astaghfirullah, demi bapa kami di surga

1034 Words
A Wan duduk sambil melihat ponselnya yang sedang menampilkan video favoritnya, yaitu Mourent yang dengan main ayunan di tengah hujan, dia tersenyum kecil dan kemudian memasukkan ponselnya ke dalam tas punggungnya. "Ada apa denganmu?" tanya Yoseph yang masih bergulat dengan selimutnya. "Apa?" A Wan balik bertanya, dia masih sibuk dengan barang-barang yang akan dia bawa ke universitas. "Kenapa kamu senyum-senyum sendiri, meskipun itu kecil tapi aku melihatnya, kamu habis senyum sendiri." "Aneh," gumam A Wan sambil menggeleng pelan. "Ayolah ... katakan, Apa yang membuatmu tersenyum?" Yoseph masih kekeh ingin tahu. "Apakah aku harus melaporkan jika aku ingin tersenyum atau tidak? Bukankah tersenyum masih gratis kenapa kamu harus bertanya?" "Hai ... hai ..., maslahah itu kamu, kamu tidak pernah tersenyum jadi hal langkah jika ada seseorang yang bisa membuatmu tersenyum, itu sebuah prestasi." "Kamu yakin aneh," jawab A Wan sambil memakai tas punggungnya dan sudah siap pergi. "Wan, Wan, Wan, Wan, Wan," panggil Yoseph dengan nada paling cepat, Yoseph selalu memangil nama A Wan tidak cukup sekali dan tidak ada santai-santainya. A Wan membalikan badannya dengan wajah kusutnya, menunggu Yoseph melanjutan urusannya memanggil A Wan. "Sepertinya malam ini aku tidak akan pulang, karena aku mau ke rumah bapa." "Bapak mu di rumah atau bapa mu di surga?" "Astaga, tentu saja bapakku di rumah," Ucap Yoseph sambil berteriak. "Apa kamu mendoakan aku cepat bertemu bapa di surga, itu sama saja kamu ingin melihatku meninggal," Yoseph melemparkan bantalnya ke arah A Wan. Namun A Wan segera menghindar dan bantal itu melesat keluar kamar mereka. "Aku pergi," kata A Wan pelan sangat berbanding terbalik dengan Yoseph yang selalu bicara keras dan penuh semangat, A Wan mengambil bantal itu dan melemparkannya kembali ke Yoseph. "Jangan kangen aku saat aku tidak ada?" "Siapa yang kangen, huwekk ...," A Wan bergaya seakan dia akan muntah dengan perkataan Yoseph. Yoseph tidak marah dia berteriak mengucapakan salam pada A Wan, "Assalamualaikum." "Waalaikumsalam," jawab A Wan. "Hati-hati di jalan." "Emm." Ya itulah Yoseph dia memiliki toleransi yang sangat tinggi, Kartika dia kaget atau ketakutan dia akan menyebut di tuhan, sungguh kolaborasi yang epik. "Astaghfirullah, demi bapa tuhan di surga," ucap Yoseph. Kata-kata seperti, assalamualaikum, astaghfirullah, Alhamdulillah, amin. Itu sudah seperti bahasa pokok untuk Yoseph yang sudah hafal di luar kepala, bagai bahasa Indonesia biasa, itu karena pengaruh dari teman-temannya yang mayoritas orang Islam, apalagi dia satu kamar dengan A Wan yang sering membaca Al-Qur'an, dan dari mulutnya kata-kata seperti itu adalah makanan sehari-hari. Bahkan anak itu jika hafal ayat kursi, dia seorang yang memiliki nyali kecil sangat takut dengan hantu dan sejenisnya, kebetulan kos yang mereka tempati itu sedikit agak angker dan beberapa penghuni kos ini kerap melihat penampakan dan Yoseph akan dengan sangat lancar membaca ayat kursi. Itu di karenakan suatu hari Yoseph bertanya kepada A Wan kenapa hanya dia yang tidak pernah di temui oleh penampakan hantu itu, padahal kebanyakan yang tinggal di sini rata-rata sudah meski hanya sebuah bayangan. "Aku pernah melihatnya," jawab A Wan. "Kapan?" "Sering." "Ha? Sering, bagaimana kamu bisa setenanh itu, aku jika melihatnya langsung berteriak dan lari, apa jangan-jangan hantunya takut denganku." "Iya." "Apa yang kamu lakukan hingga hantu itu bisa takut denganmu?" "Baca ayat kursi." "Ayat kursi?" karena penasaran Yoseph mencarinya di google dan tanpa sepengetahuan A Wan dia menghafalnya, meski tidak begitu benar karena dia menghafal dengan tulisan latin. Dan Yoseph putus asa karena sudah berhari-hari dia menciba menghafal tidak kunjung berhasil, di saat dia putus asa penampakan itu hadir dan sebuah keajaiban dia bisa menghafalnya ketika saat panik. Meski mereka berbeda agama tapi Yoseph begitu menyayangi A Wan layaknya saudaranya sendiri, karena awan adalah orang yang selalu ada untuk Yoseph apapun keadaannya. Pernah suatu hari Yoseph ingin mengakhiri hidupnya, itu juga pertemuan pertama mereka. Saat itu tepatnya dua tahun yang lalu Yoseph berada di titik terendah hidupnya, keluarga berantakan sejak lama tapi dia merasa tidak dia anggap di kedua belah pihak saat dia sekarat di rumah sakit tidak ada seorangpun dari keluarganya yang datang menjenguk. Dia tidak kekurangan uang tidak kekurangan biaya hidup, tapi dia sangat miskin perhatian dan kasih sayang. Yoseph menghabiskan uangnya untuk membeli teman, dia banyak uang maka dia banyak teman dan saat dia jatuh miskin tidak ada seorangpun dari orang-orang yang biasanya tersenyum palsu padanya mendekat, apalagi mau mengulurkan tangannya untuk Yoseph. Yoseph kabur dari rumah sakit dan memutuskan mengakhiri hidupnya di sebuah jembatan, dia tidak bisa lagi menjalani hidupnya yang seperti ini, Yoseph bagai hidup sendirian di dunia ini, dia di sekolah juga mendapatkan bully dari teman-temannya, yang semakin membuatnya jatuh, kekasihnya mati karena dia, mereka berboncengan dan mengalami kecelakaan namun nasip baik masih berpihak pada Yoseph. Hari ini masih pagi buta, sekitar pukul 04:21 Yoseph berdiri di jembatan dengan pakaian rumah sakitnya, dia berdiri melihat arus sungai yang sangat deras. Yoseph memejamkan matanya dan air matanya jatuh mengingat bagaimana wanita yang dia cintai jatuh terkulai tidak jauh darinya dengan bersimbah darah. "Nuri, tunggu aku," ucap Yoseph sambil memejamkan matanya, saat dia membuka matanya dai sangat kaget karena ada sosok di sampingnya, yang sedang mengawasinya dengan wajah lokernya, Yoseph terperanjat karena dia pikir laki-laki di sampingnya itu adalah hantu penunggu jembatan. "Ngapain bang?" tanya Yoseph pada A Wan. "Bukankah seharusnya aku yang bertanya?" A Wan balik bertanya sambil melepaskan airpond di telinganya. A Wan menatap dengan tatapan dinginnya memperhatikan Yoseph dari atas ke bawah, dari bawah ke atas. "Kenapa melihatku seperti itu?" Yoseph takut sendiri melihat tatapan A Wan. A Wan tidak menjawab dia malah mengambil ponselnya dan menyalakan fles dan mengarahkan pada Yoseph, Yoseph menutupi pengelihatannya karena silau dari ponsel milik A Wan. "Kamu lagi ngapain bang?" Yoseph benar-benar binggung dengan kelakuan A Wan. "Bukankah kamu mau bunuh diri, aku ingin mengabadikannya, siapa tahu akan viral dan aku punya tambahan uang jajan." Yoseph terdiam dan menurunkan tangannya kemudian mengalihkan pandangan ke tempat lain menghindari sorot lampu dari ponsel A Wan. Wajahnya kembali jatuh sedih, sedangkan A Wan menunggu apa yang akan di lakukan Yoseph selanjutnya, dengan menyandarkan tubuhnya di pembatas jembatan. "Jika tidak ada yang menginginkan abang, setidaknya hargai nyawa yang di berikan oleh tuhan. Tolong lihat banyak orang di luar sana yang berjuang untuk hidup dengan segala keterbatasannya." Yoseph duduk dengan memeluk lututnya dan menangis tersedu-sedu, A Wan datang dan memeluk tubuh Yoseph yang meringkuk di kegelapan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD