Bab 2. Mencari Guru

1034 Words
"Rivaille! Astaga!" Melvern segera meraih tangan anak sulungnya itu dan kemudian membawanya ke dalam pelukan. "Griffin! Kau pikir apa yang sedang kau lakukan ini? Anak ini calon raja!" Griffin berkacak pinggang. Setelah ia sedikit memberi pelajaran pada anak sialan itu, sekarang ia jadi dimarahi oleh Melvern. Mata merahnya sudah menatap Rivaille dengan keji. Manik ruby-nya sudah mendelik dan juga taringnya yang meruncing. "Ini sudah saatnya untuk mengajari anak ini pelajaran berharga kerajaan. Iefan! Ini tugasmu! Kau dilarang keras hibernasi sebelum anak ini bisa memimpin dengan benar!" Iefan sudah seperti ketiban galah bambu. Dilarang hibernasi sebelum Rivaille sanggup memimpin adalah siksaan paling kejam yang diberikan pamannya. Ia sudah memasang wajah memelas, tidakkah ia lihat kakek tua yang penuh keriput ini? "Paman Griffin, tolong jangan hukum aku dengan penundaan hibernasi. Aku sudah hampir tidak berdaya bertahan beberapa tahun lagi," Ucapnya dengan nada dan perkataan yang dibuat-buat. Melvern langsung mengirimkan tatapan cintanya pada Iefan. "Kau jangan lari dari tanggung jawab!" Melvern langsung berdiri menantang sembari berkacak pinggang menatap suaminya. Enak saja suaminya enak-enak tidur, sedangkan anaknya setengah mati memimpin kerajaan. Bisa-bisa putra sulungnya menjadi bulan-bulanan masa bangsa manusia. Ia melihat putra sulungnya yang berdiri menatap mereka semua anggota keluarganya. Kasihan sekali putranya, ketampanannya menjadi sia-sia jika ia sebodoh ini. Rasanya ia gagal menjadi orang tua. Pasalnya, selama ini ia juga membiarkan saja putra-putranya hidup dalam pengawasan kerajaan. Mungkin saja lambat laun, mereka akan penasaran dengan dunia luar. Tapi pada kenyataannya anak-anaknya malah menikmati hidup, seperti merasa dunia tidak akan pernah kiamat dan makanan tidak akan pernah habis. Melvern merasa dirinya menghidupi tiga ekor nyamuk ketimbang calon penguasa kerajaan vampir. "Kita harus segera mencari jalan keluar untuk membuat ketiga anak kita berguna, Iefan," Iefan tentu langsung menatap istrinya. Oh sekarang ia baru tahu anak-anaknya tidak berguna? Oh kemana saja dia? "Dua yang lain bisa menyusul, yang terpenting sekarang ini adalah-" "Aku punya kenalan yang bisa membantu anak ini," Melvern langsung berseri-seri menatap pamannya. "Sungguh? Seorang guru hebat yang berkelana jutaan tahun di sebuah gunung?" Ada sebuah keringat sebesar biji jagung di kening Griffin. "Tidak jutaan tahun juga. Sebaiknya kita segera bersiap-siap. Perjalanannya lumayan jauh," "Iefan! Kau segera bersiap-siap," "Haahh… Baiklah," Dan di sinilah mereka berdua. Iefan sudah mengenakan pakaian casual seperti manusia. Di umurnya yang ribuan abad, wajahnya seperti seorang pria berumur 35 tahunan. Berbeda dengan Griffin. Iefan berulang kali menggaruk kepalanya saat melihat pakaian yang dikenakan pamannya. Ingin menegur pria itu takut sakit hati, pada dasarnya Iefan adalah sosok vampir yang suka tidak enak perasaan dengan semua vampir. "Kenapa manusia-manusia ini menatap ke arah sini?" Iefan menggelengkan kepalanya pasrah. Mereka memang vampir beradarah dingin alias tidak memiliki aliran darah dalam tubuh mereka. Mengenakan pakaian atasan singlet yang memperlihatkan ketiaknya dan juga celana jeans robek-robek saat musim salju, orang gila mana yang salah dress code musim ini. Iefan malu sekali berjalan bersebelahan dengan pamannya. "Anda terlalu tampan, paman. Sebaiknya kita segera mencari taxi," Iefan berjalan mendahului pamannya ke pinggir jalan. "Suiitt suuiitt! Hello paman, mencari mangsa?" Iefan hampir saja menendang mobil kuning yang berhenti sembarangan di depan mereka. "Sekali lagi kau memanggilku paman, aku putuskan kepalamu dari tubuhmu," Iefan menatap jengkel pada seorang pria berambut pirang di dalam mobil itu. Anak muda yang dengan akrabnya berkata pada raja vampir. "Hahaha. Santai saja, tidak perlu terlalu dibawa hati begitu. Kalian mau kemana? Aku siap memberi tumpangan," Kata pemuda itu. Iefan melirik pada dua orang gadis yang duduk di kursi belakangnya. Wajahnya sama sekali tidak bersahabat ketika pemuda itu menawarkan tumpangan pada dua om-om yang sama-sama salah dress code. Pemuda itu menatap arah pandang Iefan dan menoleh ke belakang. "Ah! Aku lupa. Baiklah, nona-nona sekalian. Kita lanjutkan permainan kita besok. Aku akan mengantar kedua paman ini agar dunia tidak dalam bahaya dan terjadi perang dunia ketiga," "Kau menyebalkan Elian. Jangan pernah hubungi aku lagi," Kedua gadis kembar itu keluar dari dalam mobil dan membanting pintu mobil dengan kuat. Elian emosi. "Hey! Aku akan kirimkan asuransi mobilku ke rumahmu besok! Eh? Silahkan masuk paman. Jangan malu-malu," Iefan menghela nafasnya sejenak. Griffin diam-diam berbisik sangat pelan pada Iefan. "Kau berteman dengan manusia?" "Panjang ceritanya," Griffin tidak menganggukkan kepala ketika ia bertemu pandang dengan pemuda itu. Blamm "Baikklah, kalian akan pergi kemana?" "Antarkan kami ke airport," Pemuda itu langsung menoleh ke belakang dalam keadaan sedang mengendarai mobil. Ia masih menatap Griffin dengan senyuman bodohnya. "Kalian ingin keluar negeri? Kemana? Bolekah aku ikut?" "Nak, kita sedang perjalanan bisnis. Bocah kecil sepertimu lebih baik di rumah dan bermain ular tangga saja bersama nenekmu," Griffin pusing mendengar anak itu mengoceh dan menanyakan banyak hal. Apakah ia tidak tahu bahwa ia sedang bercakap-cakap kurang ajar dengan seorang bangsawan vampir? "Cih! Paman ini terlalu kaku. Anak muda sepertiku ini bermain dengan banyak wanita, itu sudah menjadi hal biasa. Jika sudah saatnya aku untuk menikah, maka aku akan serius mencari satu orang wanita untuk menjadi pendamping hidupku. Kemudian aku akan memiliki-" "Stop! Stop! Berhenti berbicara!" "Ok paman," Griffin memijat dahinya. Seharusnya mereka naik taxi saja, ketimbang menumpang dan berakhir migrain. Ia menatap ke arah Iefan dengan kesal. Memang ia tidak pernah bisa satu pendapat dengan anak itu. "Seperti apa orang yang paman maksudkan itu?" Griffin menatap pemuda itu sekilas dan menghela nafasnya. "Jangan khawatirkan bocah ini. Dia terlalu bodoh," Ucap Iefan lagi. Griffin tidak selera menghisap darah pemuda bodoh itu. Takut tertular kebodohannya. "Dia wanita misterius yang baru sekali aku temui," Iefan menoleh. Bersamaan dengan pemuda itu yang juga sama-sama memperhatikan perkataan Griffin. "Wanita? Aku pikir seorang pria… Apa kelebihannya?" Tanya Iefan penasaran sekali dengan wanita itu. "Dia sangat pintar. Kelebihannya adalah bisa menempatkan diri dimana saja," Iefan mengerutkan alisnya. "Jenis apa itu? Menempatkan diri dimana saja… Dia bisa berubah menjadi barang?" Griffin dengan gemas menepuk kepala Iefan dengan topi snapbacknya. "Dia pandai berkamuflase. Sulit menemukannya jika kita tidak pernah bertemu dengannya secara langsung," Apakah sesulit itu? Vampir jenis itu sebaiknya di rekrut ke dalam kerajaan Heddwyn untuk dijadikan mata-mata. Akhir-akhir ini vampir dari kerajaan lain sering melakukan invansi untuk berburu manusia. Jika dikalkulasikan, pasokan manusia semakin terus berkurang dan isu tentang keberadaan vampir yang mulai mengkhawatirkan. Jika saja kerajaan lain bisa paham dengan kondisi di masa depan, tentu mereka bisa aman sampai anak cucu mereka. "Tapi sayangnya… Dia bukan orang yang mudah diajak komunikasi,"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD