Chapter 09

1364 Words
Hari berganti, tak ada kabar buruk yang lagi menerpa ketika kondisi Tae Hwa yang berangsur membaik dan pulih. Namun insiden di acara perjamuan beberapa hari yang lalu masih meninggalkan kekhawatiran, baik di hati Tae Hwa maupun Chang Kyun. Tidak ada yang tahu apa motif dayang itu memberikan racun pada gelas milik Hwa Goon. Namun seandainya hari itu Tae Hwa tidak merebut gelas itu dari tangan istrinya, dia akan menghabiskan sisa hidupnya hanya untuk menyesali hari di mana ia kembali ke istana dan kehilangan segalanya. Pagi itu, Tae Hwa terlihat berjalan santai di taman bersama dengan Hwa Goon. Tidak jauh dari tempat mereka, berdiri Chang Kyun bersama beberapa dayang dari paviliun Putri Mahkota. Langkah Tae Hwa kemudian berhenti, membimbing pandangan keduanya untuk bertemu. Seulas senyum Tae Hwa berikan sebelum ia memutar tubuhnya menghadap Hwa Goon. Kedua tangannya lantas mendapatkan kedua telapak tangan Hwa Goon, memaksa wanita itu untuk berhadapan dengannya. "Jaga dirimu baik-baik, aku hanya pergi sebentar." Hwa Goon mengangguk, sama sekali tak menunjukkan protes meski hatinya sedikit tak rela jika Tae Hwa kembali meninggalkannya. "Aku akan kembali besok sore. Jika bisa ... jangan meninggalkan paviliun sampai aku datang." "Kenapa begitu?" Tae Hwa menggeleng dengan seulas senyum yang seperti tak ingin memudar. "Aku hanya ingin melihatmu di paviliun ketika aku kembali." "Putra Mahkota baru saja sembuh, haruskah Putra Mahkota ikut?" "Ini adalah perintah, dan ini adalah tugasku. Jangan cemaskan aku, aku akan baik-baik saja." "Berjanjilah bahwa Putra Mahkota akan kembali secepatnya." "Aku berjanji ... sudah waktunya untuk berpisah. Jaga dirimu baik-baik." Perlahan genggaman tangan itu terlepas. Langkah sang Putra Mahkota kemudian menjauh, meninggalkan Hwa Goon yang masih berdiri di tempatnya. Sejenak menoleh ketika langkahnya telah sampai di tempat Chang Kyun, Tae Hwa memberikan seulas senyum sebelum kembali memandang sang Hwarang. "Kita pergi sekarang, Chang Kyun." "Ye." Dengan sekali tundukan kepala, maka Chang Kyun akan berjalan di belakang Tae Hwa. Keduanya meninggalkan area taman dan bergegas menuju paviliun utama untuk menghampiri Baginda Raja. Karena hari ini mereka memiliki agenda untuk mengunjungi sebuah Kuil yang masih berada di daerah Seorabol. Tidak begitu jauh dibandingkan dengan tempat pengasingan Tae Hwa sebelumnya. Penantian Hwa Goon berlanjut. Namun kali ini tidaklah sebanding dengan penantiannya sebelumnya. Tak banyak yang bisa ia lakukan selain hanya menghabiskan waktu di paviliunnya. Seperti pesan Tae Hwa sebelum pergi, ia sama sekali tidak memiliki niatan untuk meninggalkan paviliun setelah kepergian Tae Hwa pagi itu. Sore itu, Hwa Goon terlihat duduk di gazebo bersama dengan Yeon Woo. Di mana dayang muda itu tengah mengajari sang Putri Mahkota untuk merajut. Dari kejauhan seorang dayang datang dan menghampiri mereka. Dayang Choi yang menyadari bahwa dayang tersebut adalah dayang dari paviliun Pangeran Joon Myeon, lantas berdiri dan segera turun dari gazebo. Keduanya saling menundukkan kepala saat sudah berhadapan. "Dayang Han, ada perlu apa kau datang kemari?" tegur Dayang Choi. "Aku ingin menyampaikan pesan dari nyonya Bae untuk Putri Mahkota." "Katakanlah padaku, aku akan menyampaikannya kepada Putri Mahkota." "Besok pagi, nyonya mengundang Putri Mahkota untuk minum teh bersama." "Ye, aku akan menyampaikannya kepada Putri Mahkota." "Terima kasih. Kalau begitu, aku pergi sekarang." Keduanya kembali saling menundukkan kepala sebelum pergi ke tempat tujuan masing-masing. Dayang Choi kembali menaiki gazebo dan kembali duduk di hadapan Hwa Goon dan juga Yeon Woo. Yeon Woo menghentikan kegiatannya dan memandang Dayang Choi. "Bukankah itu tadi Dayang Han dari paviliun Pangeran Joon Myeon?" "Dayang Han?" Hwa Goon turut menghentikan kegiatannya dan memandang Dayang Choi. "Kenapa dia datang kemari?" "Dayang Han menyampaikan pesan dari nyonya Bae." Raut wajah Hwa Goon tiba-tiba terlihat sedikit kaku. "Apa yang dia katakan?" "Nyonya Bae mengundang Putri Mahkota untuk minum teh besok pagi." Hwa Goon sedikit terkejut, merasa aneh ketika tiba-tiba Joo Hyun mengundangnya minum teh, mengingat hubungan mereka yang sangat kaku. Yeon Woo mengalihkan pandangannya pada Hwagoon. "Putri Mahkota akan pergi?" "Haruskah aku pergi?" "Eh? Putri Mahkota tidak ingin pergi?" Dayang Choi menengahi, "kenapa Putri Mahkota tidak ingin pergi? Tidak biasanya nyonya Bae mengundang Putri Mahkota." "Tidak apa-apa? Hanya saja ... aku merasa sedikit tidak enak," ucap Hwa Goon, terdengar sedikit gugup. Yeon Woo bergeser mendekat dan merendahkan kepalanya untuk memperhatikan wajah Hwa Goon. "Putri Mahkota sedang sakit?" Hwa Goon dengan cepat menggeleng. "Aku baik-baik saja." "Lalu kenapa Putri Mahkota tidak ingin pergi?" Hwa Goon menggaruk tengkuknya, sedikit resah. "Masalahnya aku tidak terlalu dekat dengannya ..." Yeon Woo menutup mulutnya dan menertawakan Hwa Goon. "Yeon Woo, jaga sikapmu," tegur Dayang Choi, memaksa tawa ringan gadis muda itu terhenti. "Memang benar apa yang Putri Mahkota katakan. Tapi, meski akan sangat canggung nantinya, bukankah ini sesuatu yang baik untuk memulai sebuah hubungan yang baik?" "Aku tidak yakin dengan hal itu," gumam Hwa Goon, tampak begitu lesu. Yeon Woo kemudian menyahut, "jika Putri Mahkota tidak ingin pergi, ya sudah jangan pergi." Hwa Goon menggeleng. "Tidak, aku akan pergi." "Sebelumnya Putri Mahkota mengatakan tidak ingin pergi." "Jika aku tidak pergi, apakah itu sopan?" Yeon Woo menggeleng. "Bukankah Putra Mahkota pulang besok sore?" Dayang Choi menjawab, "benar, Putri Mahkota." "Putra Mahkota adalah pria yang sangat aneh," celetuk Yeon Woo yang seketika mendapatkan tatapan tajam dari Dayang Choi. "Yeon Woo! Jaga bicaramu," hardik Dayang Choi. "Aneh bagaimana maksudmu?" sahut Hwa Goon. "Putri Mahkota ... Putri Mahkota tidak perlu mendengarkan anak ini, dia memang sering asal bicara." "Tidak apa-apa, aku ingin mendengarnya." Hwa Goon menjatuhkan pandangannya pada Yeon Woo. "Katakan padaku." Takut-takut Yeon Woo berucap, "tentu saja aneh. Putra Mahkota baru saja datang, tapi beliau sudah pergi lagi." "Benar! Dia sangat aneh," Yeon Woo dan Dayang Choi terkejut ketika Hwa Goon tiba-tiba berbicara dengan suara yang cukup lantang dan terkesan begitu kesal. Hwa Goon kemudian melanjutkan, "dia baru datang, tapi kenapa sudah pergi lagi? Apa dia menghargai penantianku selama ini? Tidak! Dia tidak mungkin peduli ... jika dia peduli, dia tidak akan pergi lagi. Lagi pula sudah ada kakak ipar, kenapa dia juga harus pergi? Bukankah dia memang orang aneh?" Kedua orang di sekitar Hwa Goon terperangah sebelum tersenyum dengan canggung ketika mendapati sikap Hwa Goon yang sangat mengejutkan. Selama ini Putri Mahkota yang mereka kenal tidak pernah menuntut apapun. Dayang Choi lantas menegur dengan canggung, "Putri Mahkota ... apa yang baru saja Putri Mahkota katakan?" Hwa Goon menghela napasnya yang terdengar putus asa. "Aku ingin marah padanya," ucapnya dengan lesu. "Kenapa Putri Mahkota ingin marah kepada Putra Mahkota? Mungkinkah ... Putra Mahkota sudah berbuat sesuatu yang salah?" tanya Yeon Woo dengan hati-hati. "Aku tidak tahu ... mungkin aku hanya terlalu berharap padanya. Dia adalah orang yang kaku, tapi tiba-tiba bersikap manis saat kembali." Yeon Woo kemudian menggandeng lengan Hwa Goon, mencoba memberikan penghiburan ketika ia menyadari kesedihan dalam raut wajah Hwa Goon kala itu. "Putri Mahkota terlalu sering berprasangka buruk terhadap Putra Mahkota ... kenapa tidak sesekali memikirkan sesuatu yang baik tentang Putra Mahkota?" "Aku selalu memikirkan hal yang baik tentangnya. Dia saja yang tidak peka ..." Dayang Choi menahan senyumnya dan tertangkap oleh Yeon Woo yang balik menegurnya, "Dayang Choi ... jaga sikapmu." Garis senyum di wajah Dayang Choi lantas menghilang. "Kau ingin mengguruiku?" Yeon Woo segera menyembunyikan wajahnya di balik lengan Hwa Goon dan bergumam, "terkadang, orang tua memang sangat menyebalkan." "Kau berbicara sesuatu? Katakan sekali lagi di depanku," gertak Dayang Choi, namun Yeon Woo tak berniat keluar dari tempat persembunyiannya dan sedikit perdebatan di antara kedua dayang itu kembali terdengar. Menjadi sedikit penghiburan bagi hati Hwa Goon yang selalu dilanda keresahan tanpa ada orang lain yang ia izinkan untuk mengetahuinya, bahkan jika itu suaminya sendiri sekalipun.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD