Bertemu Ayah

1086 Words
"Mau apa kau kemari!" Nira berjalan ke arah Ayuni dan menarik tangannya. Dia berdiri di depan Ayuni, membentenginya, tidak mau kalau sampai putrinya diambil oleh laki-laki itu. "Apa kabar, Nira?" tanya Niko. "Aku baik-baik saja sebelum melihat wajahmu di sini!" seru Nira. Senyum Niko pudar, wajahnya tertekuk. Dia mengusap belakang lehernya dan melirik ke arah Nira. "Maafkan aku." "Untuk apa?" Nira mengangkat kepalanya saat bicara dengan Niko. "Semuanya. Aku minta maaf," jawab Niko. Nira berdecih. Setelah tujuh belas tahun hanya kata maaf yang keluar dari mulut Niko. "Aku menyesal Nira." Niko berusaha meyakinkan. "Menyesal? Untuk apa? Aku tidak butuh kata-kata penyesalan. Jangan harap hanya dengan kata maaf, kau bisa mengambil putriku." Nira menatap Niko dengan tajam. Jelas sekali ada kebencian pada wajahnya. Niko diam mendengar perkataan Nira. Ada rasa marah dengan perlakuan Nira padanya, tapi dia harus bersabar demi mencapai tujuannya. "Ayuni, ayo kita pulang saja." Nira berkata pada Ayuni yang langsung mengambil tasnya lalu memakainya. "Nira aku mohon beri aku waktu untuk bicara dengan anakku." Niko menghalangi langkah ibu dan anak itu. Nira mendengkus. "Anakmu? Enak saja main mengakui anakku sebagai anakmu." "Nira, jangan keterlaluan, Ayuni juga putriku." Niko menjawab dengan kesal. Dia mulai kehilangan kesabarannya. Nira ternyata bisa menjadi wanita menyebalkan. Nira bersedekap dan berjalan mendekati Niko. "Kalau mau anak, minta pada istrimu. Jangan mengambil anak kesayangan orang lain." Niko hanya diam dan mengeraskan rahangnya, merasa kesal dan marah mendengar perkataan Nira. Harga dirinya jatuh, jika sudah membahas tentang keturunan. "Kemana saja kau selama ini? Apakah seorang ayah hanya bertugas menanam benih lalu pergi? Begitu?" Nira menatap mata Niko dengan tatapan tajam. Kalau saja tatapan bisa melukai, dia harap sudah bisa merobek-robek laki-laki di depannya. Niko menunduk setelah mendengar ucapan Nira. "Aku sudah minta maaf Nira. Jangan membahas itu terus. Ayuni juga butuh ayahnya. Kamu jangan egois." "Hahaha." Nira tidak bisa menahan diri untuk tertawa. Dia merasa lucu mendengar Niko berkata seperti itu. "Kau yang tidak mau mengakui putriku, dulu. Kau dan keluargamu yang memintaku menghilang dan jangan menemuimu lagi, kau lupa? Bukankah kalian tidak percaya kalau anakku adalah darah dagingmu? Kenapa sekarang kalian datang dan bersikeras menginginkan anakku?" Niko kembali hanya diam mendengar pertanyaan Nira. Dia melirik Ayuni yang ada di belakang Nira. Takut, kalau anaknya membencinya. "Kalau kau bilang aku egois, lalu kamu apa, hah! Kami sudah hidup tenang, kenapa kalian datang mengganggu hidup kami? Aku sudah pergi seperti permintaan kalian!" teriak Nira. Dia benar-benar kehilangan kendali. Sebuah beban yang sudah disimpannya selama ini, dia keluarkan. "Ibu, sudah, dilihatin orang-orang." Ayuni mencoba menenangkan Nira. Nira baru sadar beberapa orang yang duduk di dekat mereka mulai melirik ke arahnya. Nira menarik napas panjang mencoba menetralkan rasa marah dan kesal dalam dirinya. "Niko, lebih baik kamu pergi dari sini dan jangan pernah kembali lagi. Kita sudah tidak punya urusan." Nira tidak mau membuat keributan di restorannya sendiri. "Memangnya kau siapa bisa mengaturku tidak boleh ke sini? Ini tempat umum. Kau mau membuat bosmu marah karena kehilangan pelanggan? Atau kau mau dipecat sekalian?" Niko justru tersinggung dan mengancam Nira. Nira semakin mendongakkan kepalanya, menatap Niko, menantang. Nira berpikir, bermain-main sebentar sepertinya akan seru. "Coba saja kalau bisa," katanya sambil tersenyum sinis. Nira sudah bukan lagi perempuan lugu dan polos yang bisa diperdaya. Untuk apa dia takut. "Aku ingin bertemu manajer tempat ini," kata Niko tegas. "Oh. Silakan cari sendiri tuan Niko yang terhormat." Nira mempersilakan. Niko berbalik dan berjalan ke arah seorang pelayan dan terlihat berbicara dengannya. "Ibu." Ayuni memegang lengan baju Nira, terlihat gelisah. "Tenang saja sayang." Nira mengelus pipi Ayuni, menenangkan. "Lihat saja kau Nira. Setelah ini kamu tidak punya alasan untuk mempertahankan Ayuni lagi. Dia akan lebih baik jika ikut bersamaku. Kamu tidak usah sombong, kamu akan menjadi pengangguran." Niko berkata setelah dia kembali. "Oh benarkah? Bagaimana ini, aku takut." Nira menahan tawa. "Ada apa ini Bapak ... Ibu ...?" Rizal, manajer di restoran bertanya dan melihat pada Nira lebih lama. "Kalian seharusnya mentraining karyawan dengan lebih baik. Mengajarinya sopan santun kepada pelanggan. Lihat pelayan ini, dia berani mengusirku. Padahal aku sedang menikmati makananku di sini. Aku mau kau memecatnya atau aku akan memviralkan restoran ini karena pelayanannya yang buruk." Niko berkata sambil berkacak pinggang dan menunjuk Nira. Rizal terlihat bingung. Dia menatap kepada Nira meminta penjelasan. Nira menaikkan bahunya, tidak mau bicara karena ingin melihat pertunjukan menarik lebih lama. "Maaf Pak, sepertinya ada kesalahpahaman. Bu Nira ini ...." "Ah, aku tidak mau tahu, kalau kau tidak memecatnya, aku akan membuat review jelek untuk restoran ini." Niko memotong begitu saja perkataan Rizal. "Pak Rizal, jangan pecat saya ya, orang ini yang membuat keributan. Saya tidak melakukan apa-apa." Nira memasang wajah takut seperti akan menangis. Rizal semakin terlihat bingung mendengar perkataan Nira. "Bu Nira ini sebenarnya ada apa?" "Kelamaan. Kehilangan satu pelayan tidak akan membuat kalian bangkrut. Dia justru akan membuat restoran kalian rugi, seharusnya orang seperti dia ini jangan dipelihara." Niko semakin tidak sabar. "Saya harus bagaimana, Bu Nira?" Rizal bingung mendengar seorang pelanggan memintanya memecat bosnya sendiri. Nira sedari tadi mengulum senyum, tidak tahan ingin tertawa melihat drama yang diciptakan Niko. "Sudahlah Niko, aku tidak akan dipecat dari sini karena aku punya hubungan dengan pemiliknya. Jadi, kamu tidak usah mengancamku." Nira bersuara setelah hanya diam sejak tadi. "Pantas saja, kamu memang p*****r. Bahkan tidak malu berkata seperti itu di depan putrimu. Aku semakin yakin ingin mengambilnya darimu. Jangan sampai kau mendidiknya menjadi p*****r juga." Plak! Nira menampar Niko. Tidak puas Niko mengatai Nira, dia juga mengatai putrinya juga. "Ibu." Ayuni berteriak melihat ibunya menampar ayahnya. Suara Ayuni terdengar sengau karena menahan tangis. "Sekali lagi kau bicara yang tidak-tidak tentang putriku aku tidak akan diam saja Niko Wiratama," ucap Nira geram. Niko memegang pipi kirinya yang baru saja ditampar. "Dasar pelayan tidak tahu diri. Akan ku buat perhitungan denganmu. Tunggu undangan dari pengadilan, aku akan mengambil putriku darimu. Kalau tidak bisa menggunakan cara halus maka akan ku ambil secara paksa. Tidak akan kubiarkan Ayuni lebih lama lagi dalam asuhanmu." Niko pergi begitu saja setelah bicara. "Bu Nira, saya pamit dulu." Rizal segera beranjak untuk meminta maaf pada para pelanggan yang terusik dengan kelakuan Niko. Nira melihat pada Ayuni yang duduk dan menutupi wajahnya dengan tangan. Bahunya berguncang. "Sayang, maafin Ibu," kata Nira sambil memeluk dan mengelus punggung Ayuni. "Maaf Ayuni. Maaf." "Kenapa Ayah jahat sekali pada Ibu. A–aku tidak mau bertemu A–ayah lagi." Ayuni tergugu mengatakannya. "Tenang, Sayang. Iya, kita akan terus bersama. Kamu jangan khawatir, ya." Nira mengelus kepala Ayuni dan kembali memeluknya. 'Tidak akan aku biarkan kamu mengambil hartaku yang paling berharga, Niko!' batin Nira. Bersambung
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD