Chapter 17

1116 Words
Hari berganti, tidak ada yang tahu bahwa semalam Tae Hwa telah meninggalkan istana bersama Chang Kyun. Keadaan di istana masih begitu damai karena mereka sudah terbiasa tidak melihat Tae Hwa. Namun apa yang saat ini dilakukan oleh sang Putra Mahkota di luar sana. Menyambut pagi yang cerah. Tae Hwa menghirup udara segar di tepi aliran sungai. Gemericik suara air yang mengalir, suara burung yang saling bersahutan. Sudah lama sekali Tae Hwa tidak mendengarkan kedua hal tersebut. Dari arah belakang Chang Kyun datang dan berdiri di belakang Tae Hwa dalam jarak satu meter. Melepaskan pakaian Hwarang-nya, Chang Kyun menjelma menjadi bangsawan biasa untuk mengikuti ke mana Tae Hwa ingin pergi. Tae Hwa lantas menegur, "kau baru saja dari mana, Chang Kyun?" "Hamba mengunjungi rumah sebentar untuk berpamitan, Putra Mahkota." "Jangan menyebut gelar itu lagi. Dan juga ...," Tae berbalik, berhadapan dengan Chang Kyun. "... jangan berbicara terlalu formal padaku." "Hamba—" "Sebentar lagi kita akan mendengar bahwa Pangeran Joon Myeon diangkat sebagai Putra Mahkota. Aku tidak ingin lagi ada beban yang memberatkan kaki ini ... Sekarang, aku menginginkan kau benar-benar menjadi seorang adik laki-laki bagiku. Bisakah kau mengabulkan permintaanku, Park Chang Kyun?" Sempat terdiam, Chang Kyun lantas memberikan jawaban yang meragukan. "Aku membutuhkan waktu untuk membiasakan diri ... Hyeongnim." Seulas senyum tercipta di wajah Tae Hwa. "Aku lebih menyukai itu ... apa kau mengatakan tentang aku pada keluargamu?" "Tidak, Hyeongnim." "Terima kasih." Chang Kyun kemudian meyakinkan dirinya untuk bertanya, "tapi, Hyeongnim ... ke manakah Hyeongnim ingin pergi?" "Ke manapun, sejuah mungkin ... hingga Baginda Raja tidak bisa menemukan keberadaanku." "Kalau begitu, sebaiknya kita segera meninggalkan Seorabol sebelum seseorang mengetahui bahwa Hyeongnim tidak berada di istana." Senyum tipis itu kembali terlihat. "Jangan terburu-buru, mereka tidak akan mudah menyadari keadaan. Setidaknya untuk hari ini ... aku akan berkeliling sebentar." Chang Kyun mengangguk. Dan benar apa yang dikatakan oleh Tae Hwa. Bahkan hingga keduanya telah meninggalkan Seorabol, tidak ada yang menyadari bahwa sang Putra Mahkota telah menghilang. Dan semua sudah sangat terlambat. Malam itu, untuk ke sekian kalinya Kasim Seo memasuki paviliun Putra Mahkota. Kembali memastikan apakah sang Putra Mahkota sudah kembali. Namun setelah menjarah semua ruangan di bangunan itu, Kasim Seo keluar dengan raut wajah yang cemas. Dia lantas memutuskan untuk menegur prajurit yang berjaga di sana. "Apa kau melihat Putra Mahkota?" "Tidak, Kasim Seo. Sejak pagi tadi aku belum melihat Putra Mahkota." "Bagaimana dengan Hwarang Park Chang Kyun?" Prajurit itu menggeleng. "Aku tidak melihatnya." Kegelisahan Kasim Seo semakin besar. Dan setelah pencariannya malam itu tak juga menemukan hasil, Kasim Seo memutuskan untuk mencari keberadaan Chang Kyun di asrama Hwarang lalu berpindah pada kediaman sang Hwarang. Dari pertemuannya dengan orang tua Chang Kyun, Kasim Seo mulai menaruh kecurigaan. Hingga pencariannya malam itu harus berakhir di hadapan Raja Kim Jeon. "Apa yang membuatmu datang kemari selarut ini, Kasim Seo?" tegur Raja Kim Jeon. "Begini, Yang Mulia. Ini tentang Putra Mahkota." "Ada apa dengan Putra Mahkota?" "Sejak pagi hamba tidak melihat Putra Mahkota." Dahi Raja Kim Jeon mengernyit. "Ke mana perginya Putra Mahkota?" "Itulah yang membuat hamba bingung. Hamba sempat mencari Hwarang Park Chang Kyun yang selalu bersama Putra Mahkota, dan menurut informasi, Hwarang Park Chang Kyun tengah melakukan perjalanan ke luar Seorabol." "Kapan Hwarang Park Chang Kyun pergi?" "Tadi pagi, Yang Mulia. Kemungkinan besar, Putra Mahkota dan Hwarang Park Chang Kyun pergi bersama." Raja Kim Jeon terlihat cemas. "Apa yang sebenarnya sedang terjadi? Kenapa dia tidak mengatakan apapun sebelum pergi?" Perhatian keduanya teralihkan oleh kedatangan Kasim Hong yang masuk dengan langkah terburu-buru. "Yang Mulia, anda harus melihat ini." Kasim Hong memberikan selembar surat yang baru saja ia dapatkan dari seorang prajurit. "Apa ini?" Raja Kim Jeon menerima surat tersebut dan membacanya. "Seorang prajurit menitipkannya pada hamba, Yang Mulia." Netra Raja Kim Jeon membulat setelah mengetahui isi dari surat tersebut yang tidak lain ditulis langsung oleh Tae Hwa. Dalam surat singkat tersebut Tae Hwa menyatakan keputusannya untuk mengundurkan diri dari jabatannya, sekaligus permintaan maaf yang ditujukan pada sang ayah. Sang Putra Mahkota telah melarikan diri. "T-tidak mungkin," tangan yang memegang surat itu tampak gemetar hingga kemarahan lantas terlihat dalam sorot mata sang Raja. Sebuah perintah lantas terucap, "cari Putra Mahkota dan bawa dia kembali ke istana! Aku tidak menerima alasan apapun. Sebelum matahari terbit, kalian harus membawa Putra Mahkota kembali ke istana!" "Baik, Yang Mulia." Kasim Hong dan Kasim Seo lantas meninggalkan Raja Kim Jeon yang terlihat sangat marah. Sang Raja memukul meja dengan napas yang tak beraturan. "Beraninya kau menentang perintah ayahmu, Putra Mahkota!" terucap dengan penuh kemarahan. Dan malam itu juga, berita menghilangnya Putra Mahkota tersebar luas. Menjadi perbincangan hangat di antara para Hwarang yang menetap di asrama. Dan tentunya hal itu membuat Joo Hyeon tampak sangat khawatir di dalam paviliunnya. "Apa yang sedang kau pikirkan, Putra Mahkota?" gumam Joo Hyun. Merasa sangat khawatir meski Tae Hwa tak lagi ingin berhubungan dengannya. Namun satu orang yang belum mengetahui tentang menghilangnya Putra Mahkota. Dan orang tersebut tidak lain adalah Pangeran Joon Myeon. Malam itu Lady Hee Sun datang mengujungi putranya dan tentunya kedatangan wanita itu membuat Joon Myeon menatap penuh tanya. "Ada perlu apa Ibu datang selarut ini?" "Kenapa kau masih bisa setenang itu?" Lady Hee Sun balik bertanya. Dahi Joon Myeon mengernyit. "Memangnya aku harus bagaimana?" "Sudah aku duga, kau belum mendengar kabar." "Kabar tentang apa?" "Putra Mahkota menghilang." "Menghilang? Anak itu?" sebelah alis Joon Myeon terangkat, menyatakan rasa tak percaya yang membuatnya tertawa ringan. "Ibu jangan membuat lelucon semacam ini? Dia sudah terlalu tua untuk melakukan hal kekanak-kanakan semacam itu." "Ibu serius. Ayahmu sudah mengutus para prajurit untuk mencari Putra Mahkota." Raut wajah Joon Myeon berubah menjadi serius. "Ibu serius?" "Kau meragukan ibumu?" "Bukan begitu. Tapi kenapa anak itu bisa menghilang? Bukankah dia selalu berada di istana?" "Ibu sudah mendengarnya sejak lama. Ibu dengar bahwa Putra Mahkota ingin turun takhta." "Kenapa ibu baru memberitahuku sekarang?" "Ibu tidak ingin memberikan harapan yang sia-sia padamu." "Jadi anak itu memutuskan untuk melarikan diri? Bukankah rencana pernikahannya sudah disusun?" "Jawabannya sudah jelas. Siapa juga yang peduli dengan anak itu?" Senyum miring Joon Myeon melebar. "Anak pintar. Tanpa aku mengusirnya, dia sendiri yang memberikan takhta padaku ... dengan masalah ini, bukankah itu berarti aku akan menempati posisi Putra Mahkota?" "Tentu saja ... kau akan mendapatkan semuanya. Ibu akan pastikan itu." Joon Myeon kembali tertawa. Dan perlahan tawa pelan itu terdengar semakin keras dan mampu menakuti siapapun yang berada di sekitarnya. Seulas senyum kemenangan terlihat di wajah Joon Myeon. Setelah bertahun-tahun menyembunyikan iblis di dalam hatinya untuk menarik simpati dari publik, pada akhirnya iblis di dalam dirinya mulai menampakkan diri. "Kim Tae Hwa, kau akan menyesali kebodohanmu ini ... adik kecilku yang malang." Malam itu, Pangeran Joon Myeon mendeklarasikan kemenangannya. Tanpa harus terjadi pertumpahan darah, dengan begitu mudahnya dia mengambil posisi yang telah ditinggalkan oleh Tae Hwa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD