★Dua★

1204 Words
Seharian tadi, bungsu dari keluarga Kim menghabiskan waktu di penampungan kucing dan anjing liar. Membawa sumbangan berupa makanan dan juga membantu membersihkan tempat penampungan hewan. Hal yang sering ia lakukan saat berada di Korea. Ia sangat menyukai kucing. Hari ini ia berpakaian sederhana hanya t-shirt putih, celana jeans panjang, dipadu sneaker putih. Ia bahkan mengikat kuda rambutnya. Ia masih berada di penampungan hewan. Ini tempat kedua yang ia datangi. Setelah selesai membersihkan kandang dan memberi makan. Reya bergegas untuk pulang. Keluar dari ruangan berisi kucing-kucing liar yang sedari tadi berusaha menggapainya dengan tangan bulat mereka. "Aku harus pulang. Ayo kalian makan sana." Ia bergumam sambil berusaha menutup pintu ruangan. Setelah berhasil keluar, ia menuju ruang kecil di sisi kiri. Lalu merapikan peralatan kebersihan yang sudah ia pakai. Setelahnya ia melepaskan baju pelapis yang ia gunakan, terakhir mencuci tangannya. Ia harus kembali hari sudah cukup siang. Reya melangkah keluar kemudian, didekat pintu depan ia bertemu dengan pemilik rumah penampungan, Nyonya Ma. Wanita berusia sekitar empat puluhan tahun itu, masih menata makanan yang tadi dibawa Reya. Meletakan di rak-rak kayu letaknya tepat berada di sisi kanan. "Nyonya." Ia menoleh saat mendengar Reya menyapanya. "Aku harus pulang." Nyonya Ma lalu berjalan menghampiri Reya. "Terima kasih karena masih mau membantu. Kau selalu datang kemari setiap kembali ke Korea. "Tidak. Jangan berterima kasih padaku. Harusnya aku berterima kasih pada anda. Karena mau merawat kucing dan anjing liar itu. Bagaimana nasib mereka jika tetap berada diluar sana. Aku akan terus ke sini setiap kembali ke Korea." "Berhati-hatilah Nona." "Baik, aku pamit." Reya melangkahkan kaki keluar, menuju mobilnya. Sampai di dalam mobil ia menghubungi Yunki, sebelum pria itu marah karena ia terus saja lupa mengabari. "Kau di mana?" Benar saja pria itu kesal. "Penampungan hewan. Mau makan siang bersama?" "Beristirahatlah. Jangan terlalu lelah. Hmm?" "Aku baik-baik saja Min Yunki. Saat ini aku pengangguran. Menyebalkan sekali rasanya tak memiliki kegiatan." "Baiklah, tapi jangan terlalu lelah. Kau mau makan siang di taman peri Elanis?" Reya mengangguk, meski Yunki tak melihatnya. "Aku akan ke sana." Mobil itu segera melaju setelah gadis itu mematikan panggilan. Berjalan melewati jalanan Seoul yang cukup ramai siang ini. Sementara di kursi belakang seorang pria dengan tatapan sayu duduk, melipat tangan di depan d**a, namun bayangan pria itu tak nampak dari kaca dashboard. Reya juga tak menyadari kehadirannya. Dia adalah Jimmy malaikat yang mengikutinya. Untuk tiba di Elanis tak memerlukan waktu lama. Reya tiba masih mengenakan pakaian sederhana miliknya. Tak ada yang akan menyangka, jika ia anak dari salah satu perusahan besar di bidang retail dan pemilik saham beberapa hotel di Korea Selatan. Elanis begitu megah. Reya tak butuh melakukan reservasi atau membayar. Ia hanya menunjukkan kartu VVIP pemberian kekasihnya. Taman peri adalah taman dengan konsep dunia peri yang cantik. Di pintu masuk gerbang dengan nuansa floral menyambut. Bebungaan didominasi warna dengan nuansa lembut. Lalu aneka hiasan peri di sekeliling, ada juga rumah yang berbentuk bunga. Ini baru dibuka setahun belakangan. Salah satu konsep yang dibuat Yunki. Reya berjalan masuk, ia belum pernah datang secara langsung. Ia menikmatinya pandangannya seolah dimanjakan, dengan kecantikan tatanan taman dan segala yang ada disana. "Lama menunggu?" Suara di belakang membuatnya menoleh, Yunki. Berdiri dengan senyum manisnya layaknya kucing yang menggemaskan. Dengan bergegas mengaitkan tangannya ke pinggang, membentuk sudut empat puluh lima derajat. Meminta Reya mengaitkan tangannya. Gadis itu mengerti melingkarkan tangannya. Keduanya lalu berjalan mencari tempat terbaik di sana. Bagi Yunki tempat terbaik ada di pusat taman. Sebuah air mancur berada di sana. Bukan air mancur dengan ukuran besar. Namun, didesain dengan sangat cantik. Layaknya berada di dunia peri era Romawi kuno. Dengan ukiran putih lalu sekeliling bunga dengan nuansa lembut dan hangat. Yunki memberinya nama Vinela. Keduanya berjalan bersama. Lalu mereka berpapasan dengan Minjoon yang tengah berjalan-jalan di taman. Sepertinya ia mengecek tempat itu atau sekadar berjalan-jalan. Langkahnya terhenti tepat dihadapan Reya dan Yunki. "Reya Kim?" sapanya, lalu tersenyum pada gadis yang kini berdiri di hadapannya. "Minjoon." Reya membalas sapaan Minjoon. Dulu pria ini adalah teman satu sekolah kala sekolah menengah pertama. Jadi, wajar jika keduanya saling mengenal. Minjoon memiliki tubuh yang tegap, tinggi dan proporsional. Tatapan tajam dan tegas dengan bibir tipis. Sejujurnya jika dilihat secara keseluruhan Minjoon lebih tampan beberapa tingkat. Tubuhnya tegap dan bidang karena ia rajin berolahraga. Sedangkan Yunki? Ia malas lebih baik beristirahat disaat senggang. "Kau makin cantik," puji Minjoon. "Terima kasih," ucap Reya. Ia segera melirik Yunki sekilas. Sejak tadi Yunki diam dengan tatapan tak suka. "Bukankah kau ada pekerjaan lain?" tanya Yunki kesal. Menatap tanpa ulasan senyum malah terkesan ketus, ke arah sepupunya itu. Minjoon mengalihkan pandangan, kini menatap Yunki lalu membungkuk memberi hormat. "Hyeong*, kau ada di sana rupanya. Aah, kecantikan Reya membuatku tak bisa memerhatikan sekitar." (Hyeong=kakak) Reya tau kekasihnya pencemburu, ia merapatkan sisi tubuhnya pada Yunki. "Kau memang selalu saja bercanda Joon-aa." Panggilan akrab Reya membuat Yunki menghela napas panjang. "Kau. Buat proposal tentang perencanaan investasi terbarumu. Aku tunggu besok siang di ruanganku." Yunki bertitah. "Tunggu ... Bukankah kau mengatakan Minggu depan?" "Aku berubah pikiran." Setelah ucapannya berakhir, Yunki mengajak calon kekasihnya itu berjalan menjauh. "Joonie-ya aku harus pergi," pamit Reya lalu berjalan mengikuti Yunki. Minjoon masih menatap Reya yang berjalan menjauh dengan Yunki yang terus saja menggandeng tangannya erat. Pria itu jengah dengan apa yang diperintahkan Yunki barusan. Ia tau itu karena dirinya terlihat menggoda Reya tadi. Ia lalu bergerak gelisah, mengacak rambutnya kesal karena perintah Yunki barusan. Sementara kedua pasangan itu berjalan cepat menuju Vinela. Setelah tiba Yunki duduk dengan kesal. Reya tak kalah kesalnya. Ia melirik ke arah si pucat yang berkali-kali menarik napas, lalu diembuskan kencang. "Jangan seperti itu, hmm? Minjoon itu sepupumu, kau bahkan memerintahkan ia seenaknya. Jabatan tak seharusnya membuatmu bertindak seenaknya." "Kau membelanya?" "Bukan seperti itu. Aku hanya tak ingin kau seperti itu. Aku tau kalian juga bersaing. Sejujurnya aku selalu takut dengan persaingan bisnis. Kau tau kan, apa yang terjadi pada ayahku?" Membicarakan tentang sang ayah membuat Reya suara gadis itu bergetar. Yunki memegang kedua tangan Reya. "Jangan katakan lagi." Yunki meminta sambil memainkan tangan yang ia genggam. "Kau tak tau siapa-siapa saja yang mungkin akan melepaskan panah tepat di jantungmu. Bersikap baik pada orang lain tak akan ada ruginya." "Orang baik juga bisa saja terkena panah. Yang salah tetap saja orang yang punya pikiran jahat. Kita tak bisa merubah watak seseorang." "Yunki-yaa, jangan keras kepala. Kau baik, lalu akan menjadi pemarah karena kesalahan-kesalahan kecil. Aku selalu khawatir," ujar Reya ia benar-benar cemas akan sikap sang kekasih. Kejadian delapan tahun lalu tak bisa hilang dari pikirannya. Sang ayah tewas dalam kebakaran di villa mereka di Chicago. Setelah diselidiki pelakunya adalah salah satu bawahannya. Motifnya adalah karena dendam. Sang ayah memutuskan hubungan kerja, akibat kinerja yang buruk. Dulu sang ayah seseorang yang arogan. Tak segan mengatakan semua yang ada dipikirannya. Tak jauh beda dengan Yunki, pria itu tegas dan terbuka. Meski Yunki sebenarnya jauh lebih ramah dibandingkan sang ayah. Tetap saja Reya takut, sesuatu terjadi pada kekasihnya itu. "Aaa, jadi kita bertengkar karena Minjoon?" Reya mendesis kesal, ia memilih tak menjawab. Ia berdiri dan memilih meninggalkan Yunki. Dibandingkan harus terus bertengkar dengan calon suaminya itu. Sementara si keras kepala tetap duduk tak bergeming. Kecemburuan memang terkadang membutakan seseorang. ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD