***
Sesi latihan sebagai kakak beradik masih berlanjut hingga Gama harus membatalkan meetingnya. Padahal, Giana sudah memberi izin untuk pergi meeting, tetapi dengan lantang Gama menjawab, "Calon istriku lebih penting dari sekedar meeting!" membuat Giana menggantung senyumnya.
Giana jadi sangat penasaran dengan paras calon istri kliennya yang tak direstui itu. Secantik apa dia hingga membuat seorang berwajah kaku seperti Gama teramat membelanya. Gama rela berkorban sebanyak ini hanya demi menikah denga sang gadis pujaan hati.
"Gi kok melamun?" teguran itu membuat Giana menoleh cepat. Ia memang izin mencari udara segar sebab pusing akan sikap Gama yang masih saja sekaku baja.
"Aya? Ada apa?"
"Kok nanya aku sih, Gi? Kamu tuh yang ada apa?"
Giana terkekeh. Apa bibirnya yang tersenyum beberapa saat lalu benar-benar tampak aneh di mata Aya?
"Lagi ngelamunin apa sih sampai senyum-senyum sendiri?" Aya menatap penuh selidik pada Giana.
"Klien kita ini loh Ay, kadang bikin ketawa sendiri. Masa mukanya rata mulu?!" Giana bergidik ngeri.
"Gimana sama pacarnya, ya?"
Mendengar pertanyaan itu membuat Aya tergelak lepas. Ia juga berpikiran yang sama. Sejak memasuki sesi latihan tak sekalipun dirinya melihat Gama tersenyum. Lelaki itu masih saja bermuka datar. Entah sudah berapa banyak cara dan taktik yang Giana lakukan untuk memancing Gama, tetap saja Gama tak meresponnya. Hanya melakukan yang terbaik dengan caranya.
"Kaku banget kayak kanebo kering," keduanya pun tak bisa menahan tawa.
"Udah gitu gampang tersinggung," ini ucapan Giana.
Aya mengangguk setuju. "Pasti kamu geram sendiri,"
"Galak banget kayaknya," segala bentuk penilaian lainnya tentang Gama terus bergulir dari mulut keduanya.
Tck. Mereka tidak tahu saja sejak tadi Farel dan Gama berdiri tak jauh dari mereka.
Farel meringis saat melihat wajah Gama semakin kesal saja. "Ga, kamu nggak usah dengerin ocehan Aya dan Giana. Mereka memang begitu," ucap Farel berusaha untuk menenangkan Gama.
Namun, sepertinya gagal. Gama tampak semakin marah. Gama memberikan tatapan setajam elang pada Farel. Hal itu berhasil membuat Farel kesulitan menelan air ludahnya.
Tanpa mengatakan apa-apa, Gama berbalik pergi. Kembali masuk ke ruang segiempat yang temannya sebut sebagai kantor.
Sementara itu Farel buru-buru menghampiri dua tukang gosip yang masih saja terkikik geli. "Heh kalian!" serunya. "Gama ngambek karena digosipin sama kalian berdua!" jelasnya sambil menunjuk Aya dan Giana secara bergantian.
"Huh? Gama di sini?" tanya Aya terkejut. Matanya membola karena terlalu syok. "Astaga! Aku takut Gama batalin kontrak, Gi. Kamu temuin dia sekarang!" ujarnya.
Giana memutar bola matanya. Aya dan kepanikannya sedang berkolaborasi. Hasilnya pasti selalu seperti ini. Aya panik sendiri. Pikirannya pasti sedang berkelana ke sana kemari, tetapi hanya seputar pertanyaan tentang bagaimana jika Gama membatalkan kontrak.
"Nggak akan, Gama butuh kita. Dia nggak akan mundur," ucap Giana dengan percaya.
"Tapi ...,"
Giana melambaikan tangannya. "Nggak usah khawatir. Aku masuk dulu," ucapnya.
Aya dan Farel mengangguk singkat. Aya menatap Farel dengan sinis. Sebal karena Farel memiliki teman seperti Gama. Ini jelas akan menyusahkan Giana.
"Kenapa?" tanya Farel heran. Ekspresinya menunjukan ketidak tahuannya atas sikap Aya yang mendadak sinis padanya. "Punya teman kok kayak gitu? Yang bagusan dikit kenapa? Jangan tampang doang yang bagus, tapi sikap kok nyeleneh!" kesal Aya.
"Ngambekan juga!" ujarnya ingat apa yang sedang terjadi. Aya mencubit Farel karena terlalu kesal. Farel yang jadi korban kekasaran kekasihnya itu hanya sanggup mengeluh sakit. Ia membiarkan Aya melampiaskan rasa kesalnya sampai Aya membaik.
"Udah kesalnya?" tanya Farel.
"Aku nggak apa-apa kamu kayak gini ke aku, Ay, tapi aku harap kamu nggak marah lagi karena kita harus bersikap profesional di depan klien," ucap Farel serius.
Hal itu membuat Aya merenungkan kesalahannya. "Aku minta maaf," ucapnya menyesal karena telah melampiaskan kemarahannya pada Farel.
"Its okay, ayo masuk!" ajaknya. Aya pun mengangguk singkat, ia menerima uluran tangan Farel untuk ia gandeng.
Ketika membuka pintu, Aya dan Farel saling berbagi tatap. Keduanya melempar tanya lewat tatapan mata. Bukan karena melihat Gama dan Giana akur, tetapi melihat keduanya sedang perang mata. Astaga! Aya pikir Giana dan Gama tak dapat tertolong lagi.
Buru-buru Aya melepas gandengan tangannya dengan Farel. Ia berlari menghampiri Giana. "Apa yang terjadi?" tanyanya sambil menyentuh lengan sahabatnya itu.
Telapak tangan Aya yang terasa dingin dan bergetar membuat Giana terpaksa memutus tatapan tajamnya pada Gama. Padahal ia belum menyerah untuk menyerang lelaki arogan itu. Tck. Dasar menyebalkan.
Kenapa juga Gama harus marah mengenai perkataannya dengan Aya? Memang benar kan wajahnya sekaku kanebo kering? Lihat saja sekarang, lelaki itu tak juga mengerjapkan matanya, menatap tajam pada Giana.
"Bukan apa-apa, Ay. Bapak Gama hanya kesal tentang gosip kita tadi," Giana bersedekap. Ia tidak peduli bila cara bicaranya tidak menyenangkan bagi lelaki itu.
"Padahal aku sudah minta maaf, tapi tetap aja dia berwajah datar bagai tembok!" entah hilang ke mana sopan santun Giana. Rasanya kesal menghadapi klien yang tak mengerti kebutuhannya sendiri. Memang, Giana digaji atas jasanya nanti, tapi tetap saja Gama harus ikut berperan dalam rencana ini.
Mendengar mulut Giana selancar perosotan membuat Aya ingin segera menutupnya dengan tangannya. "Gi harap tenang. Emhh Pak Gama kami minta maaf soal wajah sekaku kanebo kering ...," Aya mengerjapkan matanya. Merasa salah bicara saat Gama tiba-tiba saja mengalihkan tatapan setajam elang itu kepadanya.
Tiba-tiba saja ia menyesal. Sejak kapan Layanan Siap Bantu menjadi kurang ajar begini? Mereka tak pernah membuat klien kesal. Selalu saja berwajah manis di depan klien. Namun, kali ini Aya merasa wajahnya pegal bila harus bermanis-manis pada Gama.
"Ehmmm maksud saya ...," Aya terpaksa menghentikan ucapannya saat melihat Gama berdiri. Aya mencubit Giana agar sahabatnya itu juga mengalihkan tatapannya pada Gama.
"Mau ke mana, Ga?" Farel ikut bersuara. Sepertinya suasana sudah kacau. Gama itu mudah tersinggung.
Gama menoleh pada Farel. "Pulang!" ujarnya singkat, padat dan jelas. Entah kenapa dia tersinggung mendengar penilaian Giana terhadapnya. Padahal memang benar ia ini memiliki wajah sekaku kanebo.
"Ga serius jangan tersinggung. Giana dan Aya nggak sengaja bilang kayak gitu," ucap Farel.
Alih-alih mengiyakan, Giana justru mendengkus sebal. Asal Aya dan Farel tahu saja apa yang sudah ia lakukan untuk membuat Gama memaafkannya. Giana berlutut! Menyesali kesalahan yang menurutnya teramat kecil itu. Gama saja yang membesarkannya.
Giana pikir Gama membutuhkannya, tetapi lelaki itu terlalu sombong. Sejak awal seperti itulah penilaian Giana terhadap Gama. Namun, ia memaklumi sejak melihat nominal yang Gama tawarkan atas jasanya. Hanya saja, saat ini Giana sama kesalnya dengan Gama. Ia sudah merendahkan diri untuk mendapatkan maaf dari lelaki itu, tapi Gama masih saja bertindak seenaknya.
Hal yang membuat Giana kesal adalah Gama memandang rendah dirinya. Secara terang-terangan Gama menuduhnya perempuan matre yang hanya mementingkan uang. Gama tidak tahu apa-apa. Giana melakukan yang terbaik untuk Nenek dan adiknya.
"Biarin dia pulang, Rel! Pria arrogant itu nggak butuh kita." tegas Giana. Ia berani membalas tatapan tajam yang Gama berikan. Tak sekalipun Giana merasa takut akan ancaman tersirat dari mata Gama.
"Batalkan saja kontrak itu! Aku nggak sudi bantu klien yang nggak tau diri." Kesalnya.
Mendengar dirinya dituduh tidak tahu diri, membuat Gama tersulut emosi. Ia akui, dirinya salah karena telah mengatai Giana sebagai gadis matre yang hanya memikirkan soal uang. Namun, untuk meminta maaf Gama tak sudi. Giana bersalah karena lebih dulu menghinanya. Meskipun gadis itu sudah meminta maaf, tetap saja Gama tak suka.
"Baik, kita batalkan kontrak ini!" balas Gama tak kalah kesal. Giana sudah meremehkannya. Selama mereka berlatih pun gadis itu selalu bersikap seakan dirinya pintar, padahal yang Gama lihat tidak seperti itu. Kalau saja bukan karena Dea, Gama pun enggan melakukan ini. Gama bukan lelaki yang suka berbasa basi, yang suka mendekati gadis di sana sini.
Setelah sempat menatap tajam pada Giana, Gama berbalik. Sedetik ia melirik Farel. "Permisi!" ujarnya.
"Ga, please, kita bicarakan ini baik-baik," Farel mencoba menghentikan Gama.
"Lo bisa bicarain ini sama teman lo itu!" balasan Gama merujuk pada Giana.
Farel membungkam mulutnya. Rahangnya mengeras karena merasa kesal. Di sini, Gama yang membutuhkan bantuan mereka, tetapi mereka yang harus memohon. Sikap Gama yang seperti ini betul-betul membuat Farel jengah. Namun, ia tak ingin Gama melihat kekesalannya.
Farel melepaskan tangan Gama yang sempat ia tahan. Melihat itu Gama pun menarik salah satu sudut bibirnya. "Sesua dugaan, kalian semua tidak profesional," sindiran itu Gama lempar pada Giana, Farel dan Aya. "Tempat ini nggak pantas disebut sebagai kantor!" ujarnya. Tanpa merasa bersalah sedikitpun, Gama membuka pintu lalu meninggalkan tempat itu.
"Gi, Gi tenang Gi. Biarin aja Gama. Orang kayak gitu nggak pantas berada di sini," ucap Aya sambil menahan Giana yang terlanjur emosi. Ia tidak terima Gama mengatai tempat ini dengan cara seperti itu. Memangnya seberapa terhormatnya Gama hingga berani mengatai mereka.
Jangan dikira Giana takut hanya karena setelan yang Gama kenakan terlihat mewah. Giana sama sekali tidak takut bila harus berurusan dengan orang kaya seperti Gama. Marahnya ini bukan karena malu dihina, tetapi ia tak suka pada orang-orang yang bersifat sombong seperti Gama.
"Sialan!" Giana terduduk.
Sungguh, Giana tak sudi berurusan dengan lelaki seperti Gama yang menilai orang lain dengan rendah. "Gama nggak berhak ngehina kita!" ujarnya.
"Dia pikir dia siapa? Mentang-mentang orang kaya. Aku udah kenyang berhadapan sama orang kaya dia,"
"Benar-benar keterlaluan. Dia nggak tahu pekerjaan kita kayak gimana! Asal ngomong aja!" gerutuan Giana menjadi panjang lebar.
Diam-diam Farel meresapinya. Sakit hatinya mendengar hinaan Gama. Dalam beberapa detik, Farel berlari meninggalkan Aya dan Giana. Lelaki itu mengabaikan teriakan Aya yang memintanya untuk tidak meninggalkan kantor mereka.
.
.
Bersambung.
Haiii dear jumpa lagi wkwk
Semangat dukung aku ya ?