Iefan melanggar janjinya sendiri. Ia berkata beberapa jam yang lalu setia pada istri sampai ajal memisahkan mereka. Tapi semua itu berubah, dadanya bergemuruh hebat dan hatinya musim gugur. Iefan mendadak jatuh cinta pada wanita.
"Ekhem! Permisi, apakah nona sendirian?" Ucap Iefan dengan nada dibuat berat dan gentle. Lupa daratan jika istrinya sejahat malaikat tukang siksa di neraka.
Tifa lagi-lagi dibuat terkejut saat sebuah pecahan kaca dan vampir yang terlempar ke dalam, persis seperti yang terjadi pada pria di hadapannya tadi. Sebenarnya apa yang terjadi? Tifa berusaha masuk dalam situasi tidak jelas ini.
BRAAKK
"b******k!" Tifa memiringkan kepalanya.
Satu lagi bangsawan aneh yang datang. Kenapa mereka berdua ini terlempar kesana kemari? Apakah gravitasi bumi berubah? Tifa terdiam seribu bahasa. Iefan masih fokus pada wajah Tifa dan pria tadi juga membersihkan pakaiannya. Lebih aneh lagi pakaian pria itu, boyband kah? Demi tuhan ini musim dingin.
Rasanya ia ingin sekali pergi dan mencari ketenangan untuk berpikir. Melihat dua bangsawan vampir yang aneh ini membuatnya merenungi kisah hari ini, mungkin saja Tifa sedang berhalusinasi karena ia sudah lupa bagaimana rasanya bermimpi.
SETTT
BRUGHH
"Hey! Hey! Biarkan aku membersihkan pakaianku sebentar!"
Griffin sudah kembali terlempar ke tembok lain ketika tiba-tiba Vian datang dan mengamuk di lobby kantornya. Ia juga sama terkejutnya ketika melihat raja vampir dari bangsawan negara di sebuah lembah itu berdiri menatap kakaknya.
"Tifa! Pergi dari sini!" Teriaknya kalap.
Ia tahu kakaknya itu kuat, tapi itu dulu sekali. Sudah lama kakaknya menjadi guru biasa dan tidak bertarung. Tentu saja kakaknya akan kalah walaupun sekuat apa pun ia. Tifa memegangi kepalanya, ia merasakan kepalanya sakit sekarang.
"Sebenarnya apa yang terjadi?" Vian menggelengkan kepalanya, sama tidak mengertinya dengan Tifa.
"Tifa?" Griffin bersuara lagi.
Ia seperti pernah mendengar nama itu. Lalu saat ia melihat arah lain, mulutnya menganga lebar hampir melepaskan rahangnya sendiri. Itu dia! Wanita yang sedang mereka cari. Sungguh, kecantikannya mengalihkan dunia. Griffin lupa membawa cincin untuk melamarnya.
"Cepat pergi! Abaikan saja dua orang i***t ini!"
Tolong siramkan air suci saja pada dua vampir yang kehilangan kesadaran diri ini. Iefan juga sama bodohnya dengan Griffin. Efek delusi dari kecantikan maha dahsyat dari sosok Tifa Yovanka. Berapa menit berlalu? Tifa berjalan mundur sebelum ia berbalik pergi.
"Eh? Hey! Nona! Aku ingin bicara denganmu! Jangan pergi dulu-CK! KENAPA KAU SUKA SEKALI MEMOTONG PERKATAANKU?! b******k!" Griffin sudah kembali diserang oleh Vian.
Iefan adalah satu-satunya pria yang tidak bergerak dari posisinya setelah terhipnotis kecantikan Tifa karena memandang wajah cantik itu dari dekat. Apakah suara pertarungan mereka tidak terdengar? Griffin tidak tahu jika ada vampir biasa yang sekuat ini. Ia bisa menghempaskan raja vampir sudah cukup penghinaan untuk harga diri keluarganya.
"IEFAN!" Teriak Griffin lagi.
Alih-alih sadar, Iefan dengan tidak pedulinya mengabaikan Griffin dan berlari kecil mengekori Tifa dari belakang. Masih belum sadar jika Tifa adalah targetnya yang harus ia bawa ke kerajaan. Oh lupakan itu, yang terpenting adalah bagaimana Iefan bisa mendapatkan perhatian dari wanita cantik itu? Sepertinya ia butuh melakukan teknik pamungkas yang biasa ia gunakan untuk mengikat hati Melvern.
Tentu saja Griffin tidak terima. Ia sibuk menahan pukulan demi pukulan, Iefan dengan kurang ajarnya menggoda Tifa. Bukankah mereka sudah sepakat sebelumnya? Dasar ingkar janji, Griffin bersiap untuk murka. Matanya menatap ke arah Vian.
Kesal sekali. Mereka hanya berteduh di depan cafe dan tiba-tiba saja mereka dihajar oleh vampir gila. Mau tidak mau ia harus melawannya. Ia tidak pernah berpikir vampir di zaman sekarang terang-terangan menampakkan diri. Bertarung di tengah keramaian seperti ini? Yang benar saja.
"Aku butuh bicara dengan wanita itu sekarang. Ada hal penting yang harus aku bicarakan padanya," Griffin melihat pria itu masih menunjukkan kuda-kuda kakinya. Pertanda ia tidak peduli dengan urusannya.
"Itu alasan klasik," Griffin memutar matanya kesal. Lihatlah! Betapa menyebalkannya pria ini.
"Sungguh! Aku ingin meminta bantuan padanya," Vian mengerutkan alisnya.
"Bantuan apa?"
Griffin sedikit lega. Vian sepertinya tertarik dengan topik pembicaraannya walaupun ia masih dalam mode siap menyerang. Tetapi itu lebih baik dari yang tadi.
"Haahh… Putra Mahkota di kerajaanku membutuhkan bimbingannya untuk mengajar. Dan… bisakah kita membicarakan ini di ruangan pribadi? Banyak sekali saksi mata di tempat ini,"
Griffin merasakan banyak manusia yang berdatangan. Vian masih menatap tajam ke arah Griffin sebelum ia merilekskan tubuhnya dan menatap sekeliling. Kantornya sudah seperti baru saja terkena serangan badak liar. Tembok dan lantai yang retak, serta dinding kaca serta hiasan. Butuh berapa biaya untuk memperbaikinya? Vian mendengus kasar dan menatap ke arah Tifa.
"Hey! Kau mau kemana? Boleh kita bicara sebentar?" Tifa berhenti berjalan dan kemudian berbalik.
Tetapi saat ia berbalik dan mendapati pria bangsawan aneh itu langsung menarik tangannya tanpa permisi dan hendak mengecup punggung tangannya, Vian dengan sekejap datang dan menggantikan tangan kakaknya.
"Apa yang kau lakukan?" Iefan langsung meludah ke samping. Melihat ia sedang mencium tangan vampir rendahan membuatnya jengkel setengah mati.
"b******k! Berani-beraninya kau!" Bentak Iefan kasar.
Griffin tertawa mengejek. Melihat seorang raja vampir mencium tangan vampir pria rendahan hiburan tersendiri baginya. Itulah kenapa tidak boleh melangkahi pamannya sendiri, melanggar janji pula.
"Dasar i***t. Kau pulang saja sana,"
Griffin melangkah melewati Iefan dan berjalan ke arah Vian dan Tifa. Sayang sekali Vian masih menahannya agar diam dan menjauh dari Tifa dengan radius tiga meter. Ia memutar matanya malas.
"Kalian urus semua ingatan manusia-manusia di tempat ini dan diluar sana," Griffin menatap Vian dengan tatapan tidak percaya.
"Untuk apa aku melakukan itu? Ini semua salahmu sendiri kenapa menyerang kami tiba-tiba. Kami datang dengan penuh perdamaian disini," Vian masih menampakkan wajah menjengkelkannya.
"Sekarang atau tidak sama sekali," Griffin berpikir sejenak.
Ia bisa saja menghapus pikiran manusia tapi jika dengan jumlah banyak, ia tentu saja butuh kekuatan lebih. Lagi pula ia gagal hibernasi, pemulihan tenaganya tidak ada satu persen. Tiba-tiba ia mendapatkan ide menarik.
"Baik. Biarkan raja vampir ini menyelesaikan tugasnya dan kita bicara dengan tenang di ruangan kalian," Iefan tentu saja langsung protes.
"Excusme? Aku mendengar satu orang pengkhianat kerajaan yang sudah kurang ajar menyuruh rajanya sendiri," Griffin menjentikkan jari telunjuknya.
"A a. Ini bukan di kastil dan aku adalah pamanmu secara biologis. Kau harus menuruti perintahku," Iefan tertohok.
"Astaga tuhan. Dari mana sifat tidak tahu malumu ini paman?" Griffin tentu saja tidak peduli. Ia berjalan di berjalan di belakang Vian dan meninggalkan Iefan seorang diri.
"Selamat bekerja, Raja Vampir Heddwyn~"
"Hey! Kembali kau Griffin! HEY! b******k!"