Bab 9: The Day

1053 Words
*** Sehari yang lalu Farel mengabari Giana bahwa Gama sudah mengirimkan kembali uang muka beserta sisa biaya jasa. Sesuai isi kontrak kerjanya, Giana akan mendapatkan setengah dari bagian yang dijanjikan. Tentu uang itu sudah masuk ke rekeningnya. Giana pun segera mengirimkan uang tersebut pada nomor rekening Gufta yang dikhusukan untuk biaya sekolahnya. Itulah kenapa saat ini Gufta sedang bersamanya, mengkonfirmasi notifikasi yang masuk ke ponselnya itu. Sebab, nominal yang tertera lebih banyak dari biasanya. "Apa pekerjaan Mbak berjalan lancar?" tanya Gufta pada Giana. Tentu saja ia penasaran karena Giana mengirimkan uang dalam jumlah yang cukup banyak dari biasanya. Gufta juga sangat penasaran dengan pekerjaan Giana. Selama ini Giana selalu merahasiakannya. Giana mengangguk singkat. Ia bahkan tersenyum tipis kepada adiknya. "Iya, lancar. Kamu gunakan uang itu dengan baik ya, dek. Kalau mau beli sesuatu boleh, asal biaya sekolah kamu nggak terganggu," tuturnya. Sejujurnya, Giana ingin sekali memberitahu Gufta mengenai pekerjaannya agar adiknya itu tak selalu curiga. Namun, Giana pikir Gufta akan memaksanya berhenti bekerja bila mengetahui bagaimana pekerjaannya. Giana harus tetap menyembunyikannya. "Mbak mau pergi. Kamu juga sebaiknya bersiap-siap ke sekolah," Giana memiliki alasan yang kuat untuk menghindari pertanyaan Gufta lebih dari ini. Dirinya harus pergi sekarang, meskipun pekerjaannya belum menanti. Lamaran yang akan Gama lakukan untuk kekasihnya berlangsung nanti malam, sehingga Giana pun akan memulai sandiwaranya nanti malam. Namun, ia ingin membeli sebuah gaun yang cukup mahal agar terlihat sepadan dengan Gama. "Tapi Mbak ..." "Mbak buru-buru, Aya udah nungguin!" potong Giana dengan cepat. Tanpa menunggu balasan dari Gufta, dengan cepat Giana melarikan dirinya dari hadapan Gufta. Giana merasa selamat dari pertanyaan menuntut adiknya itu karena Gufta membiarkannya pergi meski terpaksa. Perhatian Giana kini beralih pada ponselnya. Ia memang membuat janji dengan Aya untuk pergi bersama. Dengan cepat Giana menghubungi Maya yang akrab dirinya panggil Aya itu. "Halo? Ay kita ketemuan di sana aja ya!" Giana bicara secara langsung setelah Aya menerima panggilannya. Giana menunggu respon dari Aya yang juga langsung membalasnya dengan kata persetejuan. Tanpa bicara apapun lagi, keduanya sepakat untuk bertemu di daerah pusat perbelanjaan. Giana pun mematikan panggilan, lalu menunggu bus di perhentian. Lagi-lagi tidak membutuhkan waktu yang lama bagi Giana untuk menemukan busnya. Keduanya memang berjanji untuk bertemu di daerah pusat perbelanjaan saja, tetapi lada waktu sepagi ini pusat perbelanjaan belum ada yang buka. Giana memerlukan waktu satu jam lebih untuk sampai di sana. Namun, bukan berarti pusat perbelanjaan juga sudah buka. Keduanya pun akan mencari sarapan di sekitar sana agar tak terlalu bosan dalam menunggu. Kebetulan, Giana memang tak sempat sarapan karena menghindari pertanyaan Gufta. Selalu seperti ini setiap kali ia mendapatkan upah. Jadi, dalam seminggu berkali-kali Giana menghindari pertanyaan adiknya itu. *** Usai sarapan bersama Giana, Aya dengan penuh semangat mengelilingin pusat perbelanjaan yang baru saja buka setengah jam yang lalu. Tak hanya Giana yang akan berburu dress, Aya pun akan melakukan hal yang sama. Tentu saja ia juga ingin menikmati hasil dari pekerjaan mereka. "Gia ini bagus! Cantik banget, cocok buat kamu!" tutur Aya saat ia menemukan gaun yang cocok untuk Giana. Sementara dirinya sendiri sudah memiliki satu gaun cantik di tangannya. Giana mengangguk setuju. Ia meraih gaun yang Aya sodorkan padanya. "Ini cantik, Ay. Ambil yang ini aja," bukan Giana yang sejak tadi banyak pilihan, tetapi Aya. Gadis itu lebih antusias dari Giana. Ia bahkan beberapa kali memilihkan gaun. Namun, belum ada yang benar-benar cocok di matanya. "Warna pastel memang cocok sama kamu. Ambil yang ini aja," ucap Aya. Giana akhirnya dapat bernapas lega karena Aya menemukan gaun yang menurutnya sangat cocok dari beberapa pilihan yang sudah mereka dapatkan. Giana merasa bosan sendiri karena berkali-kali mencoba gaun yang Aya pilihkan untuknya. "Ayo bayar!" ujar Aya setelah kedua bola matanya merasa puas saat melihat Giana mencoba gaun pilihannya. Giana mengangguk setuju. "Aku lepas dulu gaunnya," Giana kembali masuk ke ruangan ganti setelah sempat keluar beberapa detik yang lalu untuk memperlihatkan penampilannya pada Aya. Setelah itu, keduanya pulang. Giana harus mempersiapkan diri untuk sandiwaranya nanti malam. Ia pun tak perlu khawatir mendapatkan pertanyaan ini dan itu dari Gufta karena adiknya itu pasti sudah berangkat ke sekolah. "Aku pulang dulu Gi, semangat buat nanti malam," ucap Aya memberi dukungan untuk Giana. Mereka memang pulang bersama menggunakan mobil yang Aya pinjam dari Farel. "Hati-hati, Ay." balas Giana sambil menganggukan kepalanya. Setelah itu yang Giana lakukan adalah merenung seharian. Ia banyak berpikir akhir-akhir ini tentang hidupnya. Namun, bukan berarti dirinya mengeluh. Ia hanya berpikir bagaimana jika kedua orangtuanya masih hidup? Akahkah ia sesengsara ini? Giana menggelengkan kepalanya. Tentu saja tidak. Dirinya bisa menikmati masa remajanya dengan ceria. Selama beberapa jam menuju malam Giana berada di kamarnya. Hanya sesekali keluar untuk menemui neneknya. Syukurlah, hari ini Gufta sekolah sampai malam karena ada les. Sehingga Giana tak perlu menghindarinya. Kini, waktu sudah menunjukan pukul Tujuh malam. Sesuai janji, Gama yang akan menjemputnya di perempatan tak jauh dari rumahnya. Giana sudah siap-siap sejak setengah jam yang lalu agar ia tak perlu tergesa ketika Gama menjemputnya. Beberapa menit yang lalu Gama sudah menghubunginya untuk menunggu di rumah saja. Lelaki itu berbaik hati untuk menjemputnya hingga di depan teras. Tentu saja Giana senang. Ia tak harus berjalan ke perempatan untuk menemui Gama. Tin Tin Suara klaskon mobil yang Giana yakini adalah milik Gama membuat Giana buru-buru keluar untuk menemuinya. Giana menyapa Gama setelah ia menemukan lelaki itu. "Ganteng banget," puji Giana secara diam-diam saat melihat Gama membuka kaca jendela mobilnya. "Masuk!" ujar lelaki itu setelah sempat menatap Giana cukup lama. Giana pun mengangguk, mengiyakan. Giana masuk ke mobil Gama beberapa detik setelahnya. Lalu mereka meninggalkan rumah itu tanpa mengatakan apa-apa. Kurang lebih satu jam kemudian, Giana sudah menjelma menjadi kakak perempuan untuk Gama. Bertemu keluarga Dea memberikan pengalaman baru bagi Giana. Di mata Giana, Dea tampak cantik dengan dress berwarna pink cerah yang melekat di tubuh sintalnya. Giana pikir hal itu yang membuat Gama tergila-gila pada gadis itu. Namun, menurut Giana, dari beberapa obrolan yang mereka lakukan, Dea sedikit angkuh dengan sikapnya itu. Tetap saja dapat ditutupi dengan kecantikannya yang paripurna. Entah kenapa orangtua Gama tidak menyetujui Dea sebagai perempuan yang dipilih Gama. Dea tampak sempurna dengan orangtua yang juga terlihat berada. Mereka tampak tak memiliki cacat selain sikap Dea yang agak sedikit angkuh. Baiklah, Giana akan tidak akan banyak bicara soal penilaiannya pada Dea. Dirinya hanya akan melakukan tugasnya sebaik yang ia bisa. . Bersambung.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD