Bangkrut

1058 Words
"Sudah sore kamu nggak pulang, Mil? Nanti dicari suami kamu," tanya Helga, ibu Mila, "Niko lagi ke luar kota ya?" Mila masih duduk di sofa bermalas-malasan. Dia sedang berkunjung ke rumah orang tuanya. Dia tidak tahan berada di rumah suaminya. Setiap hari pembahasan di rumah itu hanya Ayuni, Ayuni dan Ayuni, membuatnya sangat muak. "Enggak Ma, ada kok. Cuma lagi males aja di rumah itu. Sumpek. Coba aja aku punya anak, pasti aku nggak bosan. Ada yang menemani aku seharian," kata Mila. Helga memandang wajah putrinya sayu. Dia sangat mengerti, Mila sangat menginginkan kehadiran seorang anak. "Jangan putus asa, Mil. Siapa tahu, tahun depan rumah kamu sudah ada tangisan bayi. Intinya jangan putus asa, usaha terus, ya?" Helga berkata dan mengelus rambut Mila. "Kami sudah berkali-kali gagal melakukan inseminasi Ma, padahal sel telurku sudah bagus." Setetes air lolos dari mata Mila. Di rumah suaminya dia tidak bisa leluasa menangis. Bahkan saat dia didiagnosis akan kehilangan satu saluran telurnya dia hanya bisa berusaha menahan dirinya. Dia dilupakan saat mertuanya datang membawa kabar yang menghebohkan tentang Ayuni. Dia merasa tidak dihargai sebagai seorang istri dan menantu di rumah itu. "Loh ada apa ini? Kok anak Papa nangis di sini." Brata masuk ke dalam rumahnya dan mendapati putri kesayangannya sedang menangis di pelukan istrinya. "Papa." Mila ganti memeluk ayahnya. Brata melihat pada istrinya, menaikan alisnya meminta jawaban. Helga hanya tersenyum tipis. "Kenapa? Niko nyakitin kamu?" tanya Brata. Tangis Mila semakin kencang. Dia sesenggukan di pelukan ayahnya. "Bilang ada apa?" Brata mencoba menggali informasi. Setelah Mila puas menangis, dia mulai bisa bercerita. "Niko punya anak haram, Pa." Brata dan Helga terkejut mendengar penuturan putrinya. "Maksud kamu dia selingkuh? Kurang ajar!" Brata mengepalkan tangannya karena emosi. "Bukan, Pa, mana bisa dia punya anak dari hasil selingkuh, dia kan nggak subur." Mila berkata sambil mengusap air matanya. "Terus maksud kamu gimana?" Helga tidak sabar dengan jawaban putrinya. Mila menghela napas lemah. "Dia punya anak sebelum menikah sama aku Pa, Ma. Anak di luar nikah. Dan mereka baru tahu belakangan ini, mereka berencana membawa anak itu ke rumah kami." "Gila suami kamu, Mil. Surya sama Gita tahu?" tanya Brata. Mila mengangguk. "Justru Mama Gita yang pertama kali tahu. Dia yang menyelidikinya sendiri dan dia juga yang paling bersemangat membawa anak itu. Papa tahu kan orang tua Niko ingin sekali kami punya keturunan. Setiap hari di rumah itu hanya membahas anak haram itu, aku merasa tidak dihargai. Aku capek." "Orang tua sama anaknya sama saja! Harusnya mereka marah kalau tahu anaknya punya anak di luar nikah, ini malah senang. Dasar keluarga gila." Brata memukul sandaran tangan sofanya. Hening. Ketiganya sibuk dengan pikirannya masing-masing. "Apa kamu masih mau mempertahankan rumah tangga kamu, Mila?" Brata membuka suara. Mila menatap ayahnya. "Maksud Papa apa?" "Kamu masih mau jadi istri Niko setelah semua ini?" Brata menegaskan. Mila masih mencintai suaminya, tetapi perlakuan mereka sangat menyakiti hatinya. Belum anak itu datang, dia sudah merasa tersisih, apalagi kalau anak itu sudah benar-benar masuk ke dalam keluarganya. "Aku nggak tahu, Pa." Mila bersandar pada sofa, matanya menatap lampu kristal yang menggantung di ruang tamunya. "Perusahaan Niko hampir bangkrut." Mata mila membola mendengar penuturan ayahnya yang tiba-tiba. "Maksud Papa apa?" ucap Mila sambil menegakkan badannya. "Dia baru tahu kalau ada karyawan yang korup dan memanipulasi keuangan perusahaan. Belum lagi kerugian yang memang dialami perusahaan karena penjualan mereka menurun, ada kasus penipuan vendor juga yang Papa tahu. Kemarin Niko ke kantor ingin minta bantuan. Tapi Papa ragu mau ngasih karena nominal yang dia minta terlalu besar. Papa nggak yakin perusahaannya akan bertahan." Brata menatap putrinya prihatin. Mila menggigit bibirnya, pikirannya bercabang. Dia menyugar rambutnya lalu mengacaknya lagi. "Mila tenang. Kamu nggak perlu memikirkan semua itu. Nanti kamu stress, kamu baru sembuh dari operasi," kata Helga. "Aku harus bagaimana, Ma? Aku bingung." "Kalau kamu masih mau bertahan dengan keluarga itu, Papa akan usahakan membantu Niko walau tidak bisa penuh. Tapi kalau tidak, Papa tidak akan repot-repot lagi." Brata menatap putrinya sungguh-sungguh. "Biarkan aku pikirkan dulu Pa, aku pulang dulu ya," pamit Mila. Orang tuanya mengangguk dan mengantar Mila sampai ke depan pintu. Sesampainya Mila di rumah, dia merasakan atmosfer yang kurang menyenangkan. Dia sengaja berhenti di balik dinding saat mendengar percakapan dari ruang tamu. "Jadi Nira menantang kamu, Niko? Dasar perempuan tidak tahu diri. Dia tidak tahu berurusan dengan kita bisa menyebabkan dirinya rugi. Seharusnya dia berterima kasih karena kita mau mengakui anaknya," ucap Gita berapi-api saat tahu Niko gagal membujuk Nira untuk menyerahkan Ayuni pada mereka. "Aku akan menghubungi pengacara kita, Ma. Dia pasti bisa membantu kita untuk mendapatkan hak asuh Ayuni." Niko menenangkan ibunya. "Kamu benar Niko, kalau perlu buat Nira kapok, ancam dia. Dia harus diberi pelajaran biar dia tahu siapa kita. Mungkin dia sudah lupa, kakaknya yang sok jago itu pernah hampir mati dulu karena membelanya." Mila terpaku di depan pintu, dia bersandar pada dinding di sebelahnya. "Ternyata seperti ini keluarga dari laki-laki yang aku nikahi? Mereka bahkan bisa menghalalkan segala cara bahkan sampai melukai orang lain agar keinginannya bisa terwujud." Mila terpekur melihat ke kakinya sendiri lalu dia mengusap perutnya. "Mungkin Tuhan belum memberikan aku anak karena tidak ingin anakku tumbuh di keluarga ini." Hatinya mulai kuat memikirkan kemungkinan berpisah dengan Niko. Foto pernikahannya yang tergantung di depannya membuatnya tersenyum miris. Dulu dia begitu senang saat dijodohkan dengan Niko, laki-laki tampan dan anak tunggal dari keluarga kaya. Mila melewati begitu saja tiga orang di ruang tamu saat salamnya tidak di jawab. Dia menaiki tangga ke lantai dua tempat kamarnya berada. "Kamu sudah pulang, Sayang?" Niko memanggilnya. Mila berhenti dan tersenyum penuh arti setelah berbalik menatap suaminya. "Iya, aku baru saja pulang." "Aku sudah sadar selama ini tersesat berada dalam keluarga ini, aku akan pulang ke tempat aku lebih dihargai. Maafkan aku, Niko," batin Mila. Dia melanjutkan langkahnya ke kamarnya. "Niko, segera diurus semuanya. Berkas hasil tes DNA ada sama Mama, jadikan itu bukti untuk menguatkan gugatan kamu. Nira tidak akan bisa mengelak kalau Ayuni adalah anak kamu." Gita tersenyum dan merasa sangat senang, kali ini keinginannya pasti akan segera tercapai. Dia tidak akan segan kepada Nira. Perempuan miskin seperti Nira bukanlah lawannya. Dia sudah bicara empat mata dengan Nira tapi dia tidak mau mendengarkan bahkan malah menantangnya. Tes DNA yang dia lakukan dari mencuri rambut Ayuni ternyata bisa berguna sekarang. "Setelah ini, Ayuni secara resmi akan menjadi bagian dari keluarga Wiratama," batin Gita penuh kemenangan. Bersambung Jangan lupa tap lovenya ya
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD