Bab 1. Prolog
Ini adalah buku kedua dari novelku yang berjudul Antariksa. Jadi bagi yang belum membaca buku pertamanya silakan untuk membacanya terlebih dulu agar tidak bingung.
***
"Aku bakalan mundur dari perjodohan ini," ujar wanita dengan senyum teduh itu. Namun, kali ini senyum yang wanita berambut sepunggung itu tunjukkan bukanlah sebentuk senyum manis seperti biasa. Ada luka, serta kecewa atas keputusan yang diambilnya. Tentu saja yang diucapkannya tadi bukanlah berasal dari hati, tetapi karena dia sadar, laki-laki di depannya tidak menginginkannya.
Antariksa yang sejak tadi diam tampak menghela napas. Ada nyeri yang dirasakannya saat mendengar keputusan itu. Namun, gengsi yang dirasakannya saat ini memenangkan ego dalam hatinya. Sumpah yang pernah terucap untuk tidak mencintai salah satu dari tiga wanita yang pernah mempermainkannya masih tetap dia jaga. Bukankah janji laki-laki harus ditepati? Walaupun nyatanya janji itu malah melukai hatinya sendiri.
"Ibuku pasti akan curiga," ujar Antariksa dengan ekspresi datar. "Beliau akan langsung nuduh aku yang enggak-enggak."
Wanita dengan rambut lurus berwarna kecokelatan itu tampak berpikir. "Aku ada ide," katanya. Meskipun dalam hati sadar jika ide ini konyol, tetapi dia rasa tidak ada pilihan lain.
"Apa?" tanya Antariksa sedikit waswas. Hatinya berperang dengan cara paling menyebalkan. Hatinya berusaha mematahkan ego yang diyakini akan merugikannya pada saatnya nanti.
"Kamu kenalin calon lain ke ibu kamu." Tentu saja bukan hal mudah untuk mengutarakan ide gila itu.
Antariksa mengerutkan kening. "Calon lain?" Kalau saja ada dia tidak akan bingung seperti sekarang.
"Kamu pasti ada teman wanita, kan?" Wanita itu berusaha untuk menunjukkan senyum. Hal yang tentu saja sulit dan entah laki-laki di depannya menyadarinya atau tidak.
Antariksa yang tidak mungkin menjawab dengan gelengan kepala memutuskan untuk mengangguk. Meski dalam kepala harus kebingungan mengabsen satu per satu nama wanita di hidupnya. Rasanya, tidak lebih dari sepuluh jari. Itu pun termasuk, ibunya, Reysa, Karina, juga Lili. Dan semua orang yang disebutkan itu tidak mungkin masuk ke dalam daftar kandidat sebagai calon istri.
"Aku pun sudah ada." Kerutan di kening Antariksa menghilang tergantikan oleh wajah terkejut saat kalimat itu terdengar.
"Kamu apa?"
"Ada seseorang yang sedang berusaha buat deketin aku," jelas wanita itu dengan wajah semringah yang dibuat-buat. "Aku bisa jadiin dia alibi, dan juga aku akan belajar buat buka hati buat dia," lanjut wanita itu sembari mengembus napasnya. Ada sesak yang kini merajai hatinya, bahkan air matanya nyaris tumpah karena keputusan ini bukanlah sesuatu yang dirinya inginkan.
Antariksa yang merasakan hal sama hanya membuka dan menutup mulutnya, bingung harus berkata apa. Padahal jika tidak mengedepankan ego, seharusnya dia tinggal menolak ide wanita di depannya. Dan mengatakan isi hati yang sesungguhnya. Namun, bayangan bagaimana wanita ini dan kedua temannya yang pernah mempermainkannya sungguh bukan hal yang bisa dilupakan begitu saja. Kata maaf memang sudah terucap, tetapi memori tentang kejadian itu belum sepenuhnya terhapus dari pikiran Antariksa.
Laki-laki itu tidak mau masalah ini akan terungkit pada kehidupannya di depan sana. Jadi lebih baik merasakan sakit dan kecewa saat ini. Dia yakin, nanti akan dipertemukan dengan wanita yang lebih baik dari sosok ini. Dan perkara hatinya yang terasa sakit, Antariksa yakin waktu adalah penyembuh yang baik.
"Baiklah kalau kayak gitu," ujar wanita itu berusaha untuk menyudahi apa yang sedang terjadi sebelum air matanya benar-benar runtuh. "Kita udah sepakat, dan semoga ini berhasil. Aku pergi dulu."
Antariksa mengangguk, dan hanya bisa menatap punggung wanita itu menjauh, terus menjauh, dan akhirnya hilang di tengah kerumunan. Ada rasa ingin mengejar, lalu menghentikan semua ini sebelum terlambat. Namun, lagi-lagi kenangan pahit di masa lalu itu menghantuinya. Dan Antariksa memutuskan untuk ikut bangkit, mungkin dia bisa memulai pencarian gadis penggantinya mulai hari ini. Coba lihat, apakah Tuhan akan mempermulus rencana mereka atau tidak.