Untuk itulah kenapa Tiffa sering berpergian dari satu kerajaan ke kerajaan lain untuk menjual kain.
“Apakah kau akan pergi lagi untuk menjual kain?”
Aredric memeluk Tiffa dari samping. Mereka berdua tidak berpakaian sama sekali kecuali hanya selimut yang terbentang untuk menutupi tubuh mereka.
“Tidak. Seminggu lagi kita akan menikah. Jadi aku tidak akan menjual kain sampai dua minggu ke depan.”
Matahari senja mengintip malu-malu dari sela-sela dan lubang kecil jendela kayu. Tiffa memeluk kepala Aredric dan mengelus rambutnya dengan lembut.
“Apa kau sudah menyiapkan gaun cantik untuk pernikahan kita nanti?” Tanya Aredric lagi. Tiffa mengangguk.
“Tentu saja. Aku ini tukang kain paling dicari dari seluruh kerajaan, tentu saja aku sudah menyiapkannya. Aku meminta Marry untuk menjahitkan gaunnya. Seharusnya besok gaunnya sudah selesai dijahit.”
Aredric terkekeh mendengarnya. Ia hampir lupa calon istrinya pemasok kain di Agrelidus.
“Aku ingin sekali melihatnya.” Ucapnya sambil menyamankan kepalanya di dalam pelukan Tiffa.
Tapi tiba-tiba ia teringat dengan kebohongan warna mata Tiffa. Pikirannya melayang dan perkataan bocah-bocah tadi siang membuatnya tidak bisa berhenti berpikir.
‘Ciri-ciri mereka tidak bernafas seperti kita. Tidak ada detak jantung. Dan matanya berwarna merah….’
Aredric lantas memejamkan matanya dan mencoba merasakan detak jantung yang dimaksud bocah-bocah itu. Tapi justru yang didapatnya malah ia semakin takut.
Jika detak itu tidak terasa samar jika diraba, maka jika di dengar, detak itu sudah pasti akan terdengar. Tapi sudah lama Aredric dalam pelukan Tiffa, ia tidak mendengar detak jantungnya.
‘Kumohon….’ Batinnya tidak sanggup lagi mencari tahu.
Ia melepaskan pelukan Tiffa dari kepalanya. Aredric mendongakkan kepalanya dengan tangannya yang meraba bibir calon istrinya. Tiffa juga langsung merespon dan menciumnya.
Aredric sungguh memejamkan matanya begitu erat. Semua kekhawatirannya itu telah terbukti sudah. Ciri-ciri makhluk jahat yang dibicarakan bocah itu tadi siang jelas ada pada diri Tiffa.
Matanya berwarna merah karena ia percaya apa yang Vian katakan. Tawanya yang menggelegar itu tidak mungkin tertawaan sandiwara.
Lalu detak jantung dan nafasnya.
Ia ingin bertanya, tapi ia takut pertanyaan itu justru membuatnya semakin ketakutan.
“Aku akan kembali ke rumah. Ayahku pasti akan mencariku sekarang.” Ujar Aredric bangkit dari ranjang dan segera berpakaian.
Aredric segera pamit untuk pulang. Tapi bukannya pulang, ia malah pergi ke rumah Paundra. Segera ia meminta bocah itu untuk menceritakan cerita lengkapnya. Lalu ia akhirnya tahu nama makhluk itu.
‘Kau seorang… vampir.’ Batinnya lesu dan masih berusaha untuk tidak mempercayainya.
Dalam perjalanan pulang, jalanan masih saja ramai. Banyak orang masih asyik mengobrol dan mampir di sebuah kedai untuk minum-minum. Sampai tiba-tiba
BRAAKK!
Suara pekikan wanita terdengar keras sekali. Suasana jalan yang tadinya ramai namun tentram mendadak berubah menjadi lautan teriakan dan pekikan.
“AAAAAAKKHH!”
Orang-orang langsung berlarian sampai tidak tak sengaja menabrak kursi roda Aredric. Entah apa yang sedang dihindari mereka semua. Ia tersungkur dan tertindih kursi rodanya sendiri.
BRUGH!
Aredric menahan sakit di tangan kanannya saat sebuah benda terjatuh menimpa tangannya. Ia tidak bisa melihat apapun dan tidak tahu apa yang tengah terjadi.
“Tolong!” Ia berteriak sambil berusaha untuk menyingkirkan benda berat dari tangan kanannya.
Ia meraba benda berat itu yang ternyata sebuah box yang kemungkinan itu adalah tempat para pedagang meletakkan barang dagangannya.
“Tolong!” Teriaknya lagi.
Tapi jalanan sudah sepi senyap. Kursi roda yang menimpa tubuhnya menjepit kedua kakinya. Beratnya beban kursi roda miliknya itu tidak sanggup ia balikkan dengan satu tangan.
Saat Aredric belum berhenti menyerah, tiba-tiba sebuah suara rintihan membuat tubuhnya menegang.
“A… re… dric… La...ri….”
Telinganya tidak mungkin salah dengar dengan suara itu. Suara rintihan Marry yang entah kenapa bisa terdengar seperti tengah sekarat.
Tapi tiba-tiba ia merasa kursi rodanya terangkat dan tampaknya ada orang yang menolongnya. Ia berusaha bangkit dengan menyeret kakinya sekuat yang ia bisa.
“Marry? Marry? Kau dimana?”
Aredric meraba-raba tanah di sekitarnya untuk memastikan bahwa Marry baik-baik saja. Tapi sayangnya ia tidak bisa meraih Marry dimanapun. Sampai tangannya tak sengaja menyentuh sebuah sepatu.
Lebih tepatnya sepasang kaki yang berdiri tepat di belakangnya. Ia langsung meraba-raba kaki itu sebelum ia menghela nafas lega. Ternyata sungguh ada seseorang yang menolongnya.
“Oh syukurlah! Terima masih sudah menolongku. Tapi apakah anda melihat wanita disekitar sini? Aku mendengar suaranya seperti sedang merintih kesakitan. Mungkin saja dia tertimpa juga sepertiku.”
Aredric terus mengoceh. Tapi karena seseorang yang ada di depannya tak kunjung bersuara, Aredric jadi ikut terdiam.
“Kau menyedihkan sekali… Kenapa kau tidak membunuh dirimu sendiri?”
Jantung Aredric terasa berhenti berdetak ketika mendengar suara itu. Seseorang yang menolongnya tadi adalah seorang pria yang sama sekali tidak ia kenali suaranya.
“Siapa? Siapa kau?” Tanyanya mulai panik.
“Kau cacaT… Dan butA. Apakah kau masih bisa bahagia dengan kondisi seperti itu?” Kata pria itu lagi.
Aredric tidak lagi menjawabnya. Ia tidak kenal dengan pria itu dan ini adalah pertama kalinya mereka berdua bertemu. Tapi entah kenapa firasatnya mengatakan pria ini orang yang berbahaya.
BRUGH!
Sesuatu terjatuh tepat di sampingnya. Aredric sampai terkejut sendiri. Ia lalu meraba apa yang jatuh itu dan dadanya mencelos sekali saat merasakan bahwa sesuatu yang jatuh itu adalah manusia.
Sayangnya setelah ia merasa orang itu tidak lagi bergerak, Aredric pun pasrah. Sepertinya memang orang-orang berlari untuk menjauh dari orang ini.
“Apakah kau ke kota kami untuk membunuh kami semua?” Tanyanya dengan menahan kepalan tangannya yang gemetar.
“Tidak… Bukan manusia yang sedang aku buru….”
Dan Aredric langsung teringat pada Tiffa. Nafasnya terengah-engah karena pria yang saat ini masih berdiri dihadapannya ini pasti makhluk yang sama seperti Tiffa.
“Sepertinya kau tahu sesuatu.”
Pernyataan makhluk itu jelas membuat Aredric semakin ketakutan. Untuk apa makhluk-makhluk mengerikan ini ada di pemukiman ini? Apakah pria ini sedang mencari Tiffa?
“Apa yang bisa aku tahu? Aku ini buta.” Ucap Aredric sengaja berbohong. Tidak mungkin ia membiarkan makhluk ini menyakiti Tiffa.
Tapi perkataannya itu ternyata memancing kemarahan pria itu. Tiba-tiba saja lehernya dicengkram kuat. Tubuhnya terangkat sampai Aredric tidak bisa lagi merasakan kakinya menyentuh tanah.
“Khh! Khhkk!”
Aredric merintih kesulitan bernafas. Ia memukul tangan pria itu yang ternyata sangat kekar sekali. Tangannya sampai sakit saat tak sengaja memukul otot lengannya.
Note : Oiya guys, boleh saya minta bantuan lovenya gak? Kalo tertarik dengan novel ini, bantu saya untuk tap love sebanyak banyaknya ya.
Terima kasih