mengajak Sila untuk meninggalkan Angga. Namun belum satu langkah, Angga sudah menghentikan mereka dan menyetujui permintaan Andira meski terdengar begitu berat untuk ia ucapkan. "Yaudah deh. Kalian masuk ke mobil!" Ujar Angga dengan berat hati. Mendengar hal itu, Sila begitu kegirangan dan masuk mobil begitu saja sedangkan Andira tersenyum melihat sahabatnya yang tidak lagi bersedih. Ia melihat Angga yang masih kesal dengannya. Andira hanya tersenyum manis melihat Angga dan senyumannya itu berhasil tertular pada laki-laki yang tadinya merasa kesal kini tidak lagi setelah melihat senyuman manis dari Andira. "Nah gitu dong. Harus tetap tersenyum, oke!?" Ujar Andira. "Iya. Yaudah cepat masuk ke mobil. Ini udah telat banget. Nanti kamu dimarahin lagi" Ucap Angga sedikit khawatir. "Enggak. Tenang aja" Ujar Andira menenangkan. Mereka berdua masuk ke mobil menyusul Sila yang sudah lama mendekam di dalam mobil. Tidak lama setelahnya, mobil Angga berjalan dan melaju membelah ramainya lalu lintas kota Jakarta. *** "Makasi ya kak udah anterin aku kerja. Hati-hati ya. Dah...." Ujar Andira. Andira turun dari mobil dan melambaikan tangannya pada dua orang yang masih berada di dalam mobil. Yang satunya kegirangan karena bisa berduaan, yang satunya lagi menghela nafas berat dan kecewa karena berduaan dengan makhluk yang memiliki suara cempreng dan selalu membuatnya kesal setengah mati setiap harinya. Tadi aja saat mereka sedang ada di perjalanan dengan jalanan ibukota yang selalu macet, ia dan Sila kembali berantem hanya gara-gara hal sepele. Mendengar hal itu, Andira mau tidak mau menjadi penengah mereka. Andira tidak mau mendapat banyak polusi sekaligus. Bersama mereka di tengah kemacetan membuatnya harus menerima buruknya polusi udara juga polusi bicara. Andira masuk ke restauran lewat pintu belakang karena di jam sore seperti ini banyak sekali pelanggan yang silih berganti berdatangan terutama para pekerja kantoran yang baru pulang. "Hai chef!" Sapa Andira. Baru saja Andira memasuki wilayah dapur, dirinya sudah menyapa para chef andalan yang sedang meracik berbagai jenis makanan yang disuguhkan di restauran tempatnya bekerja. Andira sudah bekerja di restauran ini selama kurang lebih 4 tahun, tepatnya setelah kedua orang tuanya meninggal. Ia bekerja sebagai pelayan yang mengantarkan pesanan pelanggan, terkadang ia juga membantu karyawan yang lain membersihkan piring-piring kotor dan lantai setelah pulang bekerja. Maka dari itu, ia sangat dikenali dan disenangi oleh semua karyawan karena tabiat dirinya yang supel dan pandai bergaul "Hai!. Kok tumben telat pulang kuliah?" Tanya salah satu chef. "Iya nih. Andira tungguin temen dulu soalnya, baru berangkat kerja. Andira ke belakang dulu yaa. Semangat bekerja semuanya!" "Semangat!" Sahut semua orang. Setelah memberi semangat pada semua orang yang sibuk di belakang, ia pergi ke kamar ganti khusus karyawan. Restauran ini sudah berdiri cukup lama dan termasuk salah satu restauran berbintang di Jakarta. Restauran ini merupakan milik pribadi seorang pria muda dan kaya yang mempunyai banyak bisnis di berbagai bidang, salah satunya di bidang kuliner. Sampai saat ini, banyak karyawan yang belum pernah melihat paras dari atasannya itu, termasuk Andira sendiri. Andira keluar dari ruang ganti dan menuju konter pemesanan untuk mengantar pesanan yang sudah siap. Tidak lama dirinya menunggu karena memang keadaan restauran yang sibuk dan banyak pelanggan, ia sudah dapat menjalankan tugasnya untuk mengantarkan pesanan pelanggan. Dengan hati-hati ia membawa baki berisi makanan mahal itu. "Selamat sore. Ini makanannya ya" Ucap Andira dengan sopan pada pelanggan yang ia suguhi makanan. "Terima kasih banyak" Ucap respon pelanggan tersebut. "Sama-sama. Selamat menikmati makanannya" Ujar Andira sambil tersenyum manis. Andira selalu mengucapkan kalimat itu setiap ia mengantarkan makanan karena itu adalah salah satu strategi pemasaran yang dipelajarinya di kampus. Salah satu kunci pemasaran adalah membuat pelanggan merasa dihormati dan selalu mengutamakan kenyamanan. Silih berganti makanan yang di bawa Andira dan karyawan yang lain tanpa henti. Bisa dikatakan kalo restauran tempatnya bekerja tidak pernah sepi pelanggan meski memberikan tarif yang lebih tinggi dari restauran lainnya. Terlebih dari itu, seperti kata Andira, salah satu kunci kesuksesan dalam berbisnis adalah membuat pelanggan merasakan kenyamanan lebih dan merasa dihormati.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD