Dia bernama Mourent

1009 Words
A Wan tidak bisa memalingkan pandangannya saat seorang wanita menjelaskan beberapa materi, ini adalah kali pertamanya saat dewasa ada seorang wanita yang benar-benar membuat dia tidak bisa mengalihkan perhatiannya. "Astaghfirullah ...," ucap A Wan, setelah sadar dia menarik pandangannya dan kini menunduk. Dia tidak bisa memandangi wanita seperti itu. "Ada apa Wan?" Ternyata Ain mengetahui apa yang sedang A Wan lakukan. "Cantik ya?" A Wan tertangkap basah oleh Ain, dan pemuda itu hanya tersenyum kecil. "Tapi sayang, kamu terlambat dia sudah menikah," imbuh Ain, dan kini dia kembali memperhatikan Mourent yang ada di depan sedang menulis di papan tulis. Entah mengapa A Wan merasa kecewa saat dia mengetahui fakta jika wanita yang telah berhasil membuat A Wan tidak bisa mengalihkan pandangannya itu ada seorang yang sudah memiliki pendamping. "Huh ...," A Wan menghembuskan napas kecewanya, dan kembali memperhatikan materi yang di berikan, namun kali ini A Wan lebih pokus ke papan tulis dari pada seorang pengajar yang memiliki kemampuan menyampaikan materi yang mudah untuk di pahami. Saat A Wan pokus pas papan putih yang sudah penuh dengan tulisan Mourent itu tanpa sengaja wajah Mourent masuk pada tata letak yang di perhatikan A Wan, A Wan sudah akan berpaling namun dia menemukan sesuatu yang lain di otaknya, A Wan sudah melihat banyak wajah cantik yang lebih cantik dari pada Mourent yang tidak terhitung jumlahnya, bahkan ada beberapa penggemarnya yang terang-terangan mengajaknya pacaran hingga menikah namun A Wan sama sekali belum tergerak hatinya. "Kenapa tidak asing?" tanya A Wan di dalam hatinya, dan kemudian A Wan memperhatikan wajah Mourent lagi, dan setelah beberapa menit A Wan menyerah karena tidak menemukan apa yang dia cari yang sebenarnya A Wan sendiri tidak tahu apa yang sedang dia cari. "Seperti Dejavu? Tapi apa?" A Wan berkutat dengan memori otaknya, sampai pelajar akan berakhir A Wan belum menemukan jawaban yang cocok untuk hatinya. Mourent menutup pertemuan kali ini dan semua orang mulai keluar satu persatu dan Mourent masih membereskan barang-barangnya yang ada di meja, baru setelah itu A Wan menemukan apa yang mengganjal di hatinya. Sejak masuk ruangan ini, Mourent selalu menghadap ke depan atau memunggungi peserta didik untuk menulis di papan tulis, namun saat ini dia sedang berdiri menyamping, A Wan melihat wajah Mourent dari sisi samping dan dia baru teringat dengan Mourent. "Wanita itu?" Sejenak A Wan berhenti dan kembali memperhatikan Mourent yang masih sibuk dengan barang-barang miliknya. Sampai semua orang yang berjumlah 20 orang itu keluar dan menyisakan Mourent di mejanya dan A Wan yang berdiri di tengah-tengah ruangan memperhatikan Mourent. Mourent menoleh karena di sudut matanya melihat ada seseorang yang belum keluar, dan mendapati A Wan di sana. "Ada apa?" tanya Mourent dengan binggung karena A Wan hanya diam saja tidak melakukan apapun. Baru setelah Mourent menegurnya A Wan tersadar dan sedikit malu atas kebodohannya. "Maaf Miss," A Wan tersenyum kecil dan itu nampak bodoh di depan Mourent. "Apa kamu yang bernama A Wan?" tanya Mourent. "Ha? Iya, itu saya!" A Wan sedikit terkejut saat Mourent mengetahui namanya, karena sebelumnya pengajar di sini tidak pernah menanyakan nama mereka apa lagi menghafalnya. "Ini hari pertama kamu mengikuti kelas saya." "Benar Miss, karena baru saja pulang kampung." "Oohh ..., semoga bisa menikmati belajar bersama saya." "Tentu." "Baiklah saya pergi dulu, selamat berjumpa kembali besok." "Iya Miss." Mourent tersenyum sebelum pergi dari ruangan itu meninggalkan A Wan sendirian namun A Wan tidak langsung keluar dia malah semakin mengambil ponselnya dan melihat isi galerinya. Dia mencari file dan langsung menuju yang paling bawah. A Wan membukanya dan layar itu menunjukkan seorang wanita yang sedang duduk di ayunan di bawah hujan yang cukup deras. "Ternyata namamu Mourent?" tanya A Wan pada wanita yang ada di dalam Vidio itu. Wanita itu sedang mengayunkan tubuhnya di atas ayunan dengan kecepatan rendah, A Wan menebaknya jika Mourent sedang menagis namun itu tidak nampak karena air hujan menyamarkan segalanya, dan juga jarak mereka tidak memungkinkan untuk A Wan melihatnya, saat itu hujan lebat, A Wan buru-buru untuk kembali namun dia sangat tertarik pada Mourent yang sedang duduk di atas ayunan. Dia nampak sama sekali tidak terganggu dengan derasnya hujan, itu yang membuat A Wan berhenti dan mengabadikan momen itu. "Akhirnya kita bertemu, dan aku bisa meminta ijin padamu karena mengambil diam-diam vidio ini," A Wan bicara sendiri di dalam ruangan itu. "Dan asalkan kamu tahu, dua kali kita bertemu dan dua kali pula kamu membuatku terpesona." A Wan adalah seorang pemuda dengan kepribadian tertutup dia juga nampak sombong karena dia seorang yang pendiam, dia jarang berinteraksi dengan lawan jenis jika dia tidak benar-benar membutuhkannya, seperti pelanggannya di coffee shop dan penggemarnya di jalan, jangankan wanita yang benar-benar bukan muhrim, seorang laki-laki saja A Wan masih pilih-pilih untuk berteman dan menjadi dekat, Bu tanpa alasan A Wan melakukannya. A Wan melakukannya karena Deni kesehatan mentalnya sendiri, dia sudah beberapa kali berteman dengan dan di kecewakan jadi A Wan akan lebih selektif memilih seorang teman, karena sedikit banyak teman dan lingkungan membawa dampak buruk oada kepribadian seseorang. Dia seorang pemuda yang tekun beribadah namun tidak pernah di tunjukkan kepada orang-orang yang mengenalnya kecuali ibunya dan sahabat yang tinggal satu kos dengan A Wan bernama Yoseph, dia non muslim namun toleransinya sangat tinggi terhadap agama A Wan, bahkan dia kerap menginginkan A Wan tentang solat dan tidak jarang dia akan duduk di depan masjid saat mereka keluar bersama, tidak ada masalah tentang itu keduanya menikmati kebersamaan mereka. Karena agamaku, agamaku. agamamu itu agamamu. Pertemanan mereka tidak ada hubungannya dengan agama, karena terkadang jika yang berbeda keyakinan lebih memiliki toleransi dari pada saudara-saudara seiman itu sendiri. A Wan sangat dekat dengan Yoseph bukan hanya karena Yoseph satu bilik dengannya, itu juga di picu karena Yoseph sangat baik dan menjaga A Wan selama mereka tinggal satu atap di Jogja untuk menimba ilmu bersama. Yoseph seorang anak yang berkecukupan dari keluarga menengah keatas, namun dia memilih hidup sederhana bersama A Wan karena dia tidak ingin tinggal dengan ayah maupun ibunya yang sudah berpisah dan memiliki kehidupan mereka masing-masing. Dia lebih nyaman tinggal sendiri dan ketika dia ingin mengunjungi orang tuanya dia tinggal datang tanpa ada drama.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD