Dua

1016 Words
Jam 8 pagi Jesty baru bangun dari tidurnya. Bangun jam 8 pagi itu sudah kebiasaannya. Bukan karena ia begadang atau hal-hal lainnya. Ya, emang kebiasaan yang sulit dirubah. Itu pun bisa dibilang waktu minimalnya, maksimalnya ia bisa bangun jam 11 siang. Begitu bangun, Jesty langsung mengecek benda pipih miliknya yang semalam ia tak acuhkan. Dahi Jesty mengerut ketika banyak 20 chat dan tiga missed call di aplikasi chat paling laris di zaman sekarang ini. Tumben, 'kan biasanya aplikasi itu yang paling sepi, seperti hidupnya. Jelas lah, akibat kejombloan dirinya. Bodoh ah, yang penting happy. Jangan protes ya? Jomblo mah bebas. Satu chat dari Ayud. Dan 19 lainnya dari ... gila! Orang ngeselin, cuy! Elwin punya si Ayud Kamu putus video call dari saya? Siapa yang nyuruh? Angkat telepon saya. Saya mau ngomong. Missed call Missed call Elwin punya Si Ayud Saya bilang angkat! Mau kabur? Kenapa hubungi saya tadi? Kalau akhirnya kabur. Kurang kerjaan kamu Hei ! Angkat! Missed call Elwin punya si Ayud Hei ... Kamu bener-bener ngerjain Saya, ya? Kamu enggak akan bisa lepas dari Saya! "Idih dia siapa? Kenal kagak, ketemu juga enggak pernah. Emang bakalan ketemu? Pakai acara ngancam. Iiih, resek banget! Enggak sadar diri atau apa? Bener-bener gila nih, orang," dumel Jesty panjang kali lebar. "Bodoh amat ah! Mau mandi, gerah!" Jesty melempar begitu saja ponselnya. Ia berjalan menuju kamar mandi. Buat apa kalau bukan buat mandi. Enggak usah di tanya lagi ya? Udah di jawab tuh. Baru menginjakkan kaki di luar kamar mandi, ponselnya menyala. Jesty meliriknya sesaat, dia menghela nafas ternyata bukan orang ngeselin yang menghubungi. Tapi pacarnya orang songong. Tolong garis bawahi ya. "Ya, Ayud." "Ke rumahku ya?" pinta Ayudia langsung tanpa basa basi. "Males." Pasti mau curhat lagi. Pengang nih kuping nanti. Percuma dengerin, tapi saran tidak di pedulikan. Alias ditolak mentah-mentah. Tumben-tumben ngajak ke rumah setelah bertahun-tahun, 'kan curiga jadinya. "Ayolah Jes, aku butuh kamu. Mau ya datang? Please!" "Mau curhat lagi?" "Enggak kok. Cuma mau temenin aja. Mau ya?" Jesty ragu sebenarnya, ia ingin kekeuh menolak saja. Tapi ya tahu lah si Ayud ini, sama keras kepala dengannya. "Oke." "Makasih Jesty, Sayang. Aku tunggu jam 10 ya. Bye!" "Yah, semoga tidak ada hal buruk," batin Jesty setelah panggilan dari Ayud terputus. Ganti baju, siapin sarapan, pesan ojek online dan go! Hanya butuh waktu 5 menit, Jesty sudah sampai di depan rumah temannya itu. Tanpa curiga dan tidak memiliki firasat apa pun, Jesty mengetuk pintu rumah temannya tersebut. Tidak menunggu lama, Ayudia membuka pintu. "Masuk, Jes." "Enggak di suruh masuk aku juga ma--" perkataan Jesty harus terhenti, matanya membola menyaksikan makhluk yang sudah ia labeli ngeselin duduk manis di rumah si Ayud dengan cangkir di tangannya. "Kenapa berhenti di sini, ayo Jes!" Ayudia menarik tangan Jesty. "Itu Mas Elwin, kalian 'kan udah kenalan tadi malam. Makasih ya Jes, sudah membuat hubungan kita baik lagi," bisik Ayudia. Jesty bingung tadi malam dia tidak menghasilkan apa pun, loh. "Sebagai rasa terima kasih Mas Elwin traktir kamu bakso dan Pizza, kesukaan mu itu 'kan? Ayo duduk!" Ayudia memaksa Jesty duduk. Dan coba tebak, yap tepat. Tempat duduk Jesty di depan pria ngeselin bin ngeselin itu. Pria itu melihat Jesty sembari tersenyum tipis. Tahu dari mana? sudut bibir pria itu berkedut sedikit tertarik ke atas. Sungguh, perasaan Jesty jadi tidak enak. Tahu gitu, ia tidak datang kesini. Ia takut, pria ngeselin tersebut benar-benar tidak melepasnya seperti chat terakhir yang pria itu kirim tadi malam. "Aku tinggal ke dapur dulu. Mau ambil minum. Kalian berdua mengobrol saja." Ayudia melipir pergi, meninggalkan Jesty yang tangannya sudah dingin. Nyalinya ciut. Ya, ciut. Berhadapan dengan orang licik. "Kita bertemu, Jesty." “Sial!” batin Jesty. *** Jangan pikir dirinya bakalan ikut ngobrol dalam dunia mereka ya. Enggak akan. Elwin dan Ayud, musuh besarnya mulai sekarang! Enak aja dirinya di jadikan obat nyamuk. Ingin pulang rasanya. Tapi di cegah dong! Kurang ajar 'kan? Tuh orang berdua. Apalagi si Elwin. Pacar Ayud yang enggak tau diri. Dia dengan akal bulusnya, berhasil meminta Ayud membawanya ke sini. Alasan traktir segala lagi! Preet. Orang tadi malam enggak ada hasil apa pun. Malah di bikin nyelekit nih hati, 'kan kasihan. Sudah lama Jomblo. Enggak ada yang kasih perhatian, enggak ada yang belai juga lagi. Malah di bikin sakit. "Nih, makananku sudah habis. Aku mau pulang." Jesty bergegas mengambil tas slingbag di sampingnya kemudian ia sampirkan ke bahu. "Kok buru-buru sih, Jes." "Iya, ada acara. Bye." Tidak peduli lagi akan tatapan kedua orang di belakangnya. Jesty keluar dari rumah Ayud. Sepanjang jalan sembari menunggu ojek online pesanannya, Jesty tiada hentinya mengomel. Ia pun memilih menunggu di bawah pohon rindang, sekalian berteduh. Jauh dari lubuk hatinya, sejujurnya Jesty ingin merasakan seperti yang Ayudia rasakan. Jatuh cinta, malu-malunya, candaannya, main barengnya, ngambeknya, sedihnya, tentunya bersama orang terkasih. Dari lahir hingga sekarang ia sendiri, selalu. Pernah berburuk sangka pada Tuhan, jika memang ia ditakdirkan untuk sendirian di dunia ini. Selamanya. Bunyi klakson mobil menyadarkan Jesty dari lamunan sesaatnya. Ia pandangi mobil tiga langkah di depannya itu. Perlahan kaca mobil itu turun, memperlihatkan sosok yang baru saja ia temui tadi. Lebih tepatnya, tidak sengaja bertemu. "Naik." "Tidak perlu, Mas." Tidak bermaksud genit. Memang itu kebiasaannya memanggil orang yang lebih tua. Tetap sopan, meski hati jengkel luar biasa. Takut juga sih sebenarnya. Bagaimana kalau pria itu sedang menjalankan ancamannya tadi malam? Tidak mungkin. Jesty menggelengkan kepalanya, mengusir pikiran buruk yang sempat hadir tadi. Meski ia telah menolak, pacar temannya itu tetap di tempat. Kendaraannya tidak bergerak sedikit pun. Terpenting sekarang, jangan berpikiran buruk. Bodoh amat saja lah. Mungkin dia lagi menunggu orang, sama seperti dirinya. Jesty pun memilih sedikit menjauh dari mobil Elwin-Pacar Ayud- sesekali mengecek aplikasi ojek online di ponselnya dengan rasa tak sabaran. Tak berapa lama, ojek online pesanannya datang. Hal yang patut disyukuri. Segera pergi dari sini ia rasa keputusan terbaik, untuk otaknya kali ini. Harapan yang percuma, Elwin datang memberi uang warna merah banyak ke ojek online tersebut. Jesty yang sudah duduk di jok belakang sampai dibuat melongo hingga tak sadar dirinya diangkat dan dimasukkan ke dalam mobil begitu saja. "Aaaaa, lepaskan aku!!" Terlambat, mobil Elwin sudah jalan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD