Gio masih berdiri di depan jendela itu. Meski didepannya tidak lagi terang, ia masih tetap berdiri dengan kepalan tangan dan buliran air mata yang mengalir dari pipinya. Tidak ada satupun lampu yang ia nyalakan. Gelap, sepi dan sunyi. Ia hanya ditemani oleh lampu dari gedung-gedung besar yang ada di depannya. Ia sengaja membuat suasana di sekitarnya gelap dan tak bernyawa. Ia hanya malu melihat air matanya yang keluar begitu saja. Ia malu mengakui dirinya yang lemah. Seharusnya ia tidak boleh seperti ini. Andai kata ia bisa memilih dan punya kekuatan yang cukup, mungkin saja ia akan berkata tidak dengan lantang pada orang tuanya, terutama kepada papanya. Namun sayang, ia masih belum punya kekuatan yang bisa ia andalkan. Karena itu, mau tidak mau, suka tidak suka, ia harus merelakan ha

