bc

The Superpower App

book_age16+
180
FOLLOW
1K
READ
adventure
dark
powerful
bxg
no-couple
mystery
scary
superpower
special ability
horror
like
intro-logo
Blurb

Sebuah aplikasi misterius terinstal di smartphone Boy Bima Sakti. Dalam aplikasi yang bernama The Superpower ini mampu meminjamkan kekuatan super kepada penggunanya.

Boy merupakan seorang anak yang di buang oleh keluarganya dan target bully disekolahnya. Dengan kekuatan super yang didapatkannya melalui aplikasi The Superpower, apakah Boy akan melakukan aksi balas dendam kepada orang-orang yang merundungnya selama ini? Atau kah dia berniat kembala ke keluarga yang membuangnya? Atau dia merubah diri menjadi pribadi populer dengan membuat channel Youtube bersama sahabatnya Lucky? Atau dia menjadi playboy yang merenggut gadis-gadis cantik yang ada disekitarnya?

Setiap kekuatan yang didapatkan akan mengundang konsekuensi, lalu kejadian apalagi yang akan menimpa Boy? Dan bagaimana bisa dia berhadapan dengan organisasi misterius yang berbahaya yang selama ini menguasai dunia?

chap-preview
Free preview
Satu
halo teman-teman selamat datang di lapak baru aku hehehe cerita ini bakalan berbeda dengan cerita aku yang sebelumnya. buat kalian yang mencari kisah romantis mungkin enggak akan kalian temukan di sini karena di sini... kita akan berpetualang!!! yang suka action. fantasy, yok merapat!!! ... selamat membaca gesss             Suara hujan terdengar begitu keras, malam begitu gelap dan suara atap yang bocor mengisi kekosongan sebuah rumah petak yang diisi oleh seorang pria.             Boy Bima Sakti, lelaki berusia 18 tahun yang kini duduk di kelas XII SMA dengan malas mengambil baskom yang sudah penuh menampung air hujan yang bocor di dalam atap rumahnya, membuang dan kembali menyimpannya.             Padahal ia sudah memberitahu kepada pemilik kontrakan untuk memperbaiki atap yang bocor karena kondisi yang sudah parah apalagi kucing tetangga yang tanpa permisi melewati genteng rumah kontrakannya membuat keadaan semakin parah.             Boy kembali memejamkan matanya, besok ia harus berangkat sekolah pagi-pagi sekali. Ban sepedanya bocor dan uangnya hanya tersisa lima ribu rupiah untuk 4 hari lagi sebelum ia mendapat gaji dari pekerjaan buruhnya. Mau tidak mau Boy harus berjalan kaki menuju sekolahnya yang letaknya cukup jauh dari rumah petak. ….             “Bukannya saya enggak mau benerin atap kontakan, cuma ngebenarin itu kan harus ada uang sementara kamu aja masih nunggak bayar kontrakan ke saya. Kalau kamu sudah melunasi hutang kamu baru saya benarkan,” ucap Ibu pemilik kontrakan, Sriwati pada Boy yang mendatanginya untuk memberitahukan keluhan kontrakannya.             “4 hari lagi saya dapat gaji bu, nanti saya bayar ke Ibu.”             Sriwati menghembuskan asap rokok ke arah Boy membuat pria itu terbatuk. “Alaaah dari dulu juga gitu, kamu kan tahu kontrakan itu saya sewa sebulan 500ribu, tapi apa? Kamu bayar ke saya setengahnya. Selama kamu enggak bayar full ya kondisi kontrakan begitu sudah jadi konsekuensi kamu. Lagipula kamu ini laki-laki, naik kea tap benerin memang enggak bisa?”             Boy menghela nafas pelan, percuma berdebat dengan Bu Sri, ujung-ujungnya pasti selalu menyuruhnya mengerjakan sendiri. Lagipula sepulang sekolah ia bekerja sebagai cleaning service apartemen hingga malam, bagaimana bisa ia memperbaiki atap pukul 11 malam dengan penerangan senter HP jadulnya?             “Yasudah Bu, nanti saya saja yang kerjakan. Saya permisi dulu,”             Begitu Boy pergi, Sri kembali masuk ke dalam rumahnya.             “Kenapa lagi anak itu?” tanya Yana suaminya Sri yang tengah meminum kopi sambil menonton berita.             “Biasalah, complain soal kontrakan yang bocor.”             “Lagian kamu ini, saya kan sudah mau membenarkan atap kontrakan tapi kamu selalu larang.”             “Biarin saja,” sergah Sri kembali menghisap rokoknya lebih kuat.             Yana mengangkat sebelah alisnya dan menatap istrinya dengan penasaran. “Agar dia pulang?”             Sri hanya diam, tidak berniat untuk menjawab pertanyaan suaminya. ….             PUK!             Boy yang sedang berjalan kaki ke sekolah, terkejut begitu merasakan sesuatu yang membentur kepalanya. Pria itu menatap ke bawah dan melihat sebuah minuman kaleng kosong yang sepertinya sengaja di lempar ke arahnya.             “Sorry gue kira tempat sampah hahaha!” seorang pria berujar dari dalam mobil yang sengaja di berhentikan di hadapan Boy.             Boy mengambil kaleng kosong itu dan membuangnya ke tempat sampah dan kembali berjalan, mengabaikan mobil sport yang kini mulai menyalakan klakson dan kembali melempar sampah ke arahnya.             “Pungut tuh sampah, emang lo pantas!”             Boy mencoba menenangkan dirinya dan kembali membuang kaleng kosong itu ke tempat sampah, sementara sang pengendara mobil, Fian sudah menjalankan mobilnya dengan cukup kencang.             Dengan keringat yang mengalir di sepanjang punggung serta pelipisnya, akhirnya Boy sampai di sekolah. Perutnya sudah sangat lapar karena ia belum makan dan uang yang tersisa hanya 5ribu yang sengaja ia hemat untuk membeli gorengan di kantin.             “Abis olahraga Boy?” tanya Lucky begitu Boy masuk ke dalam kelas.             Boy mengambil botol minum yang sudah setengah di dalam tas dan menghabiskannya dalam sekali teguk. Pria itu menyeka keringat di wajahnya dengan lengan. Ia tidak menyangka jika berjalan satu jam menuju sekolah sangat melelahkan seperti ini. Sungguh sangat berarti kehadiran sepedanya yang selalu menjadi kaki untuknya pergi ke mana pun.             “Boy, gue mau nge vlog, temenin gue ya?”             “Gue harus kerja, bentar lagi gue gajian.” Tolak Boy.             Lucky merangkul pundak Boy. “Ayolah, sebentar aja cukup temenin gue.”             Boy tetap menolak. Bagaimana pun ia butuh uang daripada harus menemani Lucky yang terobsesi menjadi vlogger padahal pria itu hanya memiliki subscribe tidak lebih dari 50.             Lucky yang tahu sahabatnya akan menolak, mengambil sesuatu di dalam tasnya dan memberikannya pada Boy.             “Apaan?” tanya Boy menatap amplop yang diberikan Lucky.             “Lo bantu gue, lo dapat bayaran. Gue tahu lo butuh duit,”             Boy mengambil amplop dan melihat isinya. “Dapat darimana ini?”             Lucky menyeringai. “Gue jual HP,”             “Demi vlog lo jual HP lo? Lo gila ya?”             “Tenang gue masih ada HP kok, lagipula gue enggak akan minta tolong kalau gue bisa kerjain sendiri. Masalahnya, gue mau ngevlog di apartemen enam yang dekat kontrakan lo.             “Apartemen enam? Gue enggak mau!”             “Ayolah Boy, lo cukup temenin gue aja. Lo temenin gue, lo dapat duit yang ada di amplop itu semuanya.”             Boy merasakan perutnya yang sudah keroncongan, tidak menampik ia pun bingung bagaimana berjuang dengan uang 5000 dalam empat hari. Ia butuh makan, galon di kontrakan sudah mau abis. Ia juga tidak mau meminjam uang.             “Lo tahu kan apartemen enam itu udah kosong?”             Lucky mengangguk sambil tersenyum lebar. “Gue mau ngerubah vlog gue jadi konten supranatural alias makhluk halus.”             “Bukannya vlog lo itu game?”             “Percuma, enggak ada yang mau nontonin gue kalau setiap gue live selalu kalah. Lo tahu gue di juluki ‘looser’? karena itu gue mau coba peruntungan ganti konten.” Lucky kembali berbicara. “Lo cukup temenin gue aja di sebelah, udah itu aja simple.”             “Lo tahu kan terakhir ada yang ke sana enggak ada kabar lagi? Lo tahu betapa angkernya apartemen itu?” tanya Boy memastikan jika Lucky tidak nekad tanpa tahu apa-apa.             Lucky mengangguk. “Tahu dan lo enggak usah khawatir, gue udah nyiapin air doa. Gue minta ke ustad yang ada di dekat rumah gue, gue juga bawa HP kalau ada apa-apa dan… gue bareng lo. Jadi gimana?”             Boy terdiam mempertimbangkan. Ia tahu apartemen enam, bahkan setiap pulang kerja ia selalu melewatinya. Apartemen enam adalah apartemen terbengkalai, dulunya apartemen itu salah satu gedung termegah, namun semua berubah entah karena apa satu per satu penghuninya banyak yang melakukan bunuh diri dan sebagian kabur sehingga berakhir menjadi gedung kosong.             Boy sendiri lebih sering melewati jalan keliling daripada melewatinya jika ia bisa, karena dari luar saja sudah tampak menyeramkan apalagi ia selalu pulang larut malam dan jarang ada orang yang nongkrong di sana.             Sekarang ia harus masuk menemani Lucky ke dalam?             Sial! Sial! Jika bukan karena ia butuh uang, ia tidak mungkin mau ke sana. Tapi masalahnya ia butuh uang, ia butuh makan dan perutnya sudah mulai sakit karena sejak tadi ia mengabaikannya.             Dengan terpaksa, Boy membuka amplop itu dan  mengambil selembar uang merah. “Untuk DP gue ambil dulu.” Ucap Boy sambil berdiri.             “Lo mau ke mana?” tanya Lucky mengikuti Boy. “Sebentar lagi masuk,”             “Kantin perut gue lapar.”             Boy dan Lucky berjalan menuju kantin. Keadaan kantin cukup kosong karena sebagian siswa sudah masuk ke dalam kelas walaupun bel belum berbunyi.             Lucky menahan lengan Boy yang akan memesan bubur ayam. “Boy, kita balik ke kelas aja yuk!”             “Apaan sih? Gue lapar,”             “Itu..itu..”             Boy yang menunggu buburnya mengikuti arah pandang Lucky. Ternyata rombongan Fian yang sedang duduk di pojok kantin. Fian tiba-tiba saja menoleh ke arah mereka.             “Ke sini lo!” perintah Fian pada Boy dan Lucky.             “Gue enggak mau Boy, kita kabur aja ya?”             Boy dan Lucky hanya diam. Dalam hati Boy pun ingin pergi saja, mendadak perutnya terasa kenyang karena ia tahu apa yang akan terjadi jika Fian ada di sekitarnya.             BUGH!             Sebuah pukulah mendarat di pipi Boy cukup keras membuat dirinya terpelanting jatuh. Lucky yang akan menolongnya di tahan tangannya oleh ketiga orang geng Fian.             “Diam lo cupu,” ucap Agus menarik kerah Lucky. “Masih nge vlog lo, looser?”             Boy yang sudah lemas karena perutnya belum di isi cukup lambat untuk bangun dan Fian yang tak menyiakan kesempatan segera menginjak perut Boy membuat Boy merintih kesakitan.             Orang-orang di kantin hanya bisa diam, mereka tidak bisa berbuat apa-apa karena orangutan Fian adalah pendonatur utama sekolah yang tentu saja pria itu memiliki kekuasaan di sekolah.             “Kenapa lo? Enggak bisa bangun hah?” tanya Fian semakin menekan kakinya pada perut Boy membuat Boy sulit untuk bernafas.             “Lepasin, gue enggak ada masalah sama lo.” Lirih Boy di sela nafasnya.             “Enggak ada masalah? Lo tahu hah, kehadiran lo itu masalah! Gue lihat wajah lo aja eneg tahu?” sentak Fian lalu menendang tubuh Boy.             Melihat pegangan Agus dan kedua konco Fian melonggar, Lucky segera melepaskan diri dan membantu Boy yang sudah tidak berdaya.             “Untung gue masih baik cuma nendang lo,” gerutu Fian lalu pergi.             “Gue enggak ngerti dia ada masalah apa sih sama kita terutama lo? Kenapa dia senang banget ganggu?” tanya Lucky sambil membantu Boy untuk duduk.             Boy hanya diam, ia sulit untuk berbicara. Badannya benar-benar lemas ditambah tendangan Fian begitu keras kepadanya. Beruntung ia tidak pingsan.             Lucky mengambil minum dan bubur yang sudah dibuatkan penjual dan menyimpan di atas meja depan Boy. Sementara Boy mengamati tangannya yang gemetar. Boy tahu jika ia merasa takut tangannya akan gemetar tanpa bisa ia kendalikan.             Fian selalu menyiksanya.             Bahkan bukan hanya Fian, siapapun kecuali Lucky mengasingkan dirinya dan hanya beberapa orang yang berbelas kasih masih menganggapnya.             Boy tahu apa alasan Fian menyiksanya, itu karena dirinya pernah mengalahkan Fian dalam ujian. Semua tahu Fian tidak suka dikalahkan, sementara Boy membutuhkan hadiah jika ia menjadi juara kelas.             Mengetahui fakta Boy mengalahkannya, Fian semakin merajalela untuk membullynya.             Dan yang paling mengesalkan, Boy tahu jika ia tidak bisa melawan, jangankan melawan untuk membalas hinaan saja Boy merasa takut             Sebenarnya, yang looser bukanlah Lucky melainkan dirinya. …             Boy dan Lucky kini sudah berada di gedung apartemen enam. Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam dan keadaan di sekitar sangatlah sepi, bahkan penjual sate atau nasi goreng tidak ada yang berani melewati gedung ini.             Dan kini dua looser dengan bodohnya berusaha untuk menantang adrenalin?             “Gue rasa ini bukan ide yang bagus, kita mending balik aja.” Ucap Boy hendak berbalik namun Lucky menahannya.             “Lo gila? Ini kesempatan!”             “Kesempatan apa?”             “Jika kita bisa ngelewati ini, kita enggak akan disebut pecundang lagi, Boy! Fian dan gengnya seengganya enggak akan semena-mena sama kita terutama sama lo. Dan gue? Gue yakin gue bakalan bisa dapatin subscribe ribuan kalau gue ngelewati ini.”             “Dengan mengorbankan nyawa? Lo tahu di sini itu..”             “Angker? Gue kan udah bilang kalau gue udah siap.”             “Enggak untuk gue.”             Lucky tersenyum miring. “Lo udah pakai duitnya, itu berarti enggak ada pembatalan Boy kecuali lo balikin duitnya sekarang dan jangan lupa bunganya.”             Boy menggeleng tidak percaya. “Lo tahu kalau lo bukan looser? Lo adalah licik.”             “Yah itu gue, ayo Boy kita cukup ke dalam enggak usah sampai lantai atas, cukup sampai lantai tiga dan langsung pulang.”             “Justru lantai tiga itu yang bikin…”             “Ayo Boy cepetan!”             Boy yang hendak akan melangkah mendadak terdiam. Perasaannya benar-benar tidak enak. Jika di dalam sana hanyalah preman mungkin ia bisa menghadapi dengan jurus kabur, tetapi jika itu hantu atau monster bagaimana?             Hidupnya sudah begitu menyedihkan, ia tidak ingin mati dalam kondisi mengenaskan juga!             “Ky, tunggu setengah jam an lagi lah.”             Lucky yang bisa melihat ketidaknyaman Boy ikut merasa takut juga. Lucky mengangguk dan mereka memilih duduk di depan pos yang mungkin dulunya pos satpam.             “Kalian sedang apa malam-malam di sini?”             Boy dan Lucky sontak menoleh dan menemukan seorang pria tua berpakaian lusuh dan memegang karung berjalan ke arah mereka.             “Bapak sendiri kenapa di sini?” tanya balik Lucky.             Pria tua itu tersenyum kecil, berjalan kea rah tempat sampah. “Ya saya cari yang bisa di jual.”             “Memangnya ada yang buang sampah ke sini?” tanya Lucky heran.             “Ada saja, nih lihat.” Pria tua itu memperlihatkan tumpukan sampah yang baru disadari Lucky dan Boy.             Setelah mengambil beberapa lembar koran dan botol kosong, pria itu duduk di sebelah Boy. Sementara Lucky masih asyik memainkan kameranya.             “Boy, gue keliling bentar ya ngerekam keadaan doang buat nanti di edit.”             “Awas jangan masuk lo Ky,”             “Siap-siap!”             “Mau masuk ke dalam?” tanya pria tua itu.             Boy mengangguk sambil meringis. “Bapak sering ambil berangkal di sini?”             “Kali-kali aja, hati-hati lho masuk ke dalam. Bukannya banyak yang bilang angker ya bangunannya?”             “Iya pak, kami enggak lama kok cuma masuk sebentar lalu keluar lagi.”             Pria itu mengangguk mengerti dan mereka kembali terdiam.             Boy merasa lapar, sepulang kerja ia memang belum makan belum lagi perut yang di tekan oleh Fian masih agak nyeri. Ia ingin segera pulang dan tidur tapi apadaya ia sudah berjanji pada Lucky.             Suara perut kembali berbunyi, Boy teringat jika ia membeli dadar gulung di dekat tempat kerjanya. Buru-buru Boy mengambilnya di dalam tas dan menemukannya. Dadar gulung yang dibelinya tersisa satu lagi.             Ketika Boy hendak memakannya, Boy sempat bingung. Haruskah ia membaginya dengan pria tua itu atau makan sendiri. Tetapi ia juga lapar dan dadar gulung ini satu-satunya yang ia miliki.             Boy kembali melihat pria tua yang kini sedang mengecek isi di dalam karungnya. Pria itu begitu kurus, kerutan menghiasi wajahnya dan lagi ketika semua orang sedang tertidur nyenyak, pria tua itu malah harus mencari berangkal untuk bertahan hidup.             Seperti dirinya…             Boy akhirnya membagi dadar gulung itu menjadi dua bagian. “Pak, silahkan di makan maaf saya cuma punya sedikit.”             “Waduh jangan repot-repot.”             “Enggak apa-apa Pak, silahkan.” Boy menyerahkan dadar gulung itu ke tangan pria tua.             Pria tua itu menatap Boy dengan haru dan suara seraknya mengatakan, “Terimakasih ya..”             Boy mengangguk dan menghabiskan dadar gulung dalam sekali kunyahan. Yah lumayan mengganjal perut.             “De, Bapak boleh pinjam HPnya?”             “Untuk apa?” tanya Boy was-was.             “Bapak mau telepon anak Bapak buat suruh ke sini. Kebetulan dia ngambil barangkal di TPU belakang, Bapak mau suruh dia ke sini karena masih banyak berangkal yang layak untuk di bawa.”             Boy masih menimbang. Wajar saja ia merasa was-was toh ia tidak kenal siapa bapak ini dan jika HPnya di ambil bagaimana?             Pria tua itu tersenyum sendu dan berdiri sambil memanggul karung yang terlihat besar untuk di bawa oleh pria sekurus itu. “Kalau begitu saya mau cari anak saya dulu ya,”             “Pak tunggu!” Boy menyodorkan HPnya. “Silahkan telepon anak bapak, saya masih ada sisa pulsa mudah-mudahan cukup.”             “Benar boleh?”             Boy menangangguk dan pria tua itu mengambil HP Boy. Boy kembali duduk sambil mengawasi pria tua itu menelpon.             Mudah-mudahan saja pulsanya cukup.             Tidak sampai lima menit, pria tua itu menghampiri Boy dengan wajah yang terlihat lega. “Makasih sekali ya Nak,”             “Anaknya nanti ke sini?”             Pria tua itu mengangguk. “Oh iya, kalau kamu jadi ke dalam jangan terlalu lama, aura dari luar Bapak sudah tidak enak.”             Boy mengangguk.             “Kalau ada apa-apa segera buka HP kamu, mudah-mudahan bisa membantu.”             Maksudnya telepon polisi?             “BOY, AYO MASUK!” Teriak Lucky tidak jauh dari tempatnya.             Boy mengangguk dan mengecek jam yang memang sudah menunjukkan pukul 23.30 yang artinya ia harus menjadi penjaga Lucky dan obsesi vlognya. “Kalau begitu saya…” Suara Boy terhenti ketika ia menyadari jika Pak Tua itu sudah tidak ada di tempat.             Kemana pak tua itu? masa dia pergi tanpa berpamitan?             Dengan kebingungan Boy menghampiri Lucky yang sudah menantinya dengan tidak sabar. “Lo ngapain sih bengong di depan pos?” tanya Lucky begitu Boy di hadapannya.             “Gue tadi lagi ngobrol sama bapak pemulung itu,”             “Ngaco lo! Lo tadi ngomong sendiri tahu! Si bapak itu udah pergi pas gue keliling,”             Boy melongo. Masa ia halusinasi? Jelas-jelas bapak itu meminjam HPnya.             Boy buru-buru membuka ponselnya untuk mengecek riwayat panggilan. Alisnya mengerut Karena panggilan terakhir berasal dari Lucky 2 jam yang lalu. Apakah dia benar berhalusinasi? Jelas-jelas ia membagi dua dadar gulung dan mengobrol sebentar.             “Ayo Boy jangan ngelamun!” Ucap lucky.             Boy menyimpan HP di dalam tasnya dan berjalan mengikuti Lucky menuju pintu masuk. “Memangnya pintunya enggak dikunci?”             “Enggak, gue udah cek kalau pintunya kebuka.”             “Memangnya enggak takut apa kalau ada yang pakai gedung ini untuk kegiatan terlarang?”             Lucky terkekeh. “Yang ada kita yang takut ke dalam.”             “Tapi lo masih aja nekad,”             “Demi subscribe bro,”             “Dasar b***k konten.” Gerutu Boy mengikuti Lucky yang sudah membuka pintu gedung.             Begitu masuk ke dalam gedung, suasana dingin, gelap dan lembab menjadi hal pertama yang mereka rasakan. Rasanya sulit untuk kembali melangkah ke depan, namun sulit juga untuk melangkah ke belakang. Bulu kuduk Boy berdiri dan yang ingin Boy teriakan adalah ‘keluar!!’ namun lidahnya begitu kelu.             “Ky, cepatan rekam.” Bisik Boy karena Lucky sama sepertinya terdiam mematung.             Lucky dengan tangan sedikit gemetar mulai menyalakan kameranya dan merekan dirinya. “Hey guys dengan Lucky di sini.” Lucky meneguk ludahnya dan kembali berbicara ke arah kamera.             Sementara Lucky yang mulai terdengar santai dengan kameranya, Boy mulai melihat kondisi sekitar. Gedung ini padahal dari luar terlihat kumuh dan hancur tetapi begitu Boy mengamati dalamnya, kondisi di dalam lebih tidak terduga.             Tidak ada kerusakan di dalam gedung bahkan lantainya hanya sedikit kusam tidak pecah seperti pikirannya.             Aneh… Boy ingat ketika di luar Lucky bilang jika gedung ini sudah lama sekali tidak digunakan pasca tragedi bunuh diri setiap penghuni dan kejadian itu terjadi 5 tahun ke belakang. Gedung yang seminggu tidak dibereskan atau dihuni saja akan cepat rusak, apalagi gedung ini yang sudah bertahun-tahun tidak digunakan.             “Boy, kita ke lantai dua.” Ucap Lucky berjalan masuk ke dalam gedung mencari tangga darurat.             Boy mengikuti dengan pandangan awas. Ia takut tetapi sudah terlanjur masuk dan lagi Boy merasa penasaran bagaimana gedung ini bisa terawat.             “Ternyata enggak semenyeramkan yang kita pikirin ya?” tanya Lucky di sela bicaranya dengan kamera.             “Ky, lo yakin tempat ini enggak pernah di pakai?”             “Gue udah tanya sama orang sekitar dan semuanya bilang kalau gedung ini terbengkalai, bahkan pemilik gedung ini sudah tidak terlihat lagi pasca tragedy 5 tahun yang lalu.” Jawab Lucky dan kembali berbicara di depan kamera. “Guys serius deh ini nyeremin banget. Oh iya buat kalian yang ngelihat sesuatu bisa DM gue ya di medsos dan tunjukin bukti fotonya ya..”             Begitu mereka sampai di lantai dua keadaan lorong yang gelap tidak menyulitkan mereka untuk melihat keadaan. Berbeda dengan lantai satu yang cukup bersih. Lantai dua ini begitu kotor. Ada berbagai tulang di sepanjang lorong dan menghasilkan bau yang busuk.             “Anjir! Bau! Ini tulang apa? Guys, gue nemu tulang!! Apakah ini tulang manusia? Oh My God!!!” seru Lucky heboh di depan kamera.           “Apakah ada terhadi kanibal di sini? Lo pengen gue lanjut, lo wajib subscribe gue sekarang!!”             Boy mengambil satu tulang di dekatnya dan membauinya. Ia yakin jika ini bukan tulang manusia melainkan tulang hewan. Apakah tempat ini sebagai tempat ritual untuk persembahan?? DUG! DUG!             Boy mendengar bunyi langkah yang cukup besar. Apakah gempa? Namun ia tidak merasakan goyangan apapun. DUG! DUG!             Suara langkah itu semakin dekat. Sial! Jika ini hantu seharusnya tidak menimbulkan suara senyaring ini. Bukankah hantu melayang?             Boy menarik tangan Lucky yang masih belum menyadari. “Eh gue belum selesai!” protes Lucky.             “MATIIN SENTER SAMA KAMERA LO CEPET!!!”             “A-APA? GUE BELUM BERES ANJIR!”             Suara langkah besar semakin terdengar di belakang. Boy dan Lucky berlari semakin cepat seakan-akan langkah mereka mengikuti irama detak jantung yang berdetum menggila. Mereka tidak tahu apa yang mengejar mereka, namun insting melarikan diri mereka menjadi naluri yang mereka ikuti.             “Kenapa… kenapa lorong ini semakin panjang?” tanya Lucky menyadari jika mereka terus berlari namun mereka tidak menemukan pintu darurat padahal mereka baru saja berjalan memasuki lantai dua.             Perut Boy mulai nyeri dan kakinya sudah terasa lelah untuk berlari. Boy menghentikan langkahnya dengan nafas ngos-ngosan sementara Lucky yang berada di sebelahnya panik karena sahabatnya berhenti. Suara langkah semakin keras.             “Apa itu? hantu?” tanya Lucky dengan pandangan ke depan.             “Lo terus cari jalan keluar Ky,” perintah Boy.             “Ninggalin lo? Gue enggak bisa.”             Boy ingin berbicara lagi namun nafasnya masih terengah-engah, perutnya juga semakin nyeri. Mungkin benar ini adalah hari kematiannya.             Sialan, ia bahkan belum menunjukkan jika dirinya telah menjadi orang yang sukses.             Ia akan mati di bunuh setan.             “Ky, air doa lo.” Boy teringat akan air yang di bawa Lucky.             Lucky buru-buru mengambil sebotol air di dalam tasnya. Kini mereka berdua bersiap menanti siapa yang mengejar mereka.             Mata Boy membesar ketika sesuatu kini mendekati mereka dan ia bisa menatapnya cukup jelas.             Itu bukanlah hantu gentayangan, bukan pula sekelompok begal. Namun ini sesuatu yang tidak masuk akal yang pastinya sebuah air tidak akan bisa menghancurkannya.             Kita akan mati!

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Time Travel Wedding

read
5.4K
bc

Romantic Ghost

read
162.4K
bc

Possesive Ghost (INDONESIA)

read
121.3K
bc

AKU TAHU INI CINTA!

read
9.0K
bc

The Alpha's Mate 21+

read
146.4K
bc

Putri Zhou, Permaisuri Ajaib.

read
3.6K
bc

Legenda Kaisar Naga

read
90.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook