Membagi waktu

1020 Words
A Wan menuangkan s**u kedalam cangkir yang sudah di isi dengan ekstra kopi sebelumnya, tangannya begitu lihai membuat gambar di cangkir dengan campuran s**u dan kopi. Kemudian menaruh pesanan itu di meja dan ada salah satu teman A Wan yang akan mengantarkan pesanan itu di meja pengunjung. A Wan menguncir rambutnya yang sepundak namun hanya yang bagian atasnya saja dan membiarkan sebagai rambutnya bagian depan begitu saja, raut wajahnya nampak dingin dan tajam dengan sepasang alis tebalnya, dan dia memiliki hidung mancung, rahangnya begitu indah sesuai porsinya. A Wan banyak digandrungi kaum hawa saat di di coffee shop namun mereka cuma bisa gigit jari karena tidak bisa berinteraksi langsung dengan A Wan, karena A Wan membuat tembok besar untuk dirinya sendiri dan para pengunjung, A Wan hanya akan membuat pesanan kopi dan makanan ringan lainnya tanpa berinteraksi langsung dengan pengunjung, ada satu temannya yang bertugas menerima pengunjung dan menulis pesanan dan dia juga yang mengantarkan pesanan itu setelah pesanan selesai di buat. A Wan meminimalisir berinteraksi langsung dengan pengunjung karena dia tidak percaya diri dan juga dia selalu memasang wajah datarnya, namun sebenarnya para pengunjung di sini datang selain untuk bersantai mereka juga hanya ingin melihat A Wan yang sedang bekerja dengan wajah datarnya. Jam kerjanya di mulai dari 21:00 dan selesai 01:00 tapi kebanyakan pelanggan akan datang di jam kerja A Wan, rasa kopi yang di buat A Wan beda dari barista lainnya meski mereka menggunakan resep yang sama. Orang yang tahu lama tentang A Wan sangat menyukai A Wan meski dia amat jarang tersenyum, dia dingin namun sebenarnya hangat di dalam, nampak cuek dan tidak peduli dengan sekitarnya tapi dia orang yang akan maju nomor satu jika teman-temannya membutuhkan pertolongan. "Satu espresso, dua cappucino," ucap A Wan lirih pada Nanang temannya yang ada di meja yang berbeda. "Ok," jawab Nanang dengan renyah, dia mengambil nampan yang berisi tiga gelas itu kemudian mengantarkannya ke meja pelanggan, dia masih bisa tersenyum sangat lebar meski tempat ini sedang penuh dengan pengunjung, dia sudah menyiapkan mental dan tenaganya, karena coffee shop akan berada di puncaknya di atas jam 21:00 malam. "A Wan," panggil Nanang yang baru saja kembali mengantarkan pesanan. A Wan hanya menoleh menunggu temannya itu berbicara. "Pelanggan mu," ucap Nanang sambil menunjuk pintu masuk mengunakan dagunya, A Wan tidak perlu melihat arah yang di tunjuk Nanang untuk melihat siapa yang di maksud oleh Nanang karena dia sudah tahu dan cukup hafal siapa yang datang. Itu adalah seorang wanita yang sangat cantik dengan kaki panjangnya, rambutnya juga terurai dengan indah, dia selalu berpenampilan menarik setiap kali datang berkunjung namun sayangnya dia sama sekali tidak di oleh orang yang dia inginkan, wanita itu datang dan selalu memesan mengunakan bahasa Inggris dan itu adalah kelemahan Nanang, dia bodoh dalam bidang itu. Dan mau tidak mau A Wan lah yang datang untuk melayaninya, dan tujuan gadis itu terwujud, dia mengunakan strategi itu karena mengetahui jika ada orang asing yang datang ke coffee shop ini A Wan lah yang melayani karena di antara karyawan hanya A Wan yang bahasa Inggris nya bisa di download mengerti dan dia bisa mengerti orang asing mengunakan bahasa Inggris. "Please, i'd like 1 americano, chocolate cake and peanut flavored 1 sandwich, thanks," ucap gadis itu di depan A Wan. Mereka di batasi oleh meja dan wanita itu tersenyum sangat manis, Nanang yang selalu di belakang A Wan menikmati keindahan itu di sela-sela pekerjaannya yang melelahkan. "Pesanan akan di hantarkan segera, mohon tunggu sebentar. Terimakasih atas kunjungannya," jawab A Wan pelan dan sedikit menunduk, dia mencatat pesanan gadis itu kemudian kembali ke depan espresso membuatkan pesanan gadis itu. "Wan?" A Wan menoleh sedikit pada Nanang yang berdiri di depannya. "Kenapa kamu mengunakan bahasa Indonesia? biasanya kamu menjawabnya dengan bahan Inggris pula?" tanya Nanang dengan binggung karena tidak biasanya A Wan menjawab pelanggan itu dengan bahasa Indonesia. "Sedang tidak ingin," jawab A Wan sambil mempersiapkan pesanan gadis itu. "Apa dia mengerti?" "Nyatanya dia diam saja, bukankah dia berarti dia paham yang aku ucapkan." Nanang mengaruk kepalanya yang tidak gatal, melihat A Wan yang santai sambil bekerja kemudian melihat gadis itu yang sedang menendang ponsel di tangannya. A Wan tersenyum smirk, dia mengingat gadis itu, gadis itu sudah menjadi pelanggan Coffee shop ini lebih dari tiga bulan dan dia selalu datang di jama kerja A Wan, dia memang nampak seperti chindo, China Indonesia. Dan selalu mengunakan bahasa Inggris setiap kali memesan. Dan selama itu pula A Wan yang selalu melayaninya. Tapi A Wan menemukan hal yang menarik, karena dia tidak sengaja menemukan akun media sosialnya dan dia sedang membuat konten, yang ingin ditertawakan oleh A Wan adalah dia sedang membuat video bukan dengan bahasa Indonesia ataupun bahasa Inggris, melainkan dia mengunakan bahasa Jawa medhok Surabaya. A Wan tidak tahu harus bersikap bagaimana, dia seperti di permainkan namun dia juga ingin tertawa karena kebodohannya sendiri, bukankah seorang yang tinggal di Indonesia seharusnya sedikit bisa bahasa Indonesia meskipun mereka datang dari luar negeri, waktu tiga bulan lebih dari cukup untuk orang mengerti caranya memesan kopi dan makanan. Yang membuat A Wan hilang respect lagi adalah, A Wan tahu ternyata dia melakukan hal itu hanya ingin lebih dekat dengan A Wan, karena A Wan tidak pernah secara langsung melayani tamu dia merasa spesial mendapatkan perlakuan khusus oleh A Wan karena dia selalu mengunakan bahasa Inggris setiap kali memesan di coffee shop ini. Tidak ada yang salah dengan hal itu namun A Wan tidak menyukainya, apalagi dia selalu berpenampilan cantik dan seksi di depan A Wan dan terlihat dia sedang mengambil kesempatan untuk membuat A Wan tertarik padanya, tapi sayangnya itu tidak akan pernah terjadi, dia sama sekali bukan tipe A Wan apalagi dia tahu bagaimana gadis itu memanipulasi keadaan untuk sekedar bisa berinteraksi dengan A Wan. Namun karena A Wan masih memiliki perasaan dan tidak ingin mempermalukan gadis itu, A Wan lebih baik diam dan mengikuti permainan gadis itu, Dan A Wan tidak membaginya untuk orang lain tentang ini walaupun itu dengan Nanang, hitung-hitung A Wan menghargai perjuangan gadis itu dan menghormati perasaan wanita yang menyukainya, karena percayalah kebohongan tidak akan bertahan lama, waktu akan mengatakan fakta itu, sepandai-pandainya dia menyimpan rahasia pasti akan terpeleset juga.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD