Bab 26. Penjelasan Vian

1019 Words
Tapi itu berbeda sekarang. Tiffa keluar dari kamarnya seperti putri salju yang baru saja bangun dari tidurnya. Tapi saat tangannya terulur untuk menyibak gorden, kekuatannya sedikit terlalu kuat sampai gorden beserta besi penyangganya terlepas. Vian bersumpah itu hal terkonyol yang pernah ia lihat. “Sepertinya kau terlalu berlebihan menggunakan kekuatanmu.” Ucapnya sambil melempar ponsel ke atas sofa di sampingnya. Sang kakak masih memegangi gorden itu dengan ekspresi terkejut bukan main. “Sepertinya memang begitu.” Vian memutar matanya malas. “Berbaringlah sebentar. Aku akan memeriksamu lebih dulu.” Tiffa patuh sekali dan kembali berbaring di atas ranjang. Vian langsung mengaktifkan mata vampirnya untuk melihat titik jiwa kakaknya. Dan semuanya cukup memuaskan. “Bagus. Tidak ada keluhan?” Tiffa menatap telapak tangannya sejenak. “Tidak ada. aku perlu membiasakan diri dengan kondisi seperti ini.” Vian menangguk puas. Akhirnya sang kakak bisa dikatakan sehat sekarang. Walaupun hanya dua hari, tapi proses penyembuhannya cukup signifikan. Dan itu pertanda yang bagus. Vian menatap sang kakak yang membuka koper untuk mengambil pakaian ganti. “Sayang sekali lembah ini hanya sedikit populasi manusianya. Kau harus berjalan ekstra naik turun bukit untuk sampai ke kota.” Tiffa mengangguk kecil. Vian tahu sekali Tiffa sudah sangat haus dan butuh banyak nutrisi setelah hibernasi. Terlebih para bangsawan yang terbangun dari hibernasi biasanya akan kehilangan akal sehat dan menyerang manusia dengan membabi buta. Tapi kakaknya tampak berbeda sekali. Kondisinya saat ini masih tampak tenang dan moodnya juga sangat baik. “Aku akan menemanimu ke kota.” Tiffa melirik Vian sebentar. Ia meneguk liurnya sekali karena dahaganya benar-benar meresahkan. “Tunggu disini sampai aku kembali.” “Baiklah, baiklah.” Vian mengalah. Setelah berganti pakaian, Tiffa berjalan keluar menuju depan kastil. Dilihatnya banyak sekali pelayan yang sibuk mendekorasi dan para prajurit yang sibuk berlatih. Di halaman depan, memang disediakan barak untuk para vampir kelas rendah. Mereka biasa dibebaskan untuk kesana kemari di area sekitar halaman. Tapi tidak diperkenankan untuk masuk ke area para keluarga bangsawan. Tiffa yang berjalan seorang di menuju gerbang utama tampak menjadi sorotan. “Dia cantik sekali.” “Apa King Iefan yakin Tuan Muda akan dilatih olehnya?” “Jangan berbicara terlalu keras. Dia berhasil mengalahkan tiga tetua seorang diri.” Tiffa malas sekali mendengarnya. Memang wanita sepertinya tidak bisa jauh dari bahan gosip. Penjaga gerbang yang melihat Tiffa melintas keluar melewati gerbang itu tidak berani ditegur olehnya. Bahkan semua vampir tampak mundur untuk memberikannya jalan. Setelah Tiffa melewati gerbang, keberadaannya langsung menghilang. Para penjaga yang melihatnya mengira Tiffa adalah hantu karena matanya tidak bisa lagi melihat keberadaan sang vampir. “Astaga….” Gumamnya. Padahal saat ini posnya berjaga saat ini tingginya mencapai lima meter. Seharusnya ia bisa melihat jejaknya dari kejauhan. Di dalam kamar, Vian juga sudah mengganti pakaiannya dan keluar kamar. Akhirnya tugas untuk menjaga kakaknya saat hibernasi selesai juga. Ia akan menikmati waktu luangnya untuk melihat-lihat sambil mencari tahu tentang rencana bocah nakal itu. Tapi saat ia melihat keluar jendela, tak sengaja ia melihat Melvern yang sedang minum teh seorang diri di dekat taman. Vian pun memilih untuk menghampirinya. “Boleh aku menemanimu, Queen?” Melvern tersenyum ramah. “Tentu saja.” Vian berdiri membelakangi Melvern sengaja menatap ke arah tebing curam di bawah kaki kastil. Pemandangan di kastil Heddwyn memang indah. Setiap pagi Vian bisa melihat air danau yang meluap setiap hujan. Embun pagi selalu menyelimuti kastil ini sampai siang hari. Karena posisi kastil yang ada di lembah, sinar matahari hanya bisa tembus menyentuh tanah ketika siang hari. Itupun hanya dua jam saja. “Tampaknya persiapan untuk penobatan berjalan lancar.” Vian pertama membuka percakapan. Melvern tentu saja tersenyum cerah. “Ya. Sebentar lagi aku akan menyaksikan putra sulungku memakai mahkota raja dan duduk di singasana.” Vian mencubit pahanya sendiri untuk menahan tawanya. Sejujurnya itu hal biasa baginya. Tapi memang sebagian vampir belum merasakan hal itu jadi menganggap penobatan itu sesuatu yang jarang sekali terjadi dan perlu diabadikan. Melvern memetik setangkai bunga mawar dan menatap bunga itu sambil tersenyum lembut. “Tapi sayang sekali aku hanya bisa melihat putraku memimpin kerajaan sebentar saja. Aku akan hibernasi dengan Iefan setelah penobatan selesai.” Vian melirik ke arah Melvern. Ia memang sudah tahu kalau Melvern dan Iefan akan hibernasi. Tapi ia tidak tahu jika akan secepat itu. Itu pertanda bahwa Rivaille akan memimpin kerajaan seutuhnya. Itulah yang Vian takutkan. Jika yang menjadi raja memiliki sifat yang bijaksana dan memikirkan nasib para pengikutnya, pasti Heddwyn akan baik-baik saja. Masalahnya bocah tengiK itu akan menggunakan kekuasaannya untuk berperang dengan bangsa lain. “Aku katakan ini untuk menghiburmu. Tapi aku dan kakakku tidak akan ikut campur dengan masalah kerajaan kalian. Walaupun kakakku akan mengajari putramu untuk menggunakan mantra, tapi kami tidak memihak pada siapapun.” Vian memperingati. Takut para bangsawan Heddwyn memanfaatkan mereka berdua untuk melakukan invansi. “Aku tahu. Kalian memang kakak beradik yang bijaksana.” Melvern tahu sekali jika Vian dan Tiffa mempunyai pribadi yang baik. Hanya saja memang banyak orang yang salah paham dengan kekuatan mereka. “Boleh aku tahu bagaimana kisah kalian di masa lalu?” Vian bersandar pada pagar batu yang membentengi luapan air danau. “Kenapa Anda ingin tahu dengan masa lalu kami, Queen Heddwyn?” Melvern sedikit takut bertanya. Tapi melihat sikap santai Vian membuat ia memberanikan diri. “Kalian sudah lama hidup dibanding aku. Aku hanya ingin tahu, apakah zaman dulu lebih baik dibanding saat ini.” Vian sebenarnya mau saja menceritakannya. Tapi karena historynya terlalu panjang, rahangnya bisa patah jika memaksakan diri untuk bercerita. “Aku akan berikan gambaran singkatnya saja.” Melvern mengangguk penuh semangat. “Aku menunggu.” Vian mencoba mengingat-ingat bagaimana awal mula peristiwa paling mengerikan itu terjadi. “Baiklah. Dulu, leluhur kami adalah keturunan Cleis. Hanya ada tiga keturunan asli Cleis yang memimpin dunia salah satunya Yovanka. Kami membantai semua bangsa yang menentang kekuasaan. Memulai perang dengan sesama saudara Cleis lalu memimpin dunia.” Melvern melongo mendengarnya. Apa katanya tadi? Memulai perang? Jangan katakan kakak beradik ini yang menjadi biang onar di masa lalu ketika memulai perang. “M-maaf, kalian yang memulai perang?” Vian mengangguk beberapa kali. Mulutnya sedikit manyun seakan hal itu bukan hal yang berarti di masa lalu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD