Chapter 11

1680 Words
Tae Hwa keluar dari kamar Hwa Goon dan segera menjatuhkan pandangannya pada Chang Kyun yang juga tengah memandangnya dengan penuh kekhawatiran. "Masuklah dan hibur Putri Mahkota." Tanpa berucap, Chang Kyun menundukkan kepalanya dan segera memasuki kamar Hwa Goon. Membiarkan tangan kiri Tae Hwa yang kembali menutup pintu tersebut. Pandangan Tae Hwa lantas terjatuh pada Dayang Choi yang kala itu menunduk dalam di samping pintu. "Dayang Kepala Choi." "Ye, Putra Mahkota?" "Ikutlah denganku." Tae Hwa lantas melangkahkan kakinya meninggalkan tempat itu bersama Dayang Choi yang berjalan di belakangnya dengan kepala yang tertunduk. Meninggalkan paviliun Putri Mahkota. Kini Dayang Choi berada di paviliun Putra Mahkota. Duduk bersimpuh di lantai tepat beberapa langkah di depan Tae Hwa yang berdiri menghadapnya dengan ekspresi yang kaku serta kemarahan yang terlihat dalam sorot matanya. "Jelaskan padaku," perkataan yang terucap dengan pembawaan yang tenang namun terkesan dingin. Membuat wajah Dayang Choi memucat meski wanita itu tidak tahu bagaimana wajah Tae Hwa saat ini. Dengan gugup Dayang Choi kemudian berucap, "pagi tadi, Putri Mahkota memenuhi undangan Nyonya Bae untuk minum teh di paviliunnya." Netra Tae Hwa menajam bersamaan dengan rahangnya yang tiba-tiba mengeras. Namun ia berusaha untuk tetap tenang ketika ia kembali berucap. "Lanjutkan." "Semua terjadi dengan sangat tiba-tiba. Saat dalam perjalanan kembali ke paviliun, Putri Mahkota mengeluhkan sakit pada perutnya dan mengalami pendarahan." "Siapa tabib yang memeriksa Putri Mahkota?" "Tabib Shin dari Balai pengobatan istana, Putra Mahkota ..." Tae Hwa lantas berjalan mendekati tempat Dayang Choi. "Kau boleh pergi," ujarnya lalu meninggalkan Dayang Choi. Dari paviliunnya, Tae Hwa memutuskan untuk mengunjungi Balai pengobatan istana. Meski ia bisa saja menyuruh utusan untuk memanggil Tabib Shin, sang Putra Mahkota lebih memilih mendatangi sang tabib di tempat peristirahatannya. Menginjakkan kakinya di halaman Balai pengobatan istana. Kedatangan Tae Hwa malam itu mengejutkan Tabib Shin yang kebetulan baru akan memasuki paviliunnya dengan tangan yang memegang sebuah lampion sebagai alat bantu penerang. Tabib Shin dengan segera menghampiri Taehyung dan menundukkan kepalanya ketika telah berhadapan dengan Taehyung. "Putra Mahkota ... Putra Mahkota ada di sini?" "Apa yang terjadi pada Putri Mahkota?" Batin Tabib Shin tersentak, napasnya tercekat. Meski sebenarnya ia tahu tujuan dari kedatangan Tae Hwa ke sana, namun tetap saja suara dengan pembawaan yang dingin itu pasti membuat siapapun merasa takut. "Jika Putra Mahkota tidak keberatan, hamba menawarkan tempat hamba untuk menjadi tempat persinggahan Putra Mahkota malam ini." "Tidak perlu ... aku hanya membutuhkan jawabanmu." Tabib Shin terlihat serba salah. Merasa takut untuk mengungkapkan kebenaran. "Katakan." "Mohon ampuni hamba atas kelancangan hamba ini, Putra Mahkota ... tapi hamba rasa, seseorang dengan sengaja memberikan ramuan penggugur kandungan kepada Putri Mahkota." Tak ada perubahan dari raut wajah Tae Hwa yang sedari tadi tampak menahan kemarahannya. "Siapa saja yang mengetahui hal ini?" "Selain pada Putra Mahkota, hamba tidak berani mengatakan hal ini pada siapapun." "Jika begitu, tetaplah seperti itu bahkan jika itu adalah hari kematianmu." Tabib Shin terkejut dengan perkataan Tae Hwa. Namun tak ada yang bisa dilakukan oleh pria yang sudah berumur itu selain mengangguk, menerima perintah dari sang Putra Mahkota. Setelah mendapatkan jawaban yang ia inginkan. Tae Hwa lantas meninggalkan Balai pengobatan istana untuk kembali ke paviliunnya. Namun dalam perjalanan itu, langkahnya terhenti ketika ia dihadapkan dengan Bae Joo Hyun yang sudah berdiri menghalangi jalannya. "Putra Mahkota di sini? Aku turut prihatin dengan apa yang terjadi pada Putri Mahkota." Pandangan keduanya saling beradu. Namun Joo Hyun merasa sedikit canggung ketika Tae Hwa sama sekali tak memberi respon apapun. Tersenyum dengan canggung, Joo Hyun kembali berbicara, "udara dingin tidak baik—" "Kita harus bicara," ujar Tae Hwa memotong ucapan Joo Hyun. Tae Hwa lantas berjalan melewati Joo Hyun yang kemudian mengekor di belakangnya. Berbeda dengan Tae Hwa yang berjalan tegap tanpa ada perasaan khawatir di raut wajahnya yang hanya memperlihatkan kemarahan. Joo Hyun yang berjalan di belakangnya sempat beberapa kali memandang ke sekeliling seperti tengah ingin memastikan bahwa tidak ada yang melihat keduanya. Tae Hwa menuntun langkah Joo Hyun untuk memasuki salah satu bangunan yang cukup gelap. Berdiri membelakangi pintu dan membiarkan wanita di balik punggungnya itu menutup pintu. Tepat setelah terdengar pintu yang menutup, Tae Hwa segera berbalik dan langsung meraih satu lengan Joo Hyun lalu menabrakkan punggung wanita itu pada pintu hingga menimbulkan suara yang cukup keras. Wajah Joo Hyun mengernyit ketika punggungnya menghantam pintu. Dia terkejut atas perlakuan kasar Tae Hwa yang tiba-tiba, terlebih dengan tatapan menuntut yang begitu asing baginya. "P-Putra Mahkota ... apa yang sedang kau lakukan?" "Apa ini perbuatanmu?" Joo Hyun terlihat seperti hampir kehilangan kata-kata. Namun wanita itu justru terkekeh sembari menggunakan punggung tangannya yang terbebas untuk menutupi mulutnya tanpa menyadari bahwa Tae Hwa benar-benar berbicara serius padanya. Tawa Joo Hyun memudar. Tangan wanita itu jatuh pada d**a Tae Hwa di iringi dengan tepukan pelan. "Kau benar-benar mengejutkanku." "Kau sudah keterlaluan." Batin Joo Hyun kembali tersentak ketika mendapati nada bicara Tae Hwa yang semakin dingin, dan lebih terkejut lagi ketika Tae Hwa kembali membuat punggungnya membentur pintu dan berbicara dengan nada yang mengancam. "Lancang sekali! Lancang sekali kau melakukan hal serendah itu pada Istriku dan juga calon bayiku ... di mana hati nuranimu sebagai wanita!" Joo Hyun tampak terguncang. Mata wanita mengerjap tak percaya, mencoba mencerna apa yang baru saja ia dengar dari mulut Tae Hwa. Seharusnya tidak seperti ini. Wanita itu tahu bahwa Tae Hwa hanya mencintainya. Dan harusnya Tae Hwa merasa senang ketika Hwa Goon menghilang dari hidupnya. Namun tampaknya perhitungan Joo Hyun salah kali ini dan justru berimbas buruk bagi dirinya sendiri. "A-apa, apa kau baru saja membentakku?" "Wanita iblis! Aku menyesal pernah menaruh hati padamu," ucap Tae Hwa terdengar putus asa. Namun sayangnya hal itu justru terdengar seperti sebuah kutukan bagi Joo Hyun. Joo Hyun menepis tangan Tae Hwa dan menatap penuh dengan tuntutan. "Apa maksud dari perkataanmu? K-kau mengutukku?" "Jangan pernah menyentuh Hwa Goon lagi." Joo Hyun tersenyum tak percaya. Sangat terguncang dengan perkataan Taehyung. "Kau ... mengkhianatiku?" "Pikirkanlah baik-baik siapa yang membuat keadaan ini semakin sulit." Joo Hyun menatap nyalang. "Kau melimpahkan semua kesalahan padaku?" "Insiden di perjamuan, apa itu juga perbuatanmu?" "Benar, aku yang melakukannya," ucap Joo Hyun seakan tengah menantang Tae Hwa. "Aku yang telah menaruh racun di cangkirnya, akulah yang melakukannya." Napas Tae Hwa mulai memberat, menahan amarah yang berusaha agar tak ia lampiaskan kepada wanita di hadapannya. Karena seburuk apapun wanita itu, tampaknya hatinya belum benar-benar bisa melepaskan wanita itu. "Kau sudah melewati batasanmu, Bae Joo Hyun." "Jangan melimpahkan semua kesalahan hanya padaku ... aku hanya mencari keadilan." "Keadilan apa yang kau maksud?" "Kau berjanji ingin menikahiku, tapi kenapa kau justru menikahi gadis lain setelahnya? Aku tidak terima!" "Dari awal kita sudah membahas hal ini." "Aku tidak mau menjadi selirmu!" "Itu pilihanmu!" Tae Hwa balas membentak. Namun ia segera menurunkan nada bicara. "Aku tidak pernah memaksamu, asal kau ingat itu." Air mata Joo Hyun dengan cepat jatuh membasahi kedua pipinya. Hatinya sakit mendapatkan semua tuduhan dari Tae Hwa di saat ia yang hanya ingin mengamankan tempatnya di hati pria itu meski tanpa menyadari bahwa hal yang ia lakukan itu merupakan hal yang tidak bisa dibenarkan. Joo Hyun lantas mendekat. Memutus jarak di antara keduanya dan mencengkram pakaian yang di kenakan oleh Tae Hwa di bagian d**a. "Kenapa? Kenapa kau berubah? Mungkinkah ... mungkinkah wanita itu sudah menghasutmu?" Tae Hwa hendak menyingkirkan tangan Joo Hyun. Namun Joo Hyun menolak. "Jangan lakukan ini ... aku tahu, hanya aku wanita yang ada di dalam hatimu. Wanita itu tidak berhak mendapatkan hatimu. Hanya aku, hanya aku yang berhak ... tidak ada wanita lain yang berhak memiliki hatimu!" "Sadarlah, semua sudah berakhir," gumam Tae Hwa. "Apa?" Suara Joo Hyun berubah menjadi lirih. "Apa maksudmu?" "Kau adalah istri dari kakakku. Mencintaimu, merupakan dosa terbesar yang pernah kulakukan." Joo Hyun terperangah. Batinnya benar-benar terguncang hingga dengan mudah Tae Hwa menyingkirkan tangannya. "Semua sudah berakhir. Jangan berani-beraninya kau menyentuh wanitaku." Tae Hwa hendak mendorong Joo Hyun untuk meraih pintu di balik punggung wanita itu. Namun Joo Hyun dengan cepat menempelkan punggungnya pada pintu guna menghalangi jalan Tae Hwa. "Aku tidak terima ini, aku tidak terima pengkhianatanmu," Joohyun tiba-tiba membentak, "kau tidak bisa melakukan hal ini padaku!" Tanpa ada lagi perasaan yang tersisa. Tae Hwa meraih lengan Joo Hyun dan mendorong tubuh wanita itu hingga jatuh di balik punggungnya. Sedikit menoleh, Tae Hwa membiarkan hanya ekor matanya yang mampu menangkap siluet wanita yang tengah menangis itu. Ia lantas berucap, "mulai hari ini, hanya wanita yang berstatus sebagai istriku lah yang berhak menerima pengabdian dariku ... bukan wanita asing." Tae Hwa lantas membuka pintu dan menutupnya kembali dari luar setelah menghancurkan hati wanita yang kini tengah terduduk di lantai sembari menangis tersebut. Kedua tangan Joo Hyun mengepal kuat, menahan sakit hatinya setelah dicampakan untuk yang kedua kalinya oleh Tae Hwa. Tampak kebencian dalam sorot matanya yang membuatnya benar-benar mengutuk wanita bernama Park Hwa Goon yang kini berhasil mengambil alih posisinya di hati Tae Hwa. Pintu di belakangnya kembali terbuka. Menghentikan tangisnya dengan paksa, Joo Hyun lantas mengucapkan kutukannya, "akan kubunuh, akan kubunuh wanita. Tidak akan kubiarkan dia mendapatkanmu ... aku bersumpah, aku bersumpah akan kubunuh dia!" Joo Hyun dengan cepat memandang ke arah pintu dan saat itu napasnya terasa tercekat di tenggorokan ketika ia melihat siapakah sosok yang saat ini berdiri di ambang pintu. Menatapnya dengan tatapan yang sulit untuk diartikan. "K-kau?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD