Zombies, 04

1702 Words
Kate berniat kembali ke ruangannya seperti rencana awal setelah dia berhasil menenangkan pasien dengan memberikannya obat bius. Dia terus berjalan di terowongan karena letak ruangannya terbilang masih cukup jauh. Namun, langkahnya terhenti saat tanpa sengaja dia berpapasan dengan orang yang memang ingin dia temui sejak tadi. Seulas senyum tersungging di bibir ranum wanita berparas cantik  mengenakan kacamata dan jas khas dokter tersebut. Bergegas dia menghampiri orang tersebut.  “Jenderal Esteban!” teriak Kate yang sukses membuat si pemilik nama seketika menghentikan langkah. Dia memicingkan mata karena melihat sang dokter berkeliaran di  luar  alih- alih menjalankan  tugasnya.  “Dokter Kate, apa yang sedang kau lakukan di sini?”  Kate mengangkat kedua bahu dengan santai meski sosok pria gagah di hadapannya itu bukanlah pria sembarangan. Dia merupakan pemimpin besar Aegis yang sangat dihormati di badan militer tersebut.  “Aku baru selesai menghadapi pasien yang mengamuk.” “Pasien?” Kening Esteban mengernyit dalam saat menggumamkan apa yang baru saja disebutkan Kate. “Ya, maksudku pria yang kalian bawa ke markas dalam misi penyelamatan tempo hari di sebuah acara pernikahan. Pasien yang terpaksa kita potong tangan dan kakinya karena sudah hancur digigit para zombie.” “Oh, pria itu. Jadi, dia mengamuk?”  Kate mengangguk. “Ya, dia sudah siuman dan sepertinya dia sempat jalan-jalan di markas. Dia pikir istri dan keluarganya ada di sini juga. Hm, bukankah waktu itu kalian hanya membawanya?” tanya Kate jadi penasaran ingin mendengar kabar istri dan keluarga sang pasien yang membuatnya memberontak ingin pergi tadi.  “Ya, kami hanya membawanya. Kami sudah memastikan tidak ada yang bisa diselamatkan selain dia. Kondisi korban yang lain sudah mengenaskan bahkan ada beberapa dari mereka yang sudah berubah menjadi zombie.”  Kate meringis antara seram membayangkan banyak manusia yang perlahan berubah menjadi zombie setelah digigit dan juga merasa iba pada nasib Evander yang kini hidup sebatang kara.  “Berarti istri dan keluarga pria itu sudah tewas, benar?” Esteban mengangguk. “Ya, kami sudah menghabisi semua zombie yang ada di sekitar lokasi. Sedangkan semua jasad yang belum sempat berubah menjadi zombie sudah kami bakar untuk mencegah perubahannya.”  Kate tertegun, dengan ini sudah dipastikan istri dan keluarga Evander tak mungkin selamat. Mereka semua sudah tiada.   “Kasihan sekali pria itu. Di hari pernikahannya, dia kehilangan orang-orang yang dia sayangi.”  Mendengar ucapan Kate yang merasa kasihan pada Evander, Esteban mendengus keras. “Huh, bukan hanya dia yang mengalami nasib tragis seperti ini, tapi hampir semua orang. Justru dia beruntung karena nyawanya masih bisa diselamatkan. Seharusnya dia bersyukur dan berterima kasih pada kita. Aku harap kelak dia akan berguna untuk kita agar tidak sia-sia kita membawanya ke sini dan menyelamatkan nyawanya.”  Kate mengangguk setuju. “Ya, kau benar.” “Dibandingkan dia, ada banyak orang yang kehilangan lebih dari apa yang dia alami.” “Contohnya seperti kau kan, Jenderal?”  Esteban melebarkan mata mendengar ucapan Kate yang sudah dia tebak arah pembicaraannya.  “Aku tahu sampai sekarang kau masih menyesali kejadian tragis waktu itu. Saat kau dan pasukanmu pergi untuk memeriksa benda asing dari luar angkasa yang mendarat di bumi dan ternyata itu sebuah ufo di mana di dalamnya terdapat monster menyeramkan. Karena gigitan monster itu semua pasukanmu menjadi monster sepertinya. Monster cannibal yang kita sebut zombie. Kau juga bernasib sama dengan pasienku itu, bukan? Karena kau beruntung selamat dari insiden itu.”  Esteban memejamkan mata karena semua yang dikatakan Kate ini membuatnya teringat pada kejadian memilukan yang hingga detik ini masih belum bisa hilang dari pikirannya.  “Tapi penyebab Negara ini porak poranda dan banyak zombie di mana-mana karena kau membiarkan pasukanmu yang telah menjadi zombie itu berkeliaran. Mereka menggigit banyak manusia sehingga beginilah jadinya. Teror zombie di mana-mana.”  Esteban mendelik tajam, tampak tersinggung. “Dari ucapanmu ini sepertinya kau masih menyalahkan aku. Berapa kali aku katakan padamu, waktu itu aku hanya sendirian bersama pilot sedangkan jumlah mereka ….”  “Ya, aku akan selalu menyalahkanmu karena kekasihku menjadi salah satu pasukanmu yang mungkin sekarang berkeliaran di luar sebagai zombie. Seharusnya kau bisa menyelamatkannya waktu itu dan bukan melarikan diri seperti pengecut.”  Wajah Esteban kini memerah sempurna karena amarah. Wanita di hadapannya itu menganggap sepele kejadian yang menimpanya kala itu tanpa tahu dia mati-matian berusaha menyelamatkan diri dari kejaran pasukannya yang seketika berubah menjadi pasukan zombie.  “Kalau kau ada di lokasi saat kejadian itu terjadi, aku yakin kau tidak akan berani bicara sembarangan seperti ini. Seharusnya kau bersyukur aku selamat, dengan begitu aku yang menjadi sumber informasi kalian bukan? Karena aku yang tahu persis penyebab zombie kini bertebaran di bumi. Lagi pula, dibandingkan mengungkit masa lalu yang sudah tidak mungkin bisa diubah lagi, lebih baik pikirkan masa depan kita. Pikirkan cara untuk mengalahkan para zombie dan ….” Esteban kembali memejamkan mata karena tiba-tiba dia mengingat sosok seseorang yang sangat kuat dan menyeramkan sekaligus menjadi sumber kekacauan terjadi di bumi. “… pemimpin mereka, sang Zombies Alpha.” Kate terdiam kali ini dan berhenti mengungkit kejadian tragis yang membuatnya kehilangan pria yang paling dia cintai. “Aku penasaran ingin mengetahui sudah sebanyak apa pasukan Zombies Alpha? Setiap hari dia dan pasukannya terus menyerang manusia, bukan?”  “Aku dengar dia sudah mendirikan kerajaannya sendiri. Atlanta City kini berada di bawah kekuasaannya.”  Kate meneguk ludah dengan kedua mata melebar sempurna karena dia baru mendengar kabar buruk ini. Ternyata kondisi di luar sana sudah separah ini.  “Aku harap pria yang baru saja mengamuk itu bisa berguna untuk kita karena alasan lain kami membawanya selain untuk menyelamatkan nyawanya adalah ….” “Menjadikan dia objek penelitian,” sela Kate cepat karena dia sudah tahu persis alasan Evander dibawa ke markas.  “Ya. Dia sudah digigit oleh beberapa zombie sampai tangan dan kakinya hancur. Walau kau sudah memotong tangan dan kakinya, tetap saja kita harus mengawasinya karena mungkin saja virus atau apa pun itu yang berasal dari para zombie yang menggigitnya masih tertinggal di tubuhnya. Kau harus terus mengawasi dan melakukan penelitian padanya.”  Kate mendengus. “Tanpa kau suruh juga aku sudah tahu apa yang harus aku lakukan.” Esteban mengulas senyum, jenis senyuman yang lebih pantas disebut sebagai seringaian lebar. “Semoga saja berkat pria itu kita bisa tahu kelemahan dan rahasia Zombies Alpha.”  Kate ikut mengulas senyum. “Ya, semoga saja.” “Kalau begitu aku pergi dulu. Kami harus melakukan patroli karena mungkin Zombies Alpha sekarang sedang memerintahkan pasukannya untuk terus menambah pasukannya. Kita harus menghentikan mereka.”  Kate mengangguk setuju dan dia tak berkomentar apa pun saat sang jenderal melangkah pergi hingga sosoknya menghilang dari pandangan wanita itu.   ***   Kate masuk ke dalam sebuah ruangan di mana sosok seorang pria kini sedang duduk di ranjangnya, tengah menyantap dengan rakus makanan yang dihidangkan untuknya. Terhitung sudah tiga hari pria itu berada dalam pengawasannya, dan Kate lega karena dia tak lagi mengamuk seperti tiga hari yang lalu. Sosok itu tidak lain merupakan Evander yang perlahan mulai tenang dan bisa dikendalikan.  Kate berjalan menghampiri Evander yang baru saja menyelesaikan makannya.  “Bagaimana rasa makanannya? Sepertinya kau suka karena cepat sekali kau menghabiskannya.”  Evander yang sedang menunduk itu pun seketika mendongak dan menatap tajam ke arah Kate. “Jika boleh jujur, sebenarnya aku tidak suka makanannya.” “Oh, ya? Tapi kau menghabiskannya?” “Karena ada alasannya,” sahut Evander sambil membuang muka ke arah lain.  Kate mengangkat kedua bahu, tak ingin ambil pusing dengan sikap dan ucapan Evander yang ambigu. Dia pun bergegas melakukan tugasnya yaitu mengambil darah Evander untuk dia teliti di ruang laboratorium. Evander hanya diam dan tak melawan saat darahnya diambil oleh Kate.  “Aku ingin bertanya sekali lagi padamu, apa benar istri dan keluargaku tidak ada di tempat ini?”  Kate tak langsung menjawab, dia meletakkan sample darah Evander yang sangat berharga itu di dalam sebuah kotak dan barulah dia menatap wajah pria itu lekat.  “Aku sudah menjawabnya beberapa hari yang lalu.” “Aku ingin memastikannya sekali lagi,” sahut Evander bersikeras. Kate memutar bola mata karena entah untuk keberapa kalinya Evander bertanya hal itu padanya walau dia sudah menjawabnya berulangkali. “Ya, berapa kali harus kukatakan padamu kalau istri dan keluargamu sudah tewas. Aku turut berduka cita untukmu, tapi kau harus merelakan mereka. Yang harus kau pikirkan sekarang adalah keselamatan dan masa depanmu. Asal kau tahu bumi tak seaman dulu lagi, justru menjadi sangat berbahaya. Kau beruntung karena berada di tempat yang paling aman.”  Karena tugasnya sudah selesai, Kate berniat untuk pergi. Dia sudah berbalik badan dan siap melangkah menuju pintu.  “Kalau begitu bisa kau beritahukan padaku sebenarnya tempat apa yang kau sebut paling aman ini?” Namun, langkah Kate terhenti karena pertanyaan Evander. Dia pun kembali berbalik badan menghadap pria itu.  “Kau sedang ada di markas Aegis. Aegis adalah badan militer khusus yang bertugas untuk membasmi makhluk-makhluk yang sudah mengacaukan acara pesta pernikahanmu dan juga membunuh istri dan keluargamu. Ah, dan juga membuatmu kehilangan tangan dan kaki.” Evander memicingkan mata. “Apa markas ini dijaga dengan ketat karena itu kau mengatakan tempat ini paling aman?” “Ya, tentu saja tempat ini dijaga ketat. Makhluk itu tidak akan ada yang bisa masuk kemari karena itu bersyukulah kau ada di sini. Lebih baik kau istirahat saja. Apa kau masih sering merasa sakit kalau efek obat bius sudah hilang?”  Evander menggeleng. “Sudah tidak terlalu parah, tapi sepertinya aku sudah terbiasa dengan rasa sakitnya.”  “Oh, bagus kalau begitu. Sepertinya kau akan segera pulih sebentar lagi. Aku akan datang lagi ke sini nanti untuk mengantarkan makanan lagi padamu. Aku pergi dulu.”  Evander tak mengatakan apa pun untuk menyahuti Kate yang berpamitan padanya. Kate mendengus karena dia diabaikan tapi dia tak peduli. Dia pun melanjutkan langkahnya yang tertunda dan benar-benar meninggalkan Evander di ruangannya. Tanpa dia ketahui Evander kini sedang menyeringai.  “Dokter, sebenarnya alasan aku menghabiskan makanan yang kau antarkan walau aku tidak menyukainya karena aku membutuhkan energi dan tenaga untuk melarikan diri dari sini. Walau tempat ini dijaga dengan ketat pasti akan ada jalan keluar jika aku terus mencarinya,” gumam Evander, sangat yakin dengan rencana pelariannya karena hingga detik ini dia tak percaya istri dan keluarganya sudah tiada. Jika mereka tak ada di tempat ini maka dia akan mencari mereka di luar sana. Ya, itulah tekad Evander saat ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD