Bab 19 : Banjir (2)

1372 Words
Hingga tak lama, tenda mereka seperti di dekati oleh seseorang, Andi meringsut mendekati Adul yang juga sudah waspada, dan memilih diam bak patuh. Bayangan orang itu semakin dekat, dan berdiri tepat di depan pintu tenda, dengan balutan jaketnya, Andi merapat ke Adul dan saling menggenggam tangan. Sosok yang berdiri di depan tenda, tak lama terlihat jongkok dan menggoyangkan pintu tenda itu. Sontak saja Andi merasa sangat takut, mereka pernah di posisi seperti ini. Dan ada kemungkinan bakal terjadi lagi. "Ya Allah, siapa pun itu, tolong lindungi kami dari marabahaya. " batin Adul dengan tetap berdiam diri, meskipun sebenarnya sudah ada ketakutan yang sangat besar dalam diri Adul, saat ini ia hanya tinggal berdua dengan Andi, jika salah satu di antara mereka menyusul Ucok, maka hanya ada satu yang selamat. "Dul, kenapa kok perasaan aku gak setakut kayak kemarin, waktu tenda kita di gedor-gedor." Adul tidak menjawab, ia masih menerka-nerka, siapa gerangan yang datang ke tenda mereka, dengan keberanian yang hanya sedikit, Adul membuka pintu tenda sedikit dan mengeluarkan kepalanya, betapa terkejutnya ia begitu menyadari seseorang yang sedari tadi memanggil dan beridiri di depan pintu tendanya adalah Ucok. Iya, Ucok. Terlihat penampilan Ucok yang penuh lumpur dan juga basah kuyup, beberapa luka terdapat di dahi dan juga di lengan serta kakinya. Adul langsung membuka pintu tenda. "BANG UCOK! YA ALLAH BANG, " Histeris Andi sambil terisak bahagia, sedangkan Adul membimbing Ucok masuk ke dalam tenda, sambil terisak bahagia. "Alhamdulillah ya Allah, bang Ucok. Senang kali aku, hiks...." Ucok duduk terdiam, pandangannya kosong dan terlihat tidak Fokus. Adul mengambil bajunya yang ia gunakan untuk sholat, dan memakaikan nya kepada Ucok, setelah selesai, Ucok melepaskan jaket miliknya dan kembali dipakaikan ke tubuh Ucok yang terlihat masih menggigil. "Dul, bang Ucok kok diam aja?" Adul menggeleng pelan. "Entahlah, Ndi. Kayaknya trauma bang Ucok, kita tunggu aja." Setelahnya tidak ada yang mengeluarkan suara apa pun, ketiganya hanya terdiam, mendengarkan suara gemuruh banjir yang terdengar sangat jelas. Dingin mulai merajahi tenda mereka. Tanpa ada peralatan yang mendukung. Mereka mencoba tetap bertahan di tengah cuaca yang mulai tidak bersahabat suhunya. "Tik tik tik.. bunyi hujan di atas genteng, air nya turun... Tidak terkira, coba lah tengok, dahan dan ranting, pohon dan rumput basah semua." Adul bernyanyi lirih, mengisi kekosongan di antara mereka. Andi terkekeh lirih, ia sedikit terhibur dengan nyanyian Adul yang entah mengapa terdengar merdu. "Ingat gak Dul, pas si Panji yang ngamen tuh, buat Galang dana? Yang asyik main gitar, gak taunya di belakang dia ada karyawan resto yang bawa piring. Ke tendang dah tuh, hahahaha...." "Bahahahaha.... Iya, ingat kali aku itu, yang kita gabungan itu kan ngamennya?" "Iya, aku kalau ingat itu suka ngakak sendiri." Sejenak mereka berdua bisa melupakan semua situasi yang ada, hanya Ucok seorang yang masih terdiam dan seperti seseorang yang sedang melamun. "Aku pikir kalian gak selamat." Pada akhirnya, Ucok mengeluarkan suaranya meskipun terdengar sangat pelan. Adul dan Andi sontak menghentikan tawanya, dan melihat ke arah Ucok dengan intens. "Tadi air datang cepet banget, cuma ada suara gemuruh yang makin Deket, aku langsung naik, mau nyusul kalian, tapi belum sempet aku dateng, air nya langsung berjuang aku, syukurnya posisi aku di pinggir, jadi bisa narik kayu. Aku panik, aku inget kalian yang ngambil tas Deket dari tepi sungai." Ucok menangis pilu, ia ingat beberapa saat yang lalu, pontang-panting mencari kedua rekannya, menyusuri tepian sungai yang sedang membludak, berjalan secara pelan, sembari memperhatikan debit air yang kian besar dan membawa kayu-kayu, lumpur dan bebatuan. Begitu sampai di lokasi yang tadinya tempat mereka meletakkan tas, sudah dipenuhi oleh air banjir, dan tertutup semua. Ucok panik seketika, ia berteriak memanggil Adul dan Andi. Namun hanya ada suara hujan dan juga banjir yang terdengar, hampir saja dirinya putus asa, sebel menyadari, mungkin saja dua rekannya juga datang ke tempat terakhirnya tadi, dan benar saja. Tepat tak jauh dari tepian yang terkena banjir, tepatnya di atas lereng, terdapat tenda rekannya, Ucok langsung berlari menghampiri tenda itu, meskipun badannya sudah menggigil, dan ia baru tersadar jika pelipis dan lengannya terdapat luka gores yang melintang, dan masih mengeluarkan darah, meskipun tidak banyak. Ucok sampai di depan pintu tenda, ia berteriak memanggil Adul dan Andi, namun mungkin suaranya teredam oleh suara hujan dan banjir, ia memilih menggoyang tenda itu, namun lagi dan lagi, tidak ada tanggapan sama sekali, hingga ia tidak tahan lagi dengan dinginnya air hujan di tengah hutan, Ucok memilih berjongkok tepat di depan pintu tenda itu, ia memeluk tubuhnya sendiri, mencoba untuk meredam dingin yang menusuk tulang. Hingga terdengar resleting pintu tenda yang terbuka, dan kepala Adul yang muncul secara perlahan, membuat Ucok langsung berdiri, ia melihat ada keterkejutan di mata Adul, lalu tak lama teriakan Andi lah yang menyadarkan Adul dan membawa dirinya masuk ke tenda. Segera ia mengganti baju yang dibantu oleh Adul meski dirinya sama sekali tidak fokus, bahkan tanpa malu ia tidak mengenakan busana ketika berganti pakaian. Saat ini ia masih melihat kedua rekannya yang hanya terdiam memandangnya penuh rasa kelegaan. "Kalian lega aku gak kenapa-napa?" "Jelas lah, Bang. Tadi rasanya kami bingung, entah mau kemana cari Abang." "Bener, Bang. Jelas kami lega liat Abang gak kenapa-napa." Ujar Andi menggebu-gebu, seolah terlupa kalau tadi dirinya ada cekcok "Tapi gara-gara aku jadi gini kalian?" Adul dan Andi sontak terdiam, Andi yang tersadar dari kejadian sebelum banjir pun akhirnya mendekati Ucok dan memeluk pemuda itu. "Maaf, Bang. Maaf kalau kata-kata aku nyinggung Abang tadi, jangan gini bang. Cukup sekali aja Abang buat gini, yah. Rasanya nyesek kali tadi, pas liat keadaan tempat terakhir Abang udah penuh air. " Ucok membalas pelukan Andi tak kalah erat, dirinya juga mengakui bahwa kesalahannya paling dominan saat ini. "Aku panik juga pas liat keadaan di bawah udah penuh air, bahkan Abang cari kalian ke mana-mana, tetep aja gak ada." Adul meneteskan air mata, entah mengapa, rasanya ada kelegaan dalam dirinya, bisa melihat kembali Ucok dalam keadaan utuh dan baik-baik saja. Tadinya ia sudah sangat pesimis begitu menyadari jika Ucok, senior yang selalu membimbingnya tidak ditemukan di mana pun. Sampai pada akhirnya, kehadiran Ucok si depan pintu tenda menjadi penyegar di tengah pikirannya yang kemelut. Suara hujan tidak sederas tadi, hanya suara gemuruh banjir yang masih terdengar kuat. "Banjirnya besar banget." Celetuk Andi, Adul mengangguk setuju. "Awal datang kepala air itu bening loh, cuma kayak ombak, terus di belakangnya air lumpur sama kayu-kayu, Abang ke seret juga sebetar, tapi langsung ke pegang Abang semak-semak, jadi bisa naik dan lari ke tempat yang lebih tinggi." "Gak ada yang luka parah kan, Bang? Cuma pelipis sama lengan itu aja?" Ucok mengangguk, sambil meraba pelipisnya, dan mendesis sakit ketika menyentuh luka robek itu. "Hp sama power bank ku, entah kemana." "Syukur selamat kau, Bambang. Kalau gak? Gak tau lagi aku entah jadi apa kau yang keseret banjir itu, gak bernafas lagi mungkin." Ucok terkekeh geli. Kalau sempat ia terseret banjir itu tadi, bisa dipastikan bahwa yang bernama Abraham siregar alias Ucok, tidak ada lagi di muka bumi, dan sudah memiliki gelar ALM di depan namanya. "Serem yah bang. Jadi pengalaman pertama itu." Sahut Andi yang sudah duduk dengan tenang. "Pengalaman tak terlupakan yah ini, entah bisa balek apa enggak terserah yang di atas aja lah, pasrah udah Abang. " "Jangan gitulah, bang. Ini kita mau nginap di sini, atau mau ke arah kita Dateng tadi? " Tanya Adul meminta persetujuan. "Gimana baiknya ajalah, soalnya kalau mau keluar tenda juga, percuma. Basah nanti, sementara baju kita cuma bawa satu-satu. Dan punya aku kayaknya udah basah, Yah?" Tanya Ucok. Andi mencari tas Ucok yang ada padanya tadi, membongkar isi tas itu, dan menemukan baju Ucok yang masih kering dan utuh. "Gak, bang. Kering kok gak basah." "Alhamdulillah kalau gitu, setidaknya bisa buat ganti Adul, soalnya bajunya aku pake ini. " Adul terkekeh geli, jadi seperti anak kost, yang suka pinjam-pinjaman baju, terkadang baju A di pinjam baju B. Dan begitu sebaliknya. Adul sendiri pernah meminjam baju Fahri, ketika mereka sedang berada di pendakian, dikarenakan baju yang ia bawa kurang dan tidak sesuai dengan target. "Laper gak, Dul?" "Laper sih, masih ada makanan emang?" Andi mengecek tas bawaannya, yang masih terdapat beberapa bungkus roti. Andi mengeluarkan roti tersebut, lalu memakannya bersama, kesederhanaan yang terasa mewah untuk saat ini, terlebih kekhawatiran mereka tentang Ucok yang terseret banji hilang .
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD