Bab 26 : Kematian

1296 Words
Sibayak 25 : Pencarian Ucok. "Ndi, ayo kita cari bang Ucok, kita ikuti jalan yang tadi, semoga aja bang Ucok masih ada dekat di sekitar sini," ajak Adul yang membuat setitik harapan hadir di hati Andi. Mereka berdua melangkah menyusuri jalanan yang tadi dilewati oleh orang-orang yang membawa Ucok. Tanpa mereka sadari, sedari tadi, ada sosok yang berdiri tepat di belakang mereka. ------- Dalam keadaan yang hening, keduanya menyusuri jalanan yang mungkin saja tadi dilewati oleh rombongan yang telah membawa Ucok. Hingga ketika Adul melihat intens ke arah depannya. Ia dikejutkan dengan ada sosok hitam yang berdiri seolah menghadang jalan mereka. Tanpa banyak kata, Adul segera menarik Andi dengan cepat, bahkan sampai Andi terseok-seok. "Dul, kenapa malah berlawan Ara, Dul. Bang Ucok ke sana." Andi mencoba menghentikan Adul yang masih saja membawanya lari. "Dul, berhenti, Dul. Kita malah ke pasar ini lagi." Adul berhenti, tepat ditempat mereka tadi berdiri, menatap pasar yang semulanya sangat ramai, kini hanya hening dengan penduduk yang terlihat melingkar seolah mengelilingi sesuatu. Adul memilih bersembunyi di semak belukar yang dapat melihat pasar secara langsung. Andi mengikuti langkah Adul, meski ia masih terisak pelan, namun matanya ikut mengawasi para penduduk pasar yang berkerumun. "Dul, lagi ngapain ya orang itu?" Adul menggeleng tanpa menjawab. Ia juga sangat penasaran dengan objek yang sedang ditatap dan dikelilingi oleh penduduk aneh itu. Namun belum berani menghampiri ke sana. Beberapa penduduk terlihat berlalu lalang di sekitar pasar, ada pula yang berjalan menuju jalan setapak, namun begitu mata Adul ingin mengikuti, beberapa penduduk itu mendadak hilang. Adul meneguk ludahnya kasar, kecurigaannya terhadap penduduk yang tidak wajar itu benar adanya. Mereka sedang berada di perkampungan ghaib, yang di mana, penduduknya merupakan orang halus, ataupun makhluk ghaib. Pantas saja mereka menerima hal mistis, mereka sudah melewati batas-batas yang sudah ditetapkan. "Dul, kok diam aja kau?" Andi melihat ke arah Adul yang terlihat menatap ke arah sebelah kiri mereka. "Apa yang kau lihat di sana?" "Ndi, diem dulu. Nanti aku jelasin, yang penting sekarang kita bisa keluar dari daerah ini, secepat mungkin." Andi mengernyitkan dahinya heran, kenapa Adul terlihat sangat panik dan ketakutan, tidak seperti kemarin-kemarin yang cenderung tenang. "Kenapa sih, Dul? Aneh aja kerjamu." Tanpa memperdulikan Adul, Andi melihat ke arah pasar itu tadi, keadaan sudah sangat ramai dengan para penduduk yang berkerumun, namun anehnya sama sekali tidak ada suara kecuali suara jangkrik dan gemericik dedaunan hutan. "Kita ke sana sekarang, biar cepat lewat." Saran Adul yang membuat Andi tanpa sadar bergidik ngeri. "Yang bener aja kau, Dul. Bang Ucok gimana?" "Masalah bang Ucok, kita cari setelah dapat bantuan, saat ini kita harus keluar dari hutan ini. " "Gila kau! Gak mau aku! Itu bang Ucok, Dul. Gak mungkin kita tinggal, nanti kalau dia nyariin kita gimana?" Adul menghela nafas, sulit memang jika salah satu dari mereka masih belum berfikir secara logis. "Ndi, saat ini, kita selamatkan diri dulu, gimana nanti kalau kita mati semua, dan gak ada satupun orang yang tau kita ada di sini? Kalau bang Ucok nanti setelah kita dapat bantuan, kita cari sama-sama. Kau paham gak?" Sentak Adul dengan pelan, nyaris berbisik. Mereka harus berbicara secara bisik-bisik, agar penduduk yang sedang berkerumun itu tidak mendengar apa yang mereka bicarakan. Andi tersadar, ia membenarkan apa yang dikatakan oleh Adul. Dengan mantap ia berdiri, disusul dengan Adul yang berdiri tepat di samping kanannya. "Bismillahirrahmanirrahim, ya Allah, lindungi Hamba dari banyaknya marabahaya. Kami berserah diri kepada engkau ya Allah." Adul duluan melangkah, lalu tepat di belakangnya ada Andi yang mengikuti, sepanjang jalan mereka selalu mengucapkan takbir dan juga membaca ayat kursi. Bahkan Andi yang semula berjalan dengan tegak, kini menunduk sama seperti yang dilakukan oleh Adul. Saat dirasa mereka sudah dekat dengan kerumunan itu, tiba-tiba Adul menghentikan langkahnya begitu menyadari, para penduduk yang tadinya berkerumun mengelilingi sesuatu, membuka jalan bagi ia dan Andi. Bahkan seperti sengaja memberikan akses mereka lewat. Begitu Adul berjalan tiga langkah, tubuhnya menegang sempurna, diikuti oleh teriakkan histeris Andi yang berada di belakangnya. Aduk berdiri kaku, menatap tubuh Ucok yang tadinya kejang, kini sudah terbujur kaku, lengkap dengan luka lebam dan darah yang mengering. Andi histeris, ia berniat menghampiri jasad Ucok, namun dengan cepat Adul tahan. Adul dapat merasakan tatapan tajam dan menusuk para penduduk kepada mereka berdua. Mata Adul melihat kembali Ucok yang sudah tidak dalam keadaan bernyawa, air matanya menetes dengan deras. Ia langsung membawa Andi melewati jasad Ucok dengan cepat, meskipun harus bersusah payah karena Andi yang terus memberontak dan ingin membawa tubuh Ucok. "ADUL BANG UCOK, DUL. KENAPA KAU TINGGAL? DUL, KITA UDAH JANJI BAWA BANG UCOK PULANG." Andi terus berteriak histeris, sambil terus menatap jasad Ucok yang perlahan-lahan tertutupi oleh kerumunan itu lagi, Adul terus membawa Andi menjauhi pasar, ia berjalan tidak tau arah, bahkan tenaga yang tadi ga berkurang drastis kini terasa sangat kuat menarik Andi sejauh ini. Andi masih histeris, dan menghentak kan tangan Adul dengan kuat, hingga tarikan itu terlepas begitu saja. Andi menatap tajam Adul yang menunduk tidak berani melihat ke arahnya. Bugh! "ANJING MEMANG KAU! GAK PUNYA OTAK! " Bugh! Andi terus memberikan pukulan demi pukulan kepada Adul yang sama sekali tidak membalas. Ia hanya terus menunduk, lalu terjatuh tersungkur akibat pukulan dari Andi. Begitu merasa lelah, Andi menghentikan pukulannya dan ikut duduk di tanah dengan tangisan yang pilu. "Hiks... Kenapa tadi gak kau bawa bang Ucok, hah? KENAPA? Hiks... Kau sendiri yang janji sama dia kemarin, kita bakal pulang, Dul. Kita bakal pulang! Tapi kenapa kau malah ninggalin dia sama orang-orang itu?" Aduk tidak menjawab, hanya tubuhnya saja yang bergetar menangis tanpa suara. Ia masih menunduk dengan posisi badan yang menekuk lututnya. "Bang Ucok sendiri, Dul. Ayo kita jemput, kita pulang sama-sama. Ayo, dulu." Andi berdiri ingin kembali lagi ke pasar tadi, Adul dengan sigap menarik tubuh Andi dan memeluk rekannya itu. "Hiks... Hiks...." Hanya ada Isak tangis diantara mereka berdua, sendiri dalam gelapnya malam, di tengah hutan yang penuh dengan mistis, mereka harus merasakan kehilangan sahabat mereka tepat di depan mata, dan sama sekali tidak dapat melakukan apa pun. "Hiks... Kenapa bang Ucok, Dul? Kenapa gak aku, hiks... " "Gak tau, Ndi," sahut Adul lirih. Ia juga tidak mengerti mengapa harus Ucok yang menjadi korban, Ucok bukan orang jahat, meskipun sifatnya yang egois dan sangat susah diberitahu, namun Ucok bukan orang yang jahat, dia memilki banyak bahkan ribuan kebaikan, tapi kenapa kini malah Ucok yang harus jadi korbannya? "Dul, kita jemput bang Ucok yah, Dul. " Adul menggeleng pelan. "Jangan, Ndi. Bahaya buat kita, nanti siapa yang bakal minta bantuan? Kalau aku mati, kau yang jadi harapan kami, Ndi. Temukan jasad kami di sini." "Enggak, enggak akan ada lagi yang pergi, kau selalu sana aku, kan Dul?" ucap Andi panik. Ia tidak bisa membayangkan harus luntang-lantung di tengah hutan sendirian, dan membawa berita buruk tentang kehilangan. Ia tidak akan sanggup. "Jangan, Dul. Aku mohon jangan tinggalin aku." "Sekarang kita cari jalan pulang, Ndi. Bang Ucok akan kita bawa pulang, aku janji sama kau." Keduanya bangkit, lalu berjalan saling berpegangan tangan. Melewati jalanan setapak yang sudah mulai mereka hapal karena mereka selalu saja kembali ke jalan yang sama. "Kita ikuti sungai ini, semoga aja bisa kita dapat jalur awal kemarin." Andi hanya mengangguk, pandangannya kosong dan terlihat tidak fokus, namun Adul hanya memilih diam dan fokus membawa dirinya dan Andi pulang. Mereka melewati pohon-pohon yang berpagar bambu itu lagi, namun anehnya, cahaya sentir yang tadinya hidup, kini mati dan gelap gulita, Adul mengambil senter terakhir yang mereka miliki, lalu memulai menyusuri jalan setapak. hingga sampai akhirnya mereka berada di seberang sungai, dengan penuh keberanian, keduanya menyusuri aliran sungai yang berarus deras, meniti bebatuan besar, dan juga kayu-kayu yang tersangkut akibat banjir besar yang terjadi tadi. sungai itu masih menyisakan beberapa puing-puing bekas banjir, dan juga air yang lumayan kuat arusnya. sehingga Adul dan Andi membutuhkan kehati-hatian.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD