* * * * * * * * * Part 31 * * * * * * * * *
Bhisma tau, apa y a n g bakalan dia dapet dari reaksi Vale saat dia ngomong itu. Tapi, mau gimana lagi. Cowok itu gak bisa mikir. d a n mengingat kedatangan Gani di sini, menambah kerisauannya. d a n Bhisma emang yakin, ada sesuatu dibalik pindah sekolahnya Gani ke sekolah nya.
Sayangnya Bhisma gak tau apa rencana Gani kali ini, ia juga gak bisa menebak kira kira apa y a n g akan di lakukan Gani terhadapnya dengan kedatangannya itu. y a n g j e l a s Bhisma tak bisa tenang d a n santai santai saja, ia merasa harus bertindak atau pun melakukan sesuatu entah apa pun itu, y a n g j e l a s Bhisma gak mau hancur dengan sendirinya cma k a r e n a gak bisa mengantisipasi serangan dari Gani y a n g ia tak tau arah pastinya ke mana. Bhisma berusaha agar dirinya tetap kuat d a n terlihat t i d a k terpancing dengan apa pun y a n g berkaitan dengan Gani itu, meski dirinya harus melibatkan Vale saat ini sebagai upaya untuk membuatnya tetap berdiri tegak.
d a n , well, kalo dia mau ngancurin gue, gak akan terjadi lagi. Batin Bhisma. Ia berusaha untuk menguatkan dirinya sendiri, agar t i d a k terlihat lemah di depan Gani. Ia t i d a k mau sampai harus terjatuh berkali kali h a n y a k a r e n a hancur dengan serentetan kejadian y a n g di lemparkan Gani untuknya. Sudah cukup Gani membuatnya dulu menderita, y a n g padahal bukan sepenuhnya salah Bhisma. Tapi Gani tetap mengotot bahwa hal hal y a n g terjadi di masa lalu itu k a r e n a Bhisma, membuat Bhisma terus terusan merasa tersiksa untuk hal y a n g padahal bukan kesalahannya itu. Bhisma harus berusaha menahan dirinya untuk bisa bangkit lagi, t i d a k terpuruk seperti waktu itu hingga memakan waktu y a n g t i d a k sebentar lamanya.
Cukup dengan apa y a n g dilakukannya dulu. Bhisma t i d a k akan membiarkan hal tersebut terjadi lagi d a n terulang lagi, Bhisma memastikan hal itu dengan sangat sangat terhadap dirinya sendiri.
"Kalo lo gak mau ngakuin hal kemarin kalo itu c u m a bohongan, lo harus jadi cewek gue." Bhisma kini men j e l a s kan ucapannya, y a n g mana masih berhubungan dengan hal tersebut. Ia membuat hal ini menjadi sebuah ancaman y a n g mana berisi pilihan y a n g sangat sulit untuk di pilih Vale. Ia yakin Vale membenci dua duanya, baik untuk mengakui hal hal y a n g mana merupakan kebohongan dirinya kemarin kepada Pak Tono, atau pun menyetujui untuk menjadi cewek Bhisma. Ya j e l a s dua pilihan itu gak mau lah di pilih Vale, ia masih waras juga untuk gak memutuskan masuk ke kan d a n g buaya atau macan. Dua duanya sama sama berbahayan d a n akan membuatnya terkapar.
"Lo gila!" tandasnya, merasa bahwa ucapan Bhisma memang aneh banget. Ia menatap sengit ke arah Bhisma k a r e n a t i d a k setuju dengan hal tersebut, dua duanya! Vale gak setuju sama sekali.
"Gue setuju!" Bhisma menyahut dengan santai seraya menyunggingkan senyum tipisnya, membalas ucapan Vale y a n g padahal mengatai dirinya gila. Namun cowok tersebut malah membalasnya dengan santai seolah hal tersebut merupakan suatu pujian.
Vale sampai bergidik melihatnya, menganggap bahwa Bhisma benar benar sudah terkena gangguan mental hingga bisa bisanya menyetujui ucapannya dengan sangat santai. Vale yakin Bhisma memang sebaiknya t i d a k berada di sekolah, melainkan berada di rumah sakit jiwa saja sana. Lebih cocok untuk Bhisma.
"Lo k*****t!" maki Vale sekali lagi, y a n g merasa belum puas dengan u*****n sebelumnya y a n g mengatai Bhisma d a n malah di balas dengan santai oleh cowok itu. Vale semakin menatap Bhisma dengan sengit d a n kesal sekali. Tatapannya sudah mengibarkan bendera permusuhan secara terang terangan.
"Gue juga setuju!" Bhisma menyahut lagi. y a n g mana lagi lagi dengan nada suara santai y a n g tampak t i d a k keberatan dengan ucapan Vale. Cowok itu kembali menyunggingkan senyum tipis seraya memainkan tangannya sebagai gestur bahwa ia menyetujui ucapan Vale y a n g mengatainya k*****t atau apa pun itu. Bhisma h a n y a mau mengikuti omongan Vale y a n g entah bisa bertahan sampai kapan.
"Lo--" Vale kembali hendak berkata kata lagi, untuk kembali memaki Bhisma dengan serangkaian u*****n y a n g sudah ia siapkan, k a r e n a kesal bukan main dengan penawaran Bhisma y a n g sangat sangat aneh itu. Vale sudah menahan kekesalannya sejak tadi di tenggorokan k a r e n a greget sekali ingin menghajar wajah Bhisma detik itu juga. Ia membenci Bhisma sangat l u a r b i a s a saat ini. Bhisma benar benar keterlaluan, permainannya kali ini sangat sangat aneh d a n t i d a k bisa ia terima atau pahami. Ini sungguh di luar batas permainan mereka dari biasanya d a n Vale t i d a k menyukai hal tersebut. Ia t i d a k menyetujui ide Bhisma y a n g menjadi seperti ini, membuat segalanya menjadi serba salah.
"--Shh, tenang, tenang. Lo kan tanya apa mau gue, nah udah gue jawab kan? Jangan marah-marah dong. Pikirin dulu baik-baik, baru ngomong." Bhisma kembali berkata lagi dengan memotong ucapan Vale y a n g tampak sudah semakin tak berarah d a n menyedihkan itu, Bhisma tau Vale pasti emosi banget saat mendengar pilihan dari penawarannya itu y a n g sukses menyulut emosinya dengan sangat dalam. Bhisma terkekeh pelan melihat wajah Vale y a n g sudah menahan amarah sejak tadi itu.
Namun, gak tau kenapa, suara Bhisma saat ini lembut banget sumpah. Bhisma gak lagi bicara dengan nada sok d a n otoriter kayak tadi, kini ia bicara dengan lembut k a r e n a menangkap suara Vale y a n g sudah sangat emosi. ia berusaha menenangkan Vale untuk t i d a k berteriak d a n semakin gemetar k a r e n a rasa kesalnya itu. Bhisma tentu dapat memahami betapa terkejutnya Vale dengan hal ini.
"Gue gak pernah bisa mikir kalo lo ada dideket gue, b**o!" kata Vale lagi, y a n g kini suaranya sudah terdengar penuh kekuatan saat mengatakan hal tersebut. Ia menatap sengit pada Bhisma y a n g beberapa saat tadi memberikan ide paling aneh sepanjang Vale mendengar orang orang mencetuskan idenya. Kalo kayak gini sih, maksudnya kayak Bhisma tadi, rasanya Vale ingin menghalalkan perihal pembungkaman pendapat. Hal tersebut sangat halal hukumnya bagi Bhisma. Lebih baik pendapat cowok itu di bungkam saja dari pada meresahkan tak j e l a s begini, membuat Vale emosi saja saking kesal d a n geramnya. Bhisma benar benar aneh banget, dapet ide dari mana coba tiba tiba ngelantur dengan ide kayak gitu? Bhisma pasti habis kesambet setan genit deh.
"Bagus!" senyum Bhisma. " y a n g gue artiin, segitu lemahnya lo berhadapan sama gue, sampe lo gak bisa mikir kalo ada gue disamping lo. k a r e n a , lo suka sama gue. Bener gak?" Bhisma kini malah semakin menggoda Vale, dengan tatapan jahilnya d a n senyum tengilnya. Kombinasi wajah y a n g sangat di benci Vale, ia t i d a k menyukai jika Bhisma sudah memasang cengiran sok ganteng itu. Gak! Vale sama sekali gak terkesima, malah sebel iya. Vale gak lulus sama sekali deh liat sosok Bhisma dari deket gini meski katanya banyak y a n g bilang ganteng. Makan aja sono si Bhisma, kalo emang menurut orang orang pendapatnya kayak gitu. Vale gak doyan banget sama Bhisma, d a n gak ada niatan buat mau pacaran sama Bhisma. Sedikit pun gak pernah terlintas , sumpah! Vale gak mau pokonya, tolong hindari Vale dari makhluk aneh satu ini y a n g terkutuk.
"Gila!" Vale berseru lagi, masih memaki Bhisma dengan suaranya y a n g terdengar jengkel. Meski ucapannya terasa muter muter di situ saja.
"Emang." entah sudah berapa kali cowok itu senyum hari ini, y a n g harus Vale akuin, senyumnya manis banget.
Eh, apa? Barusan Vale bilang apa? Gak, itu barusan y a n g mikir kayak gitu pasti tipu daya setan y a n g merasuk ke dalam pikirannya untuk mengguncang akal sehatnya. Vale gak mungkin berpikir demikian dalam keadaan normal, kecuali kalo Vale emang udah ikutan gila kalo sampe mengakui bahwa senyum Bhisma itu manis pake banget segala. Fix gak mungkin! Vale lebih memilih dirinya y a n g menjadi gila kalo demikian, ia gak mau mengakui atau memuji sosok Bhisma itu.
"Gimana?" Bhisma bertanya lagi, untuk mempertegas perihal penawarannya y a n g masih belum di jawab oleh Vale itu. Meksi tadi bilangnya Vale t i d a k perlu langsung menjawab, tapi nyatanya Bhisma malah kembali untuk menanyakan hal tersebut lagi pada Vale, bahkan saat belum terlewat lima menit saat Bhisma mengatakan hal sebelumnya itu. Bhisma memang sangat t i d a k konsisten dalam memberikan penawaran. Mungkin beberapa menit lagi ucapannya bisa berubah lagi, dengan memberikan penawaran y a n g lain, y a n g mungkin saja bisa lebih gila di bandingkan ucapan sebelumnya itu. Entah bagaimana Bhisma bisa segitu labilnya. Ia h a n y a se d a n g t i d a k dapat berpikir dengan waras dalam hal ini, k a r e n a Gani y a n g sukses menyita pikirannya seharian ini.
"Gimana apanya?" d a n entah sudah berapa kali cewek ini emosi hari ini. Kata-kata y a n g keluar dari mulutnya c u m a berupa bentakan doang kayaknya dari tadi. Vale sudah melotot lagi ke arah Bhisma, seolah ia siap sekali menerkam Bhisma detik itu juga. Wajahnya y a n g jutek, semakin bertambah jutek k a r e n a emosinya y a n g tak mampu tersalurkan. Entah bagaimana definisi menyalurkan emosi bagi Vale, y a n g padahal sejak tadi juga ia sudah ngomel ngomel sendiri tapi merasa emosinya belum tersalurkan. Mungkin definisi menyalurkan emosi bagi Vale adalah bisa menghajar Bhisma detik itu juga, y a n g sayangnya emang Vale gak bisa. Alhasil dirinya C u m a bisa merutuki diri sendiri sambil bicara dengan penuh nada emosi pada Bhisma. Berharap cowok itu bisa segera melepaskannya saat itu juga, sebab Vale sudah muak melihat wajah Bhisma untuk saat ini.
* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * T o B e C o n t i n u e d * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *