1. Regret

1530 Words
Kayla perlahan-lahan mulai membuka matanya. Dia memegangi pelipisnya yang terasa sedikit pusing. Diedarkan pandangannya ke penjuru kamar, namun dia terpekik saat tersadar kalau dia bukan di kamarnya. Dia pun menggelengkan kepalanya saat kejadian semalam tiba-tiba terlintas di pikirannya. Buru-buru dia menoleh ke samping untuk memastikannya. Dia berdoa dalam hati semoga tidak ada siapa-siapa dan berharap yang semalam hanyalah mimpi. Namun, sangat disayangkan karena yang semalam benar-benar nyata. Buktinya laki-laki itu masih ada di sampingnya dan tidur hanya dengan bertelanjang d**a. "Bodoh! Gue bodoh banget!" lirih Kayla. Air mata turun membasahi pipinya. Dia tidak habis pikir mengapa bisa-bisanya semalam dia melakukan itu. Bahkan dengan laki-laki yang sama sekali tidak dikenal. Kayla turun dari atas tempat tidur dengan melilitkan selimut di tubuhnya. Dia meringis saat melihat bercak darah ada di seprai berwarna putih itu. Tanda kesuciannya telah terenggut. Dengan cepat dia memungut pakaiannya yang berserakan di lantai lalu memakainya. Kemudian dia langsung keluar dari kamar itu. Kayla melangkah dengan menahan nyeri di pangkal pahanya. Namun, nyeri di hatinya terasa lebih sakit. Bisa-bisanya semalam dia membiarkan laki-laki itu menyentuhnya begitu saja. Tapi Kayla sadar kalau ini juga karena kebodohannya sendiri. Andai saja dia tidak menerima ajakan Aurel untuk datang ke klub itu dan minum, mungkin semuanya tidak akan terjadi. Tapi apalah daya, semuanya sudah telanjur. Kayla menyetop taksi untuk mengantarnya pulang. Dia menghapus air matanya secara kasar. Dia tidak ingin Ayah dan Bundanya mengetahui hal ini. Cukup menjadi rahasianya saja. "Mampir ke apotek sebentar, Pak," ujar Kayla ke sopir taksi itu. Dia turun untuk membeli obat pencegah kehamilan. Semoga saja obat itu bisa membantu. Kayla sadar betul kalau semalam laki-laki itu tidak menggunakan pengaman dan malah mengeluarkan benihnya di dalam. Maka dari itu dia sengaja membeli obat agar tidak hamil. Karena dia tidak sanggup melihat kekecewaan Ayah dan Bundanya jika mengetahui apa yang terjadi padanya. "Maafin Kayla." Kayla mengambil 2 butir obat itu dan langsung meneguknya. Semoga saja benih laki-laki itu belum tumbuh. Kayla tidak tahu apa yang akan terjadi kepadanya nanti. Yang jelas dia berusaha melenyapkan kenangan tentang apa yang terjadi tadi malam. Kayla bahkan tidak tahu harus bersikap seperti apa kepada kekasihnya nanti. Dia merasa hina dan kotor. Tubuhnya telah terjamah oleh laki-laki yang entah siapa. Kayla menangis di dalam kamar mandi dan menumpahkan tangis sepuasnya. Dia mengguyur tubuhnya untuk menghilangkan jejak sentuhan laki-laki semalam. Namun, dia berjanji setelah ini tidak akan menangis lagi. Dia harus kuat. Harus! Ayah dan Bundanya tidak perlu tahu apa yang terjadi padanya. Urusan dia kehilangan keperawanan, nanti dia akan jujur kepada Abizar jika saatnya tepat. Dan apapun hasilnya dia akan terima. Karena ini memang risiko dari kesalahannya. *** Kayla turun dari kamarnya untuk menemui Bundanya. Dia mengecup pipi Shilla seperti biasa. Lalu dia pun duduk di sebelah Bundanya itu. "Semalam kemana aja Kay? Kok pulangnya pagi?" "Kayla nginap di rumah Aurel, Bunda. Soalnya pestanya sampai larut." Kayla merutuki dirinya yang sudah bisa berbohong kepada Bundanya itu. Jujur dia merasa bersalah. Apalagi jika seandainya Bundanya tahu apa yang sudah terjadi. "Ya udah, tapi nanti kalau mau nginap lagi bilang Bunda sama Ayah dulu ya, biar kami gak khawatir," pesan Shilla. Diusapnya lembut rambut Kayla. "Iya Bunda, maafin Kayla." "Iya sayang." Kayla merasa benar-benar berdosa karena sudah membohongi semua orang. Tapi mau bagaimana lagi, nasi sudah menjadi bubur. Dan keperawanannya sudah direnggut laki-laki itu. Bodohnya lagi Kayla tidak tahu siapa nama laki-laki itu, apa pekerjaan dan lain-lainnya. Semoga saja dia tidak hamil, sehingga dia tidak perlu berurusan dengan laki-laki itu lagi. "Kamu udah sarapan belum? Sana gih ke dapur." "Udah Bunda, tadi di rumah Aurel." Lagi dan lagi Kayla berbohong. Padahal dia belum makan dan tidak berselera untuk makan. Dia masih terus kepikiran kejadian yang semalam. "Oh gitu." Shilla pun hanya mengangguk saja mendengar jawaban Kayla itu. "Kayla ke dalam dulu ya, Bun, mau lanjutin skirpsi. Siapa tau besok udah bisa bimbingan." "Ya udah sana." Kayla pun mencium pipi Shilla sebelum dia beranjak masuk ke kamarnya. Dia mengunci pintu kamarnya dan bersandar di daun pintu. Air matanya lagi-lagi luruh membasahi pipinya. Kayla berjalan menuju cermin. Dia menatap pantulan dirinya sendiri. Di sentuhnya bibirnya yang semalam berciuman dengan panasnya bersama laki-laki itu. Dia memang pernah berciuman bibir dengan kekasihnya. Namun, tak sampai seperti adegan ciumannya semalam. Dia mendonggakkan kepalanya dan bersyukur karena concealer mampu menyamarkan bekas ciuman laki-laki itu di lehernya. Mungkin yang tampak di luar tubuhnya bisa ditutupi. Tapi tidak dengan keperawanannya yang sudah hilang. Kayla menggelengkan kepalanya saat teringat bagaimana cara laki-laki itu menyentuhnya. Memang laki-laki itu memperlakukannya dengan sangat lembut. Tapi tetap saja mereka telah melakukan kesalahan besar. Harusnya dia bisa menolak saat laki-laki itu mendekatinya. Namun, entah karena apa tubuhnya seakan berkhianat. Tubuhnya semalam mendambakan sentuhan laki-laki itu. Kayla tersadar dan buru-buru menghapus air matanya saat mendengar ponselnya berbunyi. Diraihnya ponsel yang tergeletak di atas tempat tidurnya. Ternyata Abizar yang meneleponnya. Kayla pun segera mengangkat panggilan itu. "Halo." "Halo sayang, kamu lagi dimana?" "Di rumah aja, kenapa emangnya?" Kayla bersyukur karena Abizar hanya melakukan panggilan suara. Bukan video call seperti biasa. Karena dia tak sanggup melihat wajah kekasihnya itu. Dia teringat pengkhianatan yang dia lakukan. Apa yang terjadi semalam sama saja dia telah berkhianat kepada kekasihnya itu. "Ga, apa-apa kok, cuma nanya doang. Aku kangen kamu loh Kay." "Aku juga kangen banget sama kamu," balas Kayla. Dia menghapus air matanya. Bagaimana bisa dia menyakiti laki-laki sebaik Abizar? "Nanti aku akan usahain pulang buat kamu. Lagian aku juga udah kangen banget sama orang tua aku. Kamu tunggu aku ya, Sayang." "Iya, aku pasti nungguin kamu." Kayla memeluk ponselnya di depan d**a. Panggilannya bersama Abizar telah terputus. Kali ini air matanya tak mampu dia tahan lagi. Dia biarkan menangis sepuasnya dulu. Entah bagaimana nanti Kayla bisa menghadapi Abizar jika dia pulang? Rasanya Kayla tak sanggup. *** Keesokan harinya Kayla memasuki kampusnya seperti biasa. Dia ingin melanjutkan bimbingan skripsinya. Dia berharap dosennya sedang ada di kantor dan kebetulan tidak sibuk. Karena dosennya yang satu itu sangat susah dihubungi. Terkadang saja mau membalas pesan w******p mahasiswa yang ingin bimbingan. Atau malah tidak dibalas sama sekali. Maka dari itu Kayla lebih sering mendatangi beliau ke kampus secara langsung dari pada mengirimi pesan terlebih dahulu. Ya meskipun sering kali dia menunggu tapi ternyata dosennya tidak masuk. Dia bahkan sengaja datang pagi-pagi dan menunggu di luar ruangan dosen, tapi begitu dosennya datang malah tidak bisa bimbingan karena sibuk. Dia benar-benar harus ekstra bersabar menghadapi ujian ini. Tapi untunglah kali ini nasib baik sedang berpihak kepadanya. Dosennya lagi ada di kantor plus tidak sibuk. Sehingga dia bisa lanjut bimbingan skripsinya. "Sampai mana kemarin?" "Sampai bab 1 pak," ujar Kayla meringis. Bagaimana tidak? Setiap dia bimbingan pasti ada saja kesalahan di halaman yang sama. Padahal waktu awal bimbingan tidak ada masalah. Tetapi pas bimbingan kedua dan ketiga malah dicoret di halaman yang sama. Hanya saja beda paragraf. Padahal seharusnya bisa sekalian dicoret di awal saja jika memang ada yang salah. Tak perlu dia bolak-balik bimbingan hal yang sama berulang kali. Tapi apa mau di kata. Sebagai mahasiswa hanya bisa menuruti kemauan dosen pembimbing. Daripada nanti semakin dipersulit atau bahkan dibantai pada saat sidang nanti. Kayla tidak mau itu sampai terjadi. "Oke sudah cukup baik," ujar dosen Kayla setelah dia membaca deretan kalimat yang tertera di kertas-kertas milik Kayla. "Silahkan lanjutkan." "Terima kasih, Pak." Kayla merasa senang tentu saja, setelah merevisi tiga kali dibagian yang sama kini akhirnya dia disuruh untuk melanjutkannya. "Oh iya Kayla, sepertinya mulai besok kamu gak bisa bimbingan sama saya lagi." "Loh kenapa pak?" "Masa pengabdian saya di sini sudah berakhir. Dan saya sudah tidak diperkenankan untuk mengampu pembimbing skripsi. Kalau untuk mengisi satu atau dua mata kuliah di kelas mungkin saya masih bisa. Jadi tolong kamu tanyakan ke biro skripsi atau fakultas tentang dosen pengganti untuk kamu," jelas Pak Bahri, selaku dosen pembimbing bidang konten dan metodologi penelitian Kayla. "Baik, Pak," jawab Kayla. Rasanya campur aduk karena dia harus ganti dosen pembimbing. Dia takut akan mendapatkan dosen yang lebih killer atau lebih sibuk dari pada pak Bahri. Yang ada nanti tidak selesai-selesai skripsinya. *** Kayla langsung saja menuju bagian akademik fakultasnya. Dia menanyakan apa yang disuruh pak Bahri tadi. Dia pun disuruh menunggu sebentar sementara pihak fakultas mencarikan datanya. "Mikayla Zihan," panggil Bu Alea, dosen sekaligus staff fakultas. "Iya, Bu." Kayla berdiri dan menghampiri dosen itu. "Ini data tentang pengganti dosen pembimbing kamu. Ini juga ada pembaharuan SK judul skripsi kamu. Silahkan kamu kasih ke dospem kamu dan jangan lupa fotokopi untuk arsip kamu sendiri." "Baik, makasih ya, Bu." Kayla mengambil lembaran kertas itu dan memasukkannya ke dalam map miliknya. Setelah mengucapkan kata terima kasih, dia pun keluar dari ruangan itu. Kayla memutuskan untuk duduk di salah satu kursi yang tersedia di setiap depan fakultas atau di lorong-lorong kampus. Dia mengambil kertas tadi yang belum sempat dibacanya. Lalu dia pun membacanya untuk mengetahui siapa dosen penggantinya. "Alby Felix Ardiaz?" gumam Kayla. Dia mengernyitkan keningnya karena merasa asing dengan nama itu. Dan bodohnya dia tidak membacanya saat di fakultas tadi. Paling tidak dia bisa bertanya di mana ruangan dosennya ini. "Kenapa semenjak kejadian itu gue jadi bodoh banget kayak gini sih. Aishhh," kesal Kayla. Dia pun memutuskan kembali ke kantor fakultas untuk menanyakan ruangan dosen pembimbing barunya itu. "Moga aja bimbingan sama dospem baru gampang," doa Kayla. *** 28-06-2021
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD