* * * * * * * * * Part 4 * * * * * * * * *
Oke, tunggu yaa Bhisma. Tunggu pembalasan gue nanti, gue jamin mampus lo! Batin Vale dengan penuh dendam, karena merasa paginya dirusak.
Selagi cewek itu berlari untuk sampai di kelasnya, selama itu juga Vale merapalkan makian untuk Bhisma yang tiada habisnya. Vale benar benar mengutuk Bhisma dengan sebutan macam apa pun, karena cowok itu benar benar menghancur pagi indahnya yang seharusnya berjalan lancar. Vale sampai harus berlarian seperti ini, belum lagi hukuman Bhisma di jam istirahat nanti yang juga akan berlarian, Vale sampai merinding membayangkan hal tersebut yang beberapa jam ke depan akan menjadi kenyataan. Persendian kaki Vale seoalah sudah mampu merasakan penderitaan yang akan menderanya siang nanti dengan lari lima putaran di lapangan super besar yang bisa menampung ratusan korban pengungsian bencana alam.
Berlari lima putaran. Berlari lima putaran. Bayangan itu seolah menghantui kepalanya, kini Vale seperti menjadi trauma dengan angka lima karena lima putaran tersebut. Vale berusaha berpikir, apa yang bisa ia lakukan agar dapat mengelak hukuman tidak berguna itu. Vale harus berpikir dengan sungguh sungguh, ia harus melakukan sesuatu yang l u a r b i a s a . yang mana tidak h a n y a membebaskannya dari hukuman tersebut, tapi juga sekaligus membalas perbuatan Bhisma yang hari ini tengah bahagia. Ia akan hancurkan kebahagiaan Bhisma yang bersenang senang di atas penderitaannya. Vale tidak ikhlas sekali melihat Bhisma tersenyum bahagia dan penuh kemenangan sementara kini dirinya justru bermandikan peluh.
“Ayo, Vale. Mikir! Mikir! Kira kira gimana cara balas dendam sama Bhisma!” Vale berusaha berbicara dengan dirinya sendiri, memikirkan hal macam apa pun sebagai bentuk pembalasannya pada sosok Bhisma yang membuatnya mera dan g hingga saat ini. Vale berusaha menekan pikirannya untuk berkerja berkali kali lipat dari biasanya, seolah Vale se dan g menyusun strategi perang dalam menghadapi negara lain yang mengganggu keutuhan NKRI. Meski ucapannya berlebihan, tapi memang cocok untuk di sandingkan. Vale se dan g berusaha untuk menyusun rencana maha penting untuk pembalasan dendamnya nanti. Meski bagi orang orang hal ini terdengar kekanakan, tapi itu dapat membuat perasaannya lega bukan main dan terasa bahagia l u a r b i a s a .
Enak saja! Jika Vale menyerah begini, keadaan akan terasa jomplang karena kali terakhir di menangkan oleh Bhisma, lalu dirinya justru akan di kira pasrah dan menyerah begitu saja. Vale j e l a s tidak ingin ada yang menilainya seperti itu. Vale merupakan seorang pejuang Tangguh, seorang wanita sejati yang tak gentar oleh musuh dan lawan lawannya yang bertebaran. Vale akan menuntaskan urusannya dengan Bhisma hingga ke titik darah pengabisan, Vale akan berjuang dengan sungguh sungguh dalam memberantas Bhisma berikut dengan kroco kroconya yang memang h a n y a berjumalh satu orang. Tuh kan lihat! Anak cowok aja gak ada yang rela dan sudi berteman dengan Bhisma, memang dasar cowok itu saja yang hidupnya bermasalah.
Vale mengatur napasnya yang terasa tinggal separuh. Ia kembali berlari sekencang-kencangnya untuk menuju kelasnya agar tidak telat. Meksi sepanjang perjalanan cewek itu memikirkan hal lain, tapi kakinya terus bergerak untuk sampai ke kelasnya. Namun, nasib baik memang tidak berpihak pa dan ya. Seolah dewi fortuna se dan g tidur dan tak mampu untuk menyelamatkannya. Halah, dasar dewi fortuna pemalas. Dirinya saja jam segini sudah berlari segini jauh dan melelahnya, sudah berhadapan dengan iblis berwujud manusia, dan dewi fortuna malah enak enakan tidur? Bahagia sekali hidup sang dewi fortuna yang tidak mampu memenuhi keinginannya itu. Ya j e l a s , kan lagi tidur. Vale bisa gila jika memikirkan masalah dewi fortuna itu terus menerus seolah tidak ada hal lain saja untuk bisa di pikirkan.
Sesampainya di samping jendela, Vale melongokkan kepalanya pada kaca, tepat di samping tempat duduk teman semejanya. Vale berusaha agar kehadirannya tidak memancing perhatian barang seDikit pun, maka dari itu gerakannya juga sangat perlahan. Ia tidak mau sisi kelas geger h a n y a karena melihat bayangan wajahnya yang saat ini nemplok di kaca demi dapat berkomunikasi dengan teman semejanya itu. Sudah cukup banyak kesialan yang menimpa Vale hari ini, menjadi pusat perhatian j e l a s tidak ada di dalam daftar huru hara yang akan menambah kesialannya itu. Maka, Vale seberusaha mungkin tidak melakukan banyak gerakan yang menimbulkan banyak mata menoleh ke arahnya, lagi pula memang para siswa ngapain juga beramai ramai menoleh ke jendela jika tidak ada keperluan. Vale h a n y a nengok ke jendela kalo ada siswa ganteng yang melintas di samping kelasnya, itu adalah alasan Vale mengambil tempat duduk di dekat jendela.
"Madam Nano-Nano mana, sstt?" Vale berbisik dengan volume suara sekecil apa pun, meman dan g kedalam kelas tepat pada temannya yang sedari tadi tidak menyambut sautannya dengan kesal. Vale sampai geram sendiri pada sosok itu, ingin rasanya Vale menembus kaca ini lalu menarik telinganya dan berbicara keras keras di sana. Suara pelan pelan apa lagi berbisik seperti ini seolah tidak mempan untuk temannya yang memang seDikit lemot dalam mengartikan sesuatu. Vale saja tidak tau mengapa ia bisa berteman dengan orang seperti itu, yang anehnya bukan main, tapi Vale sudah bertahan hingga detik ini. Bukan kah Vale begitu hebat karena bisa berteman dengan Vio dengan hati yang tulus dan ikhlas tanpa mengharapkan balasan atau nasib baik yang memberkatinya di kemudian hari, yang memang tidak Vale percayai juga, tapi jika terjadi pun Vale tidak akan menolak untuk menerimanya. Siapa juga yang akan menolak nasib baik, tentu saja tidak ada.
Dari jarak yang ada diposisi Vale, ia sama sekali gak bisa lihat apakah ada guru atau enggak yang ada didalam kelas. Pan dan gannya tidak menjangkau area depan kelas, tempat di mana madam nano nano seharusnya berdiri di sana untuk men j e l a s kan mata pelajaran pada seluruh siswa yang ada di kelas. Tetapi, melihat bagaimana reaksi para siswa yang tampak tidak ramai alias tenang tenang saja, Vale dapat menebak bahwa di depan kelas memang se dan g ada madam nano nano, sehingga para siswa tidak ada yang berani bergerak bak tahanan di penjara yang di jaga oleh sipir galak. Vale sampai merinding membayangkan perumpamaan yang digunakan dirinya cukup brutal, menyamakan siswa di kelasnya dengan tahanan di penjara alias para kriminal kelas kakap. Padahal wajah wajah siswa di kelasnya sangat culun dan sama sekali tidak terlihat seperti sanggup berbuat dosa. Mungkin satu satunya dosa yang mampu mereka lakukan adalah menunggak tagihan uang kas di kelas.
Vale dapat melihat Vio, sahabatnya yang sejak tadi ia ajak bicara tapi tidak menggubris sama sekali, menoleh ke jendela dan menyadari kehadirannya. Mata Vio segera berbinar, seperti anak kecil yang habis di berlikan permen tiga loli milkita yang sama dengan segelas s**u. Tapi alih alih menggemaskan, Vale lebih merasa ingin menghajar reaksi Vio yang berlebihan dan mampu membuat kehebohan di dalam kelas yang ia prediksi ada madam nano nano si guru maha galak dan menyeramkan yang tengah mengajar. Bayangkan jika Vale harus mendapatkan hukuman dari guru tersebut, tentu saja Vale tidak mau. Memangnya hidupnya seperti game p********n yang harus dipenuhi hukuman terus menerus. Kapan Vale bisa merasa aman damai Sentosa jika seperti itu terus. Vale tidak mau mendapatkan hukuman berlapis lapis, atau merasakan ketakutan yang melanda karena harus melaksanakan hukuman. Rasanya Vale ingin sekali menghapus kosa kata hukuman di dalam kamus besar Bahasa Indonesia yang di nilai sangat merugikan dirinya untuk saat ini.
"Eh, Val, um..." Suara Vio yang hendak dengan j e l a s menyebut nama Val terdengar agak kencang, membuat Vale seketika panik dan melotot menatap ke arah temannya yang memang lemot l u a r b i a s a itu. Nyaris saja Vale mengomel dan ingin menjitak kepala Vio detik itu juga karena kelakuan bodohnya itu yang nyaris membuat satu kelas beserta madam nano nano menoleh ke arahnya. Bisa bisa riwayatnya benar benar tamat di kelas ini karena menimbulkan huru hara yang berusaha ia minimalisir tapi harus gagal dan terbongkar karena ulah Vio yang tidak bisa di ajak kerja sama. Sepertinya Vale harus berpikir ulang untuk bertahan berteman dengan Vio, sebab sebagian besar kelakuan Vio justru merugikannya.
Ah s**t! Dasar Vio bloon. Ngapain nyebut nama gue segitu kencengnya? Batin Vale yang masih mengeluhkan ulah Vio yang tadi menyebut namanya. Untung ada Lala yang dengan cepat menutup mulut s****n sih Vio itu. Vale sampai bernapas lega melihat temannya yang satu lagi itu lebih cepat tanggan dalam bertindak, tidak seperti Vio yang harus mencerna segala hal dengan lama sekali. dan itu pun yang dicerna sering kali salah. Rasanya memang sesulit itu menggambarkan kapasitas otak Vio yang memprihatinkan. Vale tidak lagi ingin banyak komentar dalam meratapi hal itu dan sudah ikhlas lahir batin saja harus menghadapi segala kelakuan Vio, yang untungnya bisa di imbangi dengan sikap Lala yang lebih cerdas ketimbang Vio. Memang dalam sebuah persahabatan ada sesuatu yang di untungkan dan ada juga yang dirugikan. Mungkin memang begini lah maksud dari bersatunya tiga sahabat ini, memiliki porsinya masing masing.
Oh, thanks Lala ku yang cantiik, muah-muah-muah. Vale merapalkan puji syukurnya dan kekagumannya pada sikap Lala tadi yang cepat tanggap dalam menyikapi sesuatu. Mungkin suatu hari Vale harus mentraktir Lala makan sepuasnya di mana pun, sebab Lala memang temannya yang terbaik dalam segala hal dan bisa di andalkan. Iya iya, Vio juga baik, C u m a susah banget di andalkan. Jika segala sesuatu harus mengandalkan Vio, yang ada urusan Vale jadi kacau berantakan. Vale masih waras dan gak mau dirinya terlibat masalah panjang karena hal hal yang berkaitan dengan Vio jusrtu membuatnya semakin pusing.
Oke, lupakan.
"Ada apa, Vio?" ahh, bener kan. Madam Nano-Nano ada di dalem. dan berkat suara cemprengnya Vio, tuh guru jadi tau apa yang terjadi. Sepertinya suasana kelas seketika hening, meski dari tadi memang hening, tapi menjadi lebih hening karena perhatian madam nano nano segera teralih pada kursi tempat Vio duduk yang mana berarti mata itu juga mengarah ke satu barisan. Siswa di kelasnya memang tidak badung badung amat, sehingga di tatap sedemikian rupa saja sudah langsung diam dan tidak banyak berkutik. Merka h a n y a mengkuti pelajaran dengan khidmat dan sungguh sungguh, mengerjakan tugas jika di suruh, memperhatikan guru yang sejak tadi mengoceh di depan, dan melakukan hal hal sewajarya para siswa.
Awas lo Vio oon! Kesal Vale dalam hati dan harus mengumpat lagi agar madam nano nano tidak menangkap bayangan dirinya yang berada di dekat jendela. Gara gara Vio, madam nano nano sampai harus menoleh ke sini, membuat Vale justru menjadi lebih susah. Sepertinya hari ini bagaikan kutukan untuk dirinya, sebab kesialannya masih belum berakhir juga. Sudah pagi ini di awali dengan ulah Bhisma yang sukses memancing emosi dan naik darah, di tambah lagi kini ia malah kesulitan untuk sekadar memasuki kelas karena telat, hal tersbeut j e l a s karena Bhisma kurang ajar yang mengerjainya sedemikian rupa dan tidak ada kapoknya. Gara gara cowok itu Vale kini jadi meringkuk sendirian di koridor dan berusaha mencari celah agar dirinya bisa memasuki kelas dengan selamat tanpa di omeli oleh madam nano nano.
"Eh, enggak kok, Madam. Tadi, Vio c u m a nanya kesaya. Hehe iya." Kata Lala berusaha memberikan alasan apa pun asal Vale tidak ketahuan. Lala berusaha mengarang hal apa pun dengan suara yang seDikit gelagapan karena takut kebohongannya tercium oleh guru tersebut, tapi Lala sunggu berusaha untuk terlihat normal dan sewajarnya demi menutupi ulah Vio yang sudah membuat madam nano nano harus terfokus pada keberadaan mereka berdua, dan di khawatirkan keberadaan Vale yang sudah ngumpet ngumpet pun akan ketahuan. Bisa semakin panjang urusannya jika seperti itu, maka dari itu Lala berusaha untuk mengarang apa saja demi melindungi dirinya, Vale, dan tentu saja Vio juga meski cewek itu yang membuat ulah.
Sekali lagi, muah-muah deh buat Lala ku sayang. Lala memang sungguh sahabat terbaiknya dalam segala hal, Vale tidak akan melupakan itu. Lala yang selalu bisa menyelesaikan masalah dengan ide ide briliannya. Tepatnya, Lala yang selalu bisa membereskan masalah yang di buat Vio karena kapasitas otaknya yang terbatas dan membuat orang susah itu. Vio sepertinya saat kecil tidak di beri vitamin oleh orang tuanya, hingga kecerdasan dan daya berpikirnya menjadi selemah itu dan berakhir dengan membuat orang lain sengsara. Yaa apa pun itu, Vale j e l a s tidak peduli peduli amat dengan masa kecil Vio. Mau Vio diberi temulawak kek, jamu kek, Vale juga tidak segitu keponya sih. Ia bersyukur Vio masih cukup asik untuk di ajak berteman, jika tidak , Vio tidak memiliki nilah tambah apa pun sih untuk dijadikan teman.
Ini Vale becanda deh, ka dan g otak Vale memang berpikirnya keterlaluan. Itu semua j e l a s karena faktor kelelahan dan rasa kesal yang sudah memuncak, yang mana disebabkan oleh Bhisma yang tidak bertanggung jawab dan malah enak enakan melenggang ke dalam kelasnya tanpa kesulitan, tidak seperti Vale yang sudah mirip seperti tikus yang di selundupkan karena harus diam diam seperti ini. Memikirkan Bhisma lagi, rasa balas dendam Vale menjadi semakin besar dan meningkat untuk mencari perkara baru dengan cowok itu. Bhisma terlalu enak sekali menghadapi hidupnya yang bisa tenang dan kerjaannya h a n y a mengerjai Vale saja, Vale tidak terima lah! Ia harus membuat pembalasan dendam bagaimana pun caranya.
"Yasudah, kerjakan soal halaman 51 sampai 55. Dikumpulkan." lalu Madam Nano-Nano berjalan di mana meja guru sudah bertengger di sana, mengambil beberapa kertas sebelum akhirnya kembali meman dan g seisi kelas. Pan dan gannya yang seolah mengabsen dan memindai satu persatu murid di dalam kelas menggunakan kedua bola mata yang terlihat menyeramkan seolah malaikat pencabut nyawa. karena itu lah tidak ada yang berani mencari gara gara dengan madam nano nano jika ingin hidup dengan damai, sebab tanpa gara gara pun Madam nano nano sudah menjadi mimpi buruk semua orang, terbukti dengan banyaknya tugas yang sering diberikan guru tersebut yang jumlahnya suka tidak kira kira banyaknya. Memang l u a r b i a s a sekali madam nano nano dalam melatih mental para siswa.
"Saya ada urusan sebentar, jangan ada yang keluar kelas ya." Lanjutnya diiringi langkah guru itu untuk keluar kelas. Setelah melihat para muridnya yang sekiranya sudah lebih tenang dan tidak akan membuat huru hara. Tak lupa madam nano nano mengucapkan nada larangan yang selayaknya patut untuk di patuhi dengan hukum yang mutlak, sebab yang melanggar akan tau akibat dan konsekuensinya yang memang terkenal cenderung s***s. Vale makin gemetar saja jika sampai ada gara gara dengan guru tersebut. Ia j e l a s tidak ingin mencari masalah sama sekali dan ingin aman aman saja tanpa gangguan atau mimpi buruuk dari madam nano nano itu.
Sebenernya nama Madam Nano-Nano itu adalah Madam Nina, tapi berhubung ketiga cewek ini iseng suka gonta-ganti nama orang, dan berhubung Madam Nano-Nano ini juga galak, dan berhubung juga Vale pernah mergokin guru itu lagi makan permen nano-nano, yaudah deh, Vale menyarankan nama panggilan itu buat Madam Nina. Jadi, yang menyebut guru itu dengan sebutan madam nano nano yaa j e l a s h a n y a mereka bertiga, anak anak di kelas tentu saja menyebut madam nano nano dengan sebutan yang benar yaitu madam Nina. Semoga saja Vale tidak keceplosan jika berbicara langsung di depan madam nano nano yaa, jika tidak Vale bisa di damprat habis habisan dan di seret ke ruang BK. j e l a s aja Vale yang hidupnya aman aman saja ini gak mau sampai berurusan dengan ruang BK h a n y a karena mengubah nama guru seenak jidat, yang padahal memang cocok juga kan.
Namanya lucu kok. Beneran lucu. Lucu sih, iyalah, Vale gitu loh yang ngasih nama. Sangat cocok sekali dengan kepribadian dan tingkah laku Madam Nina, serta nyambung juga dengan namanya. Mungkin Ibu dan Bapak Madam Nano Nano setuju saja jika tahu nama anaknya di ganti sedemikian rupa yang memang lucu dan lebih gemesin kok. Vale sepertinya akan mengajukan hal itu pada orang tua madam nano nano, agar nama itu bisa menjadi resmi dan tidak ilegal seperti sekarang yang mana h a n y a di gunakan oleh perkumpulan tiga sahabat ini dalam menyebutkan nama madam nano nano. Itu pun jika mereka berkumpul bertiga saja, jika kumpul dengan orang lain juga mana berani. Bisa bisa nanti nama itu tersebar luas dan ditelusuri siapa yang awal mula membuat nama tersebut.
Tapi yang terpenting sekarang, untuknya madam nano nano sudah keluar dari kelas, tak peduli guru itu keluar sebentar atau lama, tapu akhirnya Vale memiliki celah untuk bisa masuk ke dalam kelas dengan selamat tanpa takut di hadapkan dengan madam nano nano yang super nyeremin dan bisa membuat jantungan. Thanks, God! Vala benar benar bersyukur akan hal ini, ia juga jadi bisa mengerjakan tugas yang diberikan oleh madam nano nano terhadap para siswa di kelas itu. Meski seDikit urakan, Vale itu rajin banget ngerjain tugasnya karena h a n y a ingin menjadi mahasiswa sewajarnya kan. Jika nilainya jeblok ia nanti akan menarik perhatian melebih yang peringkat satu paralel.
"Val, masuk." Perintah Lala yang menyadari situasi sudah aman. Tangan cewek itu terlihat bergerak seraya memberikan tanda bahwa suasana sudah aman dan Vale sudah bisa untuk memasuki kelas sesegera mungkin sebelum Madam Nano nano kembali lagi ke kelas ini untuk memeriksa apakah kelas berlangsung kondusif atau justru menjadi kacau karena ulah para siswa yang memang h a n y a berani berisiknya saat ada tidak ada guru saja. Jika ada guru, mental mereka seketika melemah dan menciut. Madam nano nano memang wajib ditetapkan sebagai guru yang sukses membuat para muridnya kena mental karena ucapan dan tidak annya yang sering dikatakan nyeleneh.
Vale berlari memutari tempat di mana dia mengintip dan masuk kedalam kelas, menjatuhkan bokongnya yang masih terasa sakit akibat perlakuan Bhisma tadi. Hft, menyebutnya seperti ini seolah Bhisma telah melakukan aksi yang tidak tidak saja terhadapnya. Vale jadi bergidik sendiri dengan jalan pikirannya yang mendadak mengerikan, buru buru cewek itu membuang jauh jauh pikirannya yang sangat aneh itu, dan mulai menggantinya dengan aura positif yang lebih menenangkan.
* * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * T o B e C o n t i n u e d * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * * *