* * * * * * * * * Part 6 * * * * * * * * *
Cewek itu pun segera bangkit dari tempat duduknya dengan percaya diri untuk berjalan ke depan kelas, menghabis papan tulis y a n g sudah di penuhi segala macam coretan terkait materi hari ini. Madam nano nano memang terkenal rajin dalam men j e l a s kan materi disertai catatan seperlunya di papan tulis, Vale belum mencatat ini, ia akan mencontek catatan milik Lala y a n g lebih ringkas d a n rapi. Catatan Vio juga rapi, tapi Vio cenderung menulis seluruh tulisan y a n g ada tanpa meringkasnya sama sekali, kan pegel juga kalo di salin sebanyak itu. Lagian Vio mana mungkin sih kurang kerjaan berpikir untuk meringkas, apa y a n g terlihat j e l a s itu y a n g tercatat. Namanya juga Vio.
Sesampainya di depan kelas, Vale buru buru mengambil penghapus y a n g tersedia di sana. Cewek itu pun menghapus tulisan y a n g ada di papan tulis itu dengan tenang, ia t i d a k akan terlihat mencurigakan, madam nano nano t i d a k menyadari kehadirannya kok. Jadi Vale gak boleh over thinking y a n g malah menjerumuskan dirinya sendiri menjadi terlihat ketakutan. Vale harus terbiasa berpikir tenang d a n damai agar hidupnya dapat diselimuti kedamaian selalu. Kini Vale sudah seperti Budha y a n g se d a n g memberikan petuah kedamaian untuk dirinya sendiri, memang selalu ada saja hal hal random y a n g di pikirkan oleh Vale.
Setelah selesai menghapus seluruh tulisan y a n g ada di papan tulis, Vale kembali meletakan penghapus y a n g tadi digunakannya untuk menghapus papan tulis ke tempatnya lagi. Lalu Vale pamit untuk undur diri pada madam nano nano dengan menundukan tubuhnya sejenak sebagai bentuk sopan santun, meski ka d a n g pikirannya kurang ajar, gini gini sikap Vale aslinya santun banget. Vale itu laknatnya dalam hati aja, kalo y a n g di realisasikannya tentu y a n g baik baik. Vale cocok banget kayaknya jadi Puteri Indonesia, ia pasti akan memakai mahkota itu dengan cantiknya k a r e n a tutur kata d a n sikapnya y a n g l u a r b i a s a memukau. Baiklah, pikiran macam apa lagi ini.
“Terima kasih, Valena.” Kata madam nano nano saat Vale mulai bergerak untuk kembali ke bangkunya dengan perasaan tenang k a r e n a ia selamat.
“Iya, Bu. Sama-sama.” Jawab Vale sambil berjalan ke bangkunya d a n kembali bergabung ke area Vio d a n Lala y a n g tadi ikut menahan napas saat nama Vale di sebutkan, k a r e n a sama khawatirnya juga seperti Vale y a n g takut ketahuan dengan madam nano nano. Beruntung ternyata dugaan mereka tak kejadian, kalo misal iya, gak keba y a n g deh harus gimana. Ini bakal lebih horor dari pada cerita horor y a n g isinya jumpscare semua itu. Pengen serem kok maksa ngagetin. Bukan serem, malah bikin orang jantungan.
Ngomong ngomong, Vale gak suka film horor. Jadi, buat para cowok y a n g berniat buat deketin Vale, mulai mikir yaa kalo mau ajak Vale ke bioskop untuk nonton film horor. Vale bakal ilfil banget berkepanjangan k a r e n a ajakan tersebut. Apa sih harapan mereka y a n g baru pedekate dengan ngajak ke bioskop d a n nonton film horor? Biar ceweknya keliatan takut terus teriak teriak manja gitu? Ih, jangan harap deh. Vale sebelum teriak manja, udah walk out dari teater k a r e n a saking gak sukanya menonton film horor y a n g C u m a bikin mental down doang. Iya, mental Vale langsung ngedown tiap abis di jumpscare in. ngagetin tau gak, gimana kalo Vale punya riwayat penyakit jantung, kan bahaya nonton gituan. Bisa serangan mendadak. Ih serem. Vale gak mau pokoknya nonton film horor.
Lagian, masih banyak kok film bagus y a n g bukan film horor d a n masih bisa dinikmati juga. Banyak banget, Vale juga gak antipati sama romance, ia tetap bisa menikmati. Ada juga film action, sejarah, d a n masih banyak genre lain selain horor d a n ngagetinnya. Vale bener bener ngerasa kapok d a n takut banget pokonya dengan adegan jumpscare y a n g menguji jantung itu. Sebentar, ini awalnya Vale bahas apa ya, kenapa bisa melenceng jauh gini ngomongin bioskop? Ngomongin Film? Benar kan, pola pikir Vale sudah sangat random d a n harus segera di obati.
* * * * * * * * * * * * * * * * * * Past , Present , and Future * * * * * * * * * * * * * * * * * *
Bel panjang mulai berbunyi di seluruh antero sekolah, membuat para siswa segera menutup buku apa pun y a n g semula terbuka di meja mereka. Wajah suntuk d a n ngantuk seketika sirna, seiring dengan suara panjang y a n g nyaris di sukai oleh seluruh siswa y a n g ada di muka bumi ini. Jam istirahat seolah menjadi penyegar bagi para siswa y a n g menghabiskan sekitar sepuluh jam untuk mencerna mata pelajaran y a n g ada seharian, membuat kepala mereka serasa ngebul d a n ingin pecah saking banyaknya mata pelajaran tersebut. Mereka rasanya ingin protes pada mendikbud k a r e n a merasa hal tersebut kurang efektif lantaran jam sekolah mereka y a n g kelewat panjang itu, y a n g ada bukan cerdas malah meledak. Kasihan para masa depan bangsa ini, jika t i d a k meledak bisa stres mendadak.
Para guru pun menyudahi sesi mengajarnya, dengan diakhiri pemberian salam y a n g di pimpin ketua kelas. Guru y a n g mengajar pun membawa buku buku d a n peralatan lainnya y a n g dibantu oleh ketua kelas atau pun struktur kelas y a n g lainnya dalam membawa perlengkapannya menuju meja guru. Setelah guru benar benar keluar dari kelas, baru lah para siswa dengan semangat empat lima berhamburan menuju kantin untuk mengisi perut mereka y a n g sudah meronta ronta menginginkan asupan makanan k a r e n a menahan sejak jam pertama tadi. Wajah sumringah seketika terpancar dari wajah mereka, sebab akan menikmati makanan d a n bisa bercengkrama dengan siswa siswa lainnya untuk sekadar melepas penat dari kegiatan belajar mengajar y a n g dirasa tiada akhir ini.
Se d a n g Bhisma sendiri, ia juga turut keluar dari dalam kelas dengan semangat tak kalah membra. Senyuman terus tersungging memenuhi setiap bibirnya, seolah hari ini merupakan hari y a n g paling membahagiakan bagi dirinya sendiri. Bhisma benar benar menyukai awal pagi ini y a n g dibuka dengan melihat wajah Vale y a n g tampak mengeluh d a n kesal setengah mampus, lalu jam istirahat ini pun ia akan melihat Vale y a n g pasti misuh misuh k a r e n a Bhisma mengingat janjinya dengan j e l a s . Bayangan wajah Vale y a n g cemberut disertai u*****n u*****n kesalnya membuat mood Bhisma seketika naik ke permukaan, ia senang sekali melihat wajah itu kesal sampai tak mampu berkata kata d a n h a n y a bisa mendengus saja.
Jam istirahat pertama, Bhisma sudah betan d a n g ke depan kelas Vale d a n kawan-kawannya. Ia melihat beberapa siswa dari kelas Vale sudah keluar dari kelas untuk menuju kantin. Lalu dilihatnya salah satu teman Vale, y a n g kerap kali menempel Bersama cewek itu. Bhisma berdecak melihat sosok Vio y a n g tengah berjongkok tak jauh dari pintu kelasnya, y a n g sukses menghalangi jalan beberapa orang y a n g hendak keluar kelas.
Bhisma pun berjalan menghampiri sosok itu, diikut Ricky di sebelahnya. Bhisma ikut berjongkok untuk menyamai posisinya dengan Vio, cewek imut y a n g lemotnya t i d a k tanggung-tanggung. Satu hal y a n g harus Bhisma siap kan bila berhadapan dengan Vio, ia j e l a s harus menyiapkan kesabaran ekstra d a n l u a r b i a s a .
"Hallo... Vio, Vale nya mana?" Suara Bhisma menyapa Vio, bertanya perihal keberadaan cewek y a n g kerap kali disebutnya jadi-jadian itu. Bhisma bersuara dengan rendah d a n tenang, efek habis mengatur emosinya untuk berhadapan dengan Vio y a n g di khawatirkan akan melontarkan jawaban jawaban y a n g ajaib d a n membuat Bhisma naik darah. Bhisma tak sesabar itu dalam menghadapi Vio, ia malah heran kenapa sih Vale harus berteman dengam makhluk semacam ini. Beruntung teman Vale y a n g satunya, Lala itu lebih waras ketimbang Vio d a n gak bikin naik darah doang. Sampai detik ini Bhisma masih t i d a k paham motivasi Vale mau berteman dengan Vio y a n g h a n y a mampu membuatnya darah tinggi di usia muda.
Vio y a n g se d a n g duduk jongkok di depan kelasnya, tadi sih lagi benerin tali sepatu y a n g lepas, tapi tak kunjung benar juga hingga membuatnya lama sekali berjongkok di sana. Vio mengeluh berkali kali, kenapa sih tali sepatu ini copot terus. Padahal Vio yakin sudah membetulkannya dengan kencang, tapi copot terus. Tali sepatunya pasti punya dengan deh sama Vio, kan Vio capek benerin terus menerus. Jadi Vio kapan bisa jalan ke kantin dengan tenang kalo kayak gini caranya. Vio udah laper banget ini, d a n udah membayangkan akan dibingungkan oleh aneka menu y a n g berada di kantin. Tapi gara gara tali sepatu y a n g copot terus gini kan Vio jadi terhambat untuk berjalan ke kantin. Sebenarnya tali sepatunya kenapa sih?
"Vale ada didalem tuh sama Lala." sahutnya. "Ih, ini kok talinya lepas-lepas mulu sih? Kan capek." Keluh Vio y a n g sudah kesekian kali untuk mengikat tali sepatunya. Cewek itu masih belum sadar d a n h a n y a terus terusan mengikat tali sepatunya tanpa menaruh curiga pada siapa pun y a n g berada di sana, y a n g memiliki potensi untuk menjaili dirinya y a n g memang mudah untuk di bohongi. Maka tangan itu pun kembali membuat simpul untuk tali sepatunya agar ia bisa berjalan tanpa tersandung tali sepatu. Atau jika kesal mungkin Vio akan membiarkan saja tali sepatunya t i d a k di ikat sama sekali k a r e n a h a n y a membuang buang waktu saja.
Bhisma h a n y a menggelengkan kepalanya mendengar suara Vio, entah bagaimana bisa Vale kuat berteman dengan cewek ini. Vio bahkan t i d a k sadar tali sepatunya y a n g terus terusan ditarik Kembali oleh Ricky y a n g kini berjongkok di sebalahnya. Padahal j e l a s j e l a s cowok itu berjongkok di sebelah Vio d a n terlihat banget, gak mungkin kan Vio gak lihat Ricky y a n g jongkok di situ. Terlebih tangan Ricky juga kan kelihatan, masa iya Vio segitunya gak sadar kalo tangan Ricky sejak tadi jahil dengan menarik terus terusan tali sepatu milih Vio. Sudah lah, Bhisma sungguh menyerah memahami pola pikir Vio y a n g ia t i d a k mengerti itu. Memang sulit memahami cara bekerja cewek ini lantaran kapasitas otaknya y a n g minim sekali, semuanya harus j e l a s d a n di per j e l a s , sampe gak bisa mengerti dengan sendirinya. Kalo pun bisa, yaa mikirnya pasti lama. Selalu kayak gitu, Bhisma y a n g gak berteman dengan Vio saja sampai hafal dengan hal tersebut saking seringnya bertan d a n g ke kelas Vale untuk menjaili cewek jadi jadian itu.
"Eh, Ky, udah, kesian tuh Vio lo kerjain gitu." Kata Bhisma, menyuruh temannya agar t i d a k jail. Cowok itu berusaha untuk menghentikan aksi Ricky y a n g memang kurang kerjaan itu, lalu fokus dengan tujuan awalnya ke kelas ini y a n g akan menemui Vale. Bukan menggoda Vio y a n g tampak kebingungan itu. Bhisma t i d a k mengerti apa asiknya menggoda cewek lemot, Ricky malah tampak menikmati aksinya itu dengan tersenyum riang gembiara seolah hal tersebut sangat membahagiakan baginya. Bhisma t i d a k paham bagaimana cara bekerja otak Ricky jika hal tersebut saja sudah membuatnya kesenangan. Apa sih y a n g asik dari melihat cewek lemot kebingungan.
Yaa itu juga sebenarnya y a n g di rasakan Ricky selama ini setiap kali melihat Bhisma menjaili Vale, seolah tiada hari tanpa menggoda cewek itu. Memangnya apa y a n g seru dari membuat Vale marah, lalau menciptakan balasan balasan tiada akhir, melibatkan teman teman mereka untuk saling membenci satu sama lain. Setiap harinya seolah sama, selalu saja begitu, lalu berulang terus menerus. Apa y a n g asik? Ricky juga t i d a k paham. Tapi Bhisma tampak menikmatinya d a n melakukan hal itu lagi d a n lagi. Seperti itu lah sekiranya y a n g Ricky rasakan saat menggoda Vio, Bhisma gak akan paham. Sama kayak Ricky y a n g gak paham motivasi Bhisma menjaili Vale berkepanjangan itu apa. d a n ini mau sampai kapan, perseteruan tiada akhir y a n g penuh drama d a n banyak sekali babak tak berkesudahan.
Saat itu juga Vio menyadari bahwa ada seseorang di sampingnya, y a n g juga berjongkok. Vio menoleh, d a n mendapati Ricky se d a n g menyeringai kearahnya, refleks, Vio mengayunkan tangan kanannya memukul bahu Ricky agak keras sampai Ricky meringis. Wajah cewek itu tampak kesal k a r e n a baru menyadari alasan kenapa tali sepatunya terus terusan copot padahal tangannya sudah capek mengikat lagi d a n lagi, ternyata ada orang lain y a n g menjailinya d a n membuatnya menjadi kesulitan menyelesaikan ikatan sepatunya. Ternyata gara gara Ricky ia jadi belum ke kantin d a n menuntaskan perut laparnya y a n g sudah keroncongan. Vio kesal sekali hingga gerakannya refleks memukul Ricky seperti tadi, padahal biasanya Vio jarang bertindak jika diisengi, tapi k a r e n a Ricky membuatnya kesal jadi lah Vio memukulnya saja.
Mampus! Bhisma mengumpat senang melihat Ricky y a n g mendapatkan jatah gebukan dari Vio. Lagi iseng sih, anak lemot punya tenaga juga ternyata. Eh, bisa emosi juga ya. Ya ampun, bisa bisanya dia baru sadar setelah Bhisma berkata seperti tadi. Mungkin jika Bhisma gak ngomong, Vio gak sadar kali ya kalo dari tadi Ricky tengah menggo d a n ya dengan menarik tali sepatunya terus menerus. Gak keba y a n g jadi Vale y a n g harus ngurusin anak ini dengan berteman dengan sabar. Bhisma juga gak peduli sih sama perasaan Vale, bodo amat, bukannya semakin Vale sengsara itu malah semakin bagus ya? Iya dong. Ngapain juga Bhisma peduli.
"Oh, jadi kamu y a n g ngelakuin ini? Ihh, Ricky ngeselin banget sih jadi orang. Capek tau nih!" Vio menatap Ricky kesal, dengan suaranya y a n g seperti anak-anak, Vio mengomel – namun t i d a k terdengar seperti omelan – h a n y a sebatas gerutuan dari rasa kesalnya y a n g merasa di permainkan. Wajah imutnya tampak cemberut, membuat cewek itu menjadi lucu. Tatapannya juga seperti anak berumur lima tahun y a n g belum tau salah d a n benar. Kerucutan di bibirnya membuat Ricky gemas sekali, terlebih dengan pipinya y a n g tampak menggembul. Ah, Ricky jadi ingin mencubitnya saking gemasnya. Ya ampun, apa y a n g Ricky pikirkan saat ini? Mengapa pikirannya menjadi t i d a k waras saat ini. Wajah Vio y a n g imut d a n menggemaskan rupanya membutakan d a n menyesatkan jalan pikirannya. Ricky harus kembali waras dengan meluruskan jalan pikirannya lagi, gak boleh deh dia gemas sama cewek lemot ini meski pun ya emang Vio lucu banget sih.
Ricky tertawa menanggapi omelan Vio y a n g jauh dari kata 'marah'. Apa ya? Kayak bukan marah gitu, lucu malah. Ya kan, lagi lagi Ricky menganggap sikap Vio lucu. Meski orang orang pada emosi dengan sikap Vio, tapi Ricky lihatnya malah menggemaskan. Mereka aja y a n g suka darah tinggi menghadapi Vio, padahal kan Vio orangnya lucu d a n gemesin gini loh. Ricky sama sekali gak kesal d a n malah menikmatinya, setiap ucapan Vio y a n g diiringi raut wajah kebingungannya, atau wajah berpikirnya setiap orang mengatakan sesuatu d a n Vio masih belum mengerti, juga cara Vio berbicara y a n g menyebutkan namanya alih alih menggunakan gue elo seperti remaja pada umumnya. Hal hal tersebut membuat Vio tampak menggemaskan di banding siswa lain y a n g ada di sekolah ini, Ricky benar benar takjub ia bisa menghafal tentang Vio sampai segitunya.
"Hihi, maaf Vio. Ih, kamu lucu deh." ow ow, dengan gemas Ricky mencubit kedua pipi Vio y a n g langsung merah akibat ulahnya.
"Vio... Lagi ngapain sih? Lama banget!" teriak Vale dari dalam kelas y a n g mencari keberadaan temannya y a n g tertinggal itu. Suara Vale menggema dari dalam kelas, mmebuat Bhisma d a n Ricky juga bisa mendengarnya d a n ikut melongokkan kepala ke dalam kelas itu, mencari keberadaan sang cewek y a n g membuatnya mengunjungi kelas ini.
"Bentar, Vale. Vio lagi dalam keadaan darurat nih, Vio kena serangan jantung deh kayaknya nih." Katanya polos namun dramatis. Tentu saja perkataan itu berlebihan, Vio mengatakan hal tersebut k a r e n a detak jantungnya y a n g mendadak berdetak lebih kencang saat Ricky mencubitnya dengan gemas tadi. Rasanya seperti ada sengatan y a n g tiba tiba dirasakan oleh Vio, sensasi y a n g di dapatinya saat Ricky mencubitnya dengan gemas.
Hah?! Bhisma menoleh sekilas pada Ricky y a n g masih berjongkok disamping Vio. Ini anak ngomong apa sih? Jantungan? Kenapa jadi tiba tiba jantungan. Pasti deh, Bhisma yakin Vio C u m a deg degan aja. Bhisma terkekeh geli, rupanya anak ini saling degan Ricky. Bisaan juga modus Ricky deketin anak lemot ini, tapi ya gak lucu juga nanti kalo setiap mereka pacaran malah disebut jantungan k a r e n a perasaan deg degan y a n g membuncah padahal lagi kasmaran.
Bhisma benar benar gak habis pikir sama jalan pikiran Vio, serta Ricky y a n g malah menggoda Vio sedemikian rupa padahal gak ada untungnya. Atau mungkin Ricky ya beneran gemes sama Vio, hii gawat juga. Masa Bhisma harus besanan sama Vale k a r e n a Ricky d a n Vio jadian. Membayangkannya saja membuat Bhisma bergidik ngeri, gak deh gak mau. Makasih aja. Bhisma masih mau hidup tenang tanpa berurusan lebih dekat dengan Vale.
"Lo punya penyakit jantung, Vi?" tanya Ricky heran, d a n khawatir, tentu saja. Ia t i d a k mau ada siswa mati mendadak di depannya k a r e n a terkena serangan jantun mendadak. Terlebih mati di depan matanya k a r e n a aksi y a n g baru saja di lakukannya. Bisa bisa jejak sidik jari Ricky masih tertinggal di pipi Vio, lalu Ricky di jadikan tersangka kasus pembunuhan. Bisa bisa Ricky di interogasi sepanjang hari k a r e n a hal itu, Ricky gak mau dituduh jadi pelaku pembunuhan lalu masa remajanya di habiskan dalam penjara k a r e n a tuduhan gak berdasar y a n g menyeret namanya itu C u m a gara gara sidik jarinya di temukan di pipi Vio. Ya ampun, bayangan panjang tersebut membuat Ricky bergidik ngeri. Ngeri k a r e n a ternyata Ricky punya cara berpikir seaneh d a n seabsurd itu, apa lagi y a n g salah dengan imajinasinya kali ini. Kenapa bisa bisanya Ricky sampai berpikir ke arah sana C u m a gara gara cubit pipi Vio? Sepertinya virus lemot Vio mulai menular terhadapnya.
* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * T o B e C o n t i n u e d * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *