4. Perkenalan

1437 Words
Zara diam, gadis itu bingung harus belok kemana jika ke ruang BP. Wajar saja, Zara masih tergolong murid baru yang tentu saja masih belum hapal dengan baik seluk beluk sekolah. Kemarin Nina sudah mengajaknya berkeliling sekolah, memberi tau dia beberapa ruang penting yang harus Zara tau. Namun sialnya Zara lupa dimana itu ruang BP, alhasil ketika di belokan koridor pintu utama, Zara tidak tau harus belok kemana. Ke kanan, atau ke kiri. Alhasil, Zara cuma bisa berdiri kayak orang linglung. Andai saja ada orang lewat, satu saja, pasti sekarang gadis itu tidak kebingungan seperti saat ini. Sayangnya lorong koridor itu sepi, semua siswa masih mengikuti kegiatan belajar mengajar di kelas. Dan sekarang Zara hanya mengharapkan keajaiban datang untuk menunjukkannya jalan yang benar menuju ruang BP. "Lo lagi ngapain?" Suara berat seorang cowok itu membuat Zara bernafas lega. Gadis itu mengangkat kepalanya dan menemukan cowok yang sama yang ia temui di gerbang sekolah--Deg, cowok ini? "Oh..eh..gue bingung dimana ruang bpnya." Zara menjadi gugup, matanya pun menatap ke sembarang arah, asalkan tidak ke wajah tampan cowok yang membuatnya khilaf berkali-kali. Ya, cowok itu adalah Dio. "Oh," tidak hanya Zara, Dio pun menjadi gugup. Ia bahkan tidak tau harus berbuat apa sekarang. Matanya menatap ke segala arah, asalkan tidak menatap wajah gadis di hadapannya. Dahi Zara menghernyit heran, "hanya oh?" "Eh, ngh..yaudah ayo bareng gue. Gue juga mau ke sana." Dio menghembuskan nafas kesal kepada dirinya sendiri yang mendadak jadi bodoh. Dio kenapa si? Ini pasti gara-gara janjinya itu. Nggak mungkin kan Dio grogi deket cewek ini? Nggak.. Nggak.. Nggak mungkin banget. Mereka berdua pun berjalan bersama menuju ke ruang BP. Tidak berdampingan, tapi Dio di depan dan Zara di belakang. Sepanjang perjalanan, ingin sekali Dio menoleh kebelakang dan mengucapkan terima kasih untuk kebaikan hati Zara yang sudah menolongnya. Namun kalimatnya selalu tercekat, dan ia lagi-lagi harus menelan sendiri kata-katanya. Sungguh ini bukan Dio yang biasanya. Biasanya Dio akan mudah sekali bicara dengan perempuan. Jangankan Mengucapkan terima kasih, mengucapkan kata-kata manis pun mampu Dio ucapkan dengan mulus dan tanpa ragu. Tidak seperti sekarang, yang hanya ucapan terima kasih tapi sulit sekali keluar dari mulutnya. Mereka pun sudah sampai di ruang BP, sayangnya Bu Tika--guru BP itu tidak ada di ruangannya. Entah kemana, biasanya setau Dio Bu Tika selalu ada di kandangnya eh ruangannya maksudnya. Oleh sebab itu Dio menyarankan pada Zara untuk masuk ke ruangan dan menunggu Bu Tika di dalam ruang BP. Mereka pun duduk di kursi panjang yang memang disediakan untuk para siswa yang mengantri untuk diintrogasi. Duduk berdampingan, hanya saja dengan jarak yang cukup jauh. "Lo udah nggak papa kan?" Zara memecahkan keheningan diantara mereka. Dio menoleh, memastikan jika memang Zara yang berbicara. "Gpp." kata Dio singkat. "Bagus deh," Zara mengangguk, "soalnya kan katanya kemarin lu kayak mau mati. Bagus kalau sekarang uda baik-baik aja. Berarti nggak jadi mati." Zara sengaja ya ngomong 'Mati'?? Biar dio ingat janji yang ia buat sendiri.. iya? Hadehhh... Sumpah kepala Dio mendadak pening. "Btw, motor lu masih di rumah gue." "iya entar, gue suruh orang rumah ngambil." "Oh Lo mau ambil, gue kira Lo mau kasih ke gue." Zara mencoba mencairkan suasana. "habisnya satu minggu lo nggak ada kabar." Sayangnya Dio diam saja tidak memberi respon. Membuat Zara kikuk sendiri. Menertawakan ucapannya sendiri dan akhirnya menundukkan kepalanya karena malu. Dia merutuki dirinya sendiri karena terlalu sok akrab dengan cowok di sampingnya. "Terima kasih," Dio akhirnya mengucapkan kalimat itu memecahkan keheningan yang cukup lama. Zara menoleh, "apa?" "Terima kasih, uda nolongin gue" Jelas Dio seraya menatap Zara sebentar kemudian mengalihkan pandangannya ke bawah. Kalau Dio cuma bilang terima kasih tanpa ngelaksanain janjinya sendiri itu boleh nggak sih? Karena Dio masih aja sulit buat nepatin janji itu. Zara tersenyum, "sama-sama. Tapi kemarin kan lo uda bilang makasih, kenapa bilang lagi?" "Ya.. Gpp" jawab Dio singkat. Sebenernya Dio ngomong makasi lagi buat bikin hatinya lega. Tapi kayaknya nggak mempan, di hatinya tetep aja ada yang mengganjal. "Dio," ucap Dio lagi. Zara bingung, "siapa Dio?" "Gue." Dio tersenyum kikuk, menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Baru kali ini dia grogi kenalan sama cewek. "Oh," Zara menganggukkan kepalanya dan tersenyum kecil. Lucu sekali cowok ini, pikirnya. "Kelas sebelas ipa 3," ucap Dio lagi. "Kenapa kelas sebelas ipa 3?" "Kelas gue." "Oh," lagi-lagi Zara hanya bisa ber-oh ria. Terlalu bingung dengan sikap Dio yang ternyata aneh. "Lo?" "Kenapa?" "Nama?" "Oh-" Zara mengangguk mengerti. Jadi dari tadi Dio ngejakin kenalan. Hemm.. Baru Zara sadari, karena sedari tadi Zara kira Dio ngajakin main tebak-tebakan. "Zara." Dio tersenyum, "kelas?" "Sebelas Ipa dua." "Salam kenal," akhirnya Dio sekarang tau nama gadis itu. Gadis yang semalam nggak bisa bikin Dio tidur dan selalu bikin jantungnya berdetak cepat. Entah lah perasaan apa ini. Dio tidak mengerti dengan jelas. Yang jelas Dio tidak bisa mengendalikan dirinya dengan baik jika di depan gadis bernama Zara itu. Sementara di sisi lain, Zara mencoba beristighfar berkali-kali. Seolah menyuruh hatinya untuk tidak bahagia dan cepat sadar. Jika kebahagiaan berkenalan dengan Dio ini tidak benar. ---- Dio tidak sadar jika kehadirannya di kantin selalu menjadi pusat perhatian. Buktinya sekarang ketika dia duduk di kantin bareng teman-temannya, banyak sekali para cewek yang duduk di sekitar mejanya yang juga sibuk ngobrol dan sesekali melirik ke arahnya. Mereka sibuk membicarakan segala macam tentang Dio, entah membicarakan betapa tampannya Dio sekarang atau membicarakan kenapa Dio ke kantin bareng temen-temennya. Kenapa kok nggak bareng Eriskha? Ah entahlah, para netijen memang selalu punya topik untuk menggunjingkan seseorang. Dan Dio tidak seberapa menggubris itu. Yang Dio tau, Eriskha lagi ulangan susulan, makanya dia ke kantin bareng temen-temennya. Lagian, Dio sekarang lagi resah. Hatinya tak tenang semenjak pagi tadi, jangan tanya kenapa. Itu semua karena gadis berkerudung putih yang bernama Zara. Haruskah ia berpacaran dengan zara demi menepati janjinya?? Tapi masak iya dia pacaran sama orang yang baru ia kenal? Lagian kenapa Dio juga selalu bertingkah aneh kalau di dekat gadis itu? Jantungnya berdetak cepat lah, nggak bisa tenang kalau liat senyum zara lah, dan masih banyak lagi keanehan-keanehan yang selalu muncul kalau dio di deket zara. "Huhh," Dio menghembuskan nafas panjang. Membuat ketiga temannya yang bernama Ipin, Ebi dan Dharma menatap Dio penuh tanya. "Lo kenapa?" tanya Ebi yang ada disamping Dio seraya menyuapkan satu butir pentol kecil kedalam mulutnya. Dio diam saja. Tidak merasa sedang ditanya. Membuat Ebi menatap Ipin dan Dhrama bergantian seolah mempertanyakan sikap aneh Dio hari ini. "Ada masalah yo?" kali ini Ipin yang bertanya. Cowok berkulit sedikit hitam itu pun menatap Dio dengan wajah serius. Mengabaikan mangkuk nasi pecel bu Jum yang sedari tadi Ipin cumbu. "Kalau ada masalah cerita, bro." ucap Dharma tersenyum seolah senyum itu menunjukkan jika dia selalu ada untuk Dio. Melihat ketiga temannya yang khawatir, entah kenapa membuat Dio senang. "Gue lagi bingung." jawab Dio jujur. "Bingung kenapa? Bingung milih cewek?" tanya Dharma yang dihadiahi Ipin pukulan kepala. Hal itu karena Dharma yang ngelucu di saat yang tidak tepat. Alhasil Dharma pun meringis dan menatap Ipin kesal karena memukul kepalanya. "Bukan, gue bingung dengan diri gue sendiri." "Apa? Lo kenapa emang?" "Gue nggak bisa ngendaliin diri gue ketika gue lagi sama dia, jantung gue juga selalu berdetak dengan cepat kalau lagi sama dia, gue ngerasa grogi padahal cuma jalan bareng sama dia, terus juga senyumnya, matanya, suaranya, selalu terbayang di otak gue. Lo tau nggak gue ini kenapa? Apa gue lagi sakit jantung lemah? Atau gue sakit parah yang lainnya? Kenapa gue ngerasa organ tubuh gue jadi aneh kalau deket-deket dia?" jelas Dio panjang lebar. Namun ketiga temannya diam saja tidak memberikan respon apapun. Mereka malah sibuk bengong seraya menatap Dio tak percaya. Membuat Dio semakin berkespetasi jika dirinya tengah sakit parah. "Gue kena penyakit apa? Kenapa kalian cuma benggong? Apa penyakitnya parah?" Dharma dan Ipin ngakak nggak berhenti-berhenti. Sementara Ebi cuma bisa nahan tawanya dan mengusap lengan Dio, seolah menenangkan. "Lo nggak papa kok bro." ucap Ebi. "Lo itu cuma jatuh cinta g****k!" ucap Ipin disela tawanya. "Polos amat sih, masak begitu aja nggak tau. Perasaan mantan lo segudang deh, kenapa jatuh cinta aja malah lo kira penyakit?" ucap Dharma kemudian ngakak lagi. Dio memasang wajah datar. Seolah nggak ngerasa lagi dibully temen-temennya. "Siapa dia?" tanya Ipin menginterogasi Dio. "Siapa apanya?" "Itu yang bikin lo jatuh cinta." saut Dharma dengan nada usil. Dio cuma senyum, dan enggan menjawab pertanyaan penasaran ketiga temannya. Kemudian dia beranjak dari duduknya dan membiarkan teman-temannya berasumsi sendiri. Mereka pun menyimpulkan jika sekarang Dio tengah jatuh cinta pada Eriskha. Pasalnya sekarang Dio sedang pacaran dengan Eriskha kan? Mereka lupa jika hati manusia siapa yang tau? Tbc ! Xx, muffnr
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD