Bab 29. Vampir Rendahan

1004 Words
Suasana yang ramai di dalam ballroom itu memang tidak sericuh acara pesta dansa para saudagar kaya. Tapi lebih karena yang hadir dalam acara penobatan ini adalah dari kalangan elit, mereka tidak banyak bersuara selain tepuk tangannya saja. Elunial segera merangsak masuk ke deretan paling depan dan berdiri tepat di samping kakak keduanya. “Aku sudah katakan untuk jangan sampai terlambat.” Eredith lagi-lagi mengomel. Elunial malas sekali sampai sengaja ia menguap karena tidak ingin mendengar ocehan kakaknya. Matanya kini tertuju pada sang kakak yang sudah berdiri dan menghadap para saksi yang hadir untuk disumpah. Ia juga melihat ayah dan ibunya yang tampak tegang sekali. Lalu matanya berusaha mencari keberadaan kedua vampir legendaris itu di dalam ballroom. Tapi sayangnya ia tidak menemukan mereka. “Kemana mereka?” Tanyanya sengaja berbisik pelan. Sayangnya Eredith saat ini juga sedang mencari kemana perginya mereka berdua. Sebelumnya ia juga sudah menyuruh satu vampir untuk mencari keberadaan mereka berdua secara diam-diam. Tapi sudah setengah jam berlalu utusannya tidak juga kembali. Eredith terpaksa melewatkan mereka berdua karena saat ini tugasnya untuk mendampingi kakaknya tidak bisa dipindah tugaskan pada Elunial yang masih terlalu muda. Sedangkan adiknya itu juga punya tugas yang lebih penting dari daripada mencari mereka. Setelah sumpah selesai, Elunial segera undur diri dan menjaga para pasukan agar tidak terjadi kerusuhan. Disisi lain, Vian sudah menyusup dengan mudahnya keluar dari kerajaan Heddwyn sesegera mungkin. Misi hari ini adalah membawa sang vampir untuk menemui Tiffa dan membaca masa depannya. Ia harus bergegas karena tidak bisa membiarkan kakaknya seorang diri di dalam kamar atau mereka semua akan curiga. Sedangkan Tiffa sudah bersiaga di dalam kamar sambil terus mengamati semua pergerakan tiga bersaudara itu melalui auranya. Rivaille dan Eredith akan terus bersama sampai malam tiba. Dan satu-satunya vampir yang bisa bergerak bebas saat ini adalah Elunial. Tiffa tahu Elunial tidaklah sebodoh kelihatannya. Tapi walaupun tidak ada pergerakan yang berarti, ia tidak boleh lengah karena penyerangan bisa terjadi kapan saja. Tring~ Tiba-tiba ponsel yang Tiffa pikir tidak berguna itu bisa berguna saat ini untuk berkomunikasi. Ia segera mengangkat teleponnya dan tak lupa ia memasang barier kedap suara. ‘Aku sudah membawanya kemari. Tapi Elunial berjaga di sisi barat saat ini.’ Tiffa langsung berpikir cepat. “Tunggu disana. Aku akan alihkan perhatiannya.” Ia pun segera berjalan pergi keluar dari kamar. Tampak ada beberapa pelayan yang sengaja ditempatkan disana untuk mengawasi pergerakan Tiffa. Entah siapa yang memerintahkannya, Tiffa malas mencari tahu. “Maafkan aku, tapi saat ini penobatan raja baru sedang berlangsung. Apakah Nona ingin diantar menuju aula?” Salah satu pelayan dengan beraninya menghampiri Tiffa. Tapi ia berusaha menahan diri untuk terlihat biasa saja walaupun ia enggan sekali didekati oleh orang asing sedekat ini. Jarak mereka bahkan tidak ada setengah meter. “Aku tidak tertarik. Aku ingin jalan-jalan.” “T-tapi-” “Kau boleh ikut jika takut aku mengacau acara hari ini.” Kata Tiffa langsung menekan perkataan sang pelayan. Ia melenggang pergi menuju bagian barat lokasi Vian saat ini. Tapi sayangnya dibagian barat tidak ada apa-apa disana kecuali pagar kokoh yang membentang sepanjang kastil. Ia jadi sedikit terganggu saat merasakan pergerakan pasukan mereka ke arah barat. Jika sampai Vian tertangkap sedang berusaha menyeludupkan vampir ke dalam kerajaan, sudah pasti perang akan pecah. Tapi sayangnya Tiffa tidak bisa mempercepat langkahnya untuk memberitahu Vian akibat pelayan yang mengikutinya ini. Setelah sampai di kastil bagian barat, matanya berusaha tetap tenang ketika ia melihat Elunial yang sedang berdiri sambil menatap kesana kemari. “Apakah acara penobatannya sudah selesai?” Elunial langsung tersentak kaget. Reaksi bocah itu terlalu mencolok karena dia langsung melangkah mundur beberapa langkah. Menjauh dari Tiffa dengan ekspresi ketakutan. “T-tidak… Um aku hanya sedang bosan.” Tiffa melirik Elunial dengan ekor matanya ketika ia menangkap kebohongan dari perkataannya. Ia bisa menebak bahwa Elunial pasti tidak menyangka bisa bertemu dengannya di kastil barat. “A-apa yang Anda lakukan disini?” Elunial berusaha keras sekali untuk tidak lari dan membuat Tiffa semakin curiga. “Aku hanya sedang berpikir untuk menanam bunga disini. Untuk itulah aku kemari dan melihat-lihat lagi.” Otak Elunial kini sulit sekali diajak kompromi untuk membuka sesi obrolan ringan agar tidak ada yang curiga ia tengah berjaga saat ini. “Oh bagus sekali. Pasti tempat ini akan berubah dan tidak akan gersang seperti ini lagi.” Ucapnya terdengar gugup. Tapi tiba-tiba tatapan mata Elunial tertuju pada seekor kupu-kupu cantik yang terbang ke arah Tiffa. Dan akhirnya tatapan Tiffa juga terlepas darinya karena keberadaan kupu-kupu itu. Tiffa yang tahu bahwa kupu-kupu itu adalah hewan yang sudah dimantrai oleh Vian membiarkannya hinggap di jarinya yang terangkat. Ada pesan tersembunyi yang disampaikan oleh Vian. ‘Aku pergi ke sisi selatan.' Setelah membaca pesan itu, mulut Tiffa hampir memaki kasar. Sedangkan Eredith langsung mengirimkan delikan tajam pada pelayan yang berdiri di dekat Tiffa ketika ada kesempatan. Bodoh sekali pelayan itu sampai membiarkan Tiffa berkeliaran di istana. “Baiklah, kalau begitu aku undur diri dulu. Aku harus kembali ke aula.” Tiffa tersenyum kecil dan membiarkan saja Elunial pergi. Setelah aura bocah itu hilang, Tiffa mengibaskan kupu-kupu itu dari tangannya. Jika ia membawa pelayan ini menuju selatan, kemungkinan besar dia akan melapor pada kerajaan. 'Ck! Cukup.' Karena muak diawasi oleh vampir rendahan, Tiffa mengeluarkan sebuah mantra. Ujung jari telunjuknya tiba-tiba mengeluarkan sebuah cahaya merah terang dengan ujung runcing. Persis seperti sebilah pisau kecil tipis. Sedangkan pelayan wanita tadi membatu di tempatnya. Kedua pundaknya bergetar karena untuk yang kedua kalinya ia lancang mengangkat pandangan. "A-ampuni Hamba! Ampuni hamba! Tolong jangan bunuh Hamba!" Ucapnya berlutut sambil memohon. BZZTT! Sayangnya Tiffa tidak mendengarkan permohonan ini. Cahaya merah tadi yang seperti sebilah pisau itu menghilang dari ujung jarinya. Lalu detik berikutnya- ZRASHH! "...." Pelayan itu langsung menjadi abu ketika puluhan pisau itu menembus tubuhnya dengan ukuran sepanjang tombak. Mulutnya menganga lebar karena kematian yang menyakitkan itu. Tiffa lalu pergi secepat mungkin menuju selatan dan langsung menemui Vian disana. "Kita tidak punya banyak waktu!" "Aku tahu." Vian memperingati Tiffa sebelum ia masuk ke dalam kastil dan berjalan-jalan agar mereka tidak curiga. Tiffa segera memasang barier dengan mata merahnya yang sudah menatap tajam.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD