Windsor at dogpatch

1289 Words
Menginjakan kaki di salah satu benua terbesar, masih menjadi dunia fiksi bagi ketiga laki-laki berkebangsaan Indonesia. Mahasiswa jurusan sastra indonesia, yang sering dipandang sebelah mata oleh mereka yang berjurusan pengetahuan murni. Namun itu semua tidak menurunkan rasa percaya diri dari ketiga pria tersebut, yang ikut bersaing untuk mendapatkan program bergengsi di ranah internasional. "Garr jadi?" Tanya Roman, yang keluar lift lebih dulu. "Liat nanti, kalo gua gak tidur dan gak mager." Balas Garry, seraya melepas tombol lift. Membuat ia melewatkan raut wajah Roman, yang mencerca jawabannya. Namun, wajah Roman barulah permulaan, karena kini masih ada Guntur yang terus menyerocos tanpa jeda. Semua cerocosannya berpusat pada satu tujuan yaitu, jangan sampai Garry memejamkam matanya. Karena mereka harus pergi untuk mengeksplor lingkungan kampus, asrama, serta kota San Fransisco. Karena jika Garry sudah tertidur, maka semua itu batal. Karena hanya dirinyalah yang bisa mereka andalkan dari berbagai aspek. Terutama aspek keuangan. Diakibatkan karena kedua orang tua dari Guntur dan Roman, yang hingga sekarang belum mengirimkan uang pada mereka. "Bacot deh ah, lagian siapa yang mau tidur. Gua mau bersih-bersih." Jelas Garry, seraya menendang pelan b****g Guntur. "Dah sana dah lu, gosok gigi!" Cibiran itu mengantarkan Guntur keluar dari lift, karena telah sampai ke lantai unitnya. "Awas kalo lu tidur! Gua dobrak tu pintu." Ancam Guntur, yang langsung dihadiahi oleh jari tengah Garry. Berpindah 2 lantai, pintu lift langsung terbuka di lantai 17. Tempat unit Garry yang dikenal sebagai tempat keberuntungan penghuni. Karena dari lantai sinilah, mereka bisa dengan jelas menemukan sisi lain dari kota tersebut. Gedung pencakar langit yang saling beedampingan, market-market yang tersusun rapi di jalan, hingga lekukan jalan raya, yang membuat San Fransisco unik. Sesampainya di unit 1709, Garry menempelkan kartu ke gagang pintu, dan seketika ia terperangah dengan apartement jenis S9, yang sangat minimalis. "Apartemen mahal emang beda." Gumam Garry, seraya masuk ke dalam. Meskipun masih kosong melompong, unit apartement Garry tetap terlihat elegant, dengan walpaper dinding serta tata letak interior yang sang membuat kagum. Terlebih lagi, saat ia membuka kamar tidur yang langsung disambut oleh pemandangan dari jendela. "Surgaa Dunia..." Ia terkagum-kagum, melihat semua pemandangan dari jendela kamar yang tidak jauh berbeda dengan pemandangan di luar. Tanpa banyak cingcong, ia langsung merebahkan tubuh ke ranjang minimalisnya, untuk bersitirahat. "Damn it!" Seketika, alergi akan debunya kembali kambuh, menyebabkan bersin terus datang silih berganti. 'Ternyata apartemen mahal ada debunya juga.' batinnya mencibir, menarik semua perkataannya tadi. Membuat Garry kembali berdiri, dan langsung membuka kaos yang sudah 2 hari melekat di tubuhnya. Bukannya langsung membersihkan diri, ia lebih memilih untuk merapihkan seisi kopornya, untuk mencari sprei yang ia bawa dari rumah. "Nah kan gini rapih. Tempat tidur sama orang yang punya, sama-sama ganteng." Perkataan itu kembali memunculkan sifat narsistiknya, yang sudah lama ia lupakan, entah sejak kapan awal mulanya. Meninggalkan Garry yang entah sedang apa di ranjang, kini beralih pada Roman yang sudah bergaya sangat necis. Laki-laki itu seperti tidak merasakan jetlag sama sekali, hingga membuatnya kini menyusuri semua fasilitas apartemen dari "Windsor at dogpatch". Apartement yang cukup mewah, yang dikelilingi oleh berbagai macam tempat ikonik di kota ini. Tak tanggung-tanggung, harga yang dibandrol oleh apartemen ini sebesar 1.800 dollar US, untuk 1 bulannya. Harga yang sangat fantastis jika kalian kurs dalam mata uang rupiah, mata uang yang dipakai oleh oleh orang tua Garry, Roman, dan Guntur, untuk membayar setiap bulannya. "Impresif!" Matanya terbelakak sempurna saat memasuki kolam renang indoor, yang berada di lantai 21. Membuat mata dari Roman semakin manja, karena desain interior yang terkesan sangat minimalin, namun fantastis. Membiarkan hati dan fikiran, untuk menafsirkamnya sendiri. Karena mulutnya kini sudah menyerah dan kehabisan kata-kata, demi mendeskripsikan semua ini. "Woah..." Mulutnya kembali terperangah, ketika pandangan membawanya ke arah kanan, yang terdapat beberapa orang gadis, sedang bermain-main di dalam kolan setinggi 2 meter. Lagi-lagi, sifat buaya darat darinya muncul kembali, dan melupakan sakit hati, setelah hubungannya kandas begitu saja. Entah apa yang membuat Roman terlalu memuja muji para gadis, hingga membuatnya seperti sekarang ini. Untungnya, Ia tahu akan batasan diri di negara orang, yang tidak boleh melakukan godaan atau bahkan sekedar 'cat calling'. Yang membuatnya tidak bisa menggoda sembarang gadis, dengan kebiasaannya di Indonesia, yang sering menggoda dengan perkataan, "Sendirian aja, neng." Menjijikan sekali perbuatan satu laki-laki ini. Dan membuatnya sekarang, harus berperilaku extra, demi mendapatkan perhatian dari semua gadis tersebut. Sementara di tempat lain, ada Guntur yang sedang kebingungan mencari cara kembali ke tower apartemen miliknya. Setelah ia berlagak berjalan-jalan, mencari udara segar. Ia langsung menekan-nekan layar benda pipihnya, untuk mengirim pesan pada Garry dan Roman, untuk meminta bantuan. Namun semua itu nihil, karena masing-masing empunya sedang sibuk dengan urusan mereka. Ada yang sedang menggoda para gadis, dan ada juga yang sedang terkapar di lantai apartement. "Oh s**t! Jam berapa ini, gua kan gak boleh tidur." Pekik Garry, dengan mata yang mendadak terbuka dengan lebar. Ia langsung menyambar ponsel di samping, untuk melihat semua kabar dari kedua temannya, atau kabar dari keluarganya, jika ada yang bertanya. Namun tidak mungkin keluarganya menyakan kabar dirinya, karena perbedaan waktu yang cukup besar membatasi mereka. Jakarta-San Fransisco, dengan zona waktu yang berbeda puluhan jam. Perbedaan matahari dan bulan itulah, yang membuat Garry, tidak mengirim pesan apapun pada keluarganya di Jakarta, dan lebih memilih menelfon kembali Guntur, yang beberapa menit sebelumnya menelfon. ["Lo dimana hih, bantuin gua kek. Gua share loct ya."] Suara ketakutan dari Guntur membuat Garry, menarik baju dari kopornya dengan sembarang. Ia sangat takut jika temannya terkena masalah dengan penghuni lokal di sini. Sifat dan sikap Guntur yang terkesan tidak tau tempat serta waktu untuk beecanda atau diam, membuat Garry kalut dan langsung membagikan kembali lokasi terkini yang dikirimkan Guntur tadi. Setelah Roman membalas pesan singkat darinya, ia langsung keluar kamar, dan mengikuti terus lokasi yang terpampang pada ponsel pintarnya. 'Sampe tu anak ada konflik sama orang sini, gak tau dah nasipnya. Bisa jadi ayam geprek kali tu anak.' batin Garry terus mendengki, dan menyumpah sebelum menemui Guntur. ** Kakinya begitu lemas, karena untuk pertama kalinya dipakai berlari, "ROMAN!" Teriak Garry dengan nafas yang terengah. Namun, tidak ada respon apa-apa dari Roman, membuat Garry memaksa untuk berlari kembali, agar menipiskan jarak antara mereka. "Weh!" Seketika membuat Roman terkejut, karena bahunya terasa ada yang menepuk, tapi tidak ada siapapun di belakang. Membuat sekujur tubuhnya merinding hebat, dan berfikir jika hantu luar negri suka iseng saat matahari masih muncul. Sebelum Roman kembali menatap depan, Garry langsung menahan pergerakannya dari bawah. Hingga membuat Roman berdiri dengan tidak sempurna. BRUGH' "ANJIR! MACEM-MACEM AJA LU!" Pekik Roman yang saat ini ada di posisi yang sama dengan Garry. Terkapar di lantai, dengan nafas yang terengah. Jika Garry terngah karena rasa letihnya, mungkin Roman terkapan, karena rasa takutnya. "Heh bangun! Norak deh pada tiduran di lantai!" Seketika, mereka berdua langsung berdiri dengan sempurna. Melupakan semua rasa letih maupun takutnya, agar bisa menghadiahi pelajaran yang pantas, untuk orang yanh sudah membuat mereka berlarian ke tempat ini. "Gua kira lu bikin masalah sama orang lokal!" Pekik Garry, yang langsung didukung oleh Roman, "Sama! Ternyata gak ada apa-apa! Rugi bgt gua ninggalin pemandangan bagus tadi!" Membuat Guntur terkikih geli, hingga terbahak mendengar semua ucapan dari kedua temannya. "Kalian ternyata perhatian banget ya sama gua. Gak nyangka deh, puny temen baik-baik semm--" Sebelum Guntur menyelesaikan ucapannya, baik Garry atau Roman langsung mengacuhkan Guntur, dan berjalan menjauhinya. Kali ini giliran Guntur yanh menyumbang seutas kalimat indah, seraya menatap kedua punggung temannya. "Meski leluconnya lebih pantas disebut ejekan, serta perilakunya seperti orang tidak normal. Tetapi mereka berdua temanku, dan aku tidak mau berubah semuanya." Membuat Guntur kembali terbahak, tas ulah temannya tersebut, dan langsung menyusul mereka untuk merangkul mereka berdua. Mungkin terlihat sangat berlebihan bukan? Tapi inilah mereka, yang selalu membantu satu sama lain, namun malu untuk diungkapi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD