Semusim bersama

1306 Words
A Wan berjalan di trotoar dengan gitar di punggungnya, dia tidak biasanya membawa gitar saat berpergian, namun ada acara di kampus yang mengharuskannya membawa gitar, jadi setelah kegiatannya di kampus selesai dia membawanya langsung ke markas mereka, sebenarnya bukan markas namun A Wan dan Yoseph juga beberapa teman lainnya berkumpul di sana sebelum mereka tampil. Hari ini sedikit mendung dan gerimis sudah jatuh dan bisa di prediksi jika sebentar lagi hujan lebat akan turun, A Wan mempercepat langkahnya, markas tinggal dua belokan lagi, jadi dari pada dia terjebak hujan A Wan lebih memilih berjalan cepat dan melawan gerimis. Gerimis semakin lebat A Wan tidak berjalan cepat lagi dia kini setengah berlari, tidak banyak dia menemui orang karena kebanyakan orang akan memilih berteduh sebelum terhuyung hujan. Namun langkahnya sedikit ragu saat dia melihat seorang laki-laki sedang tarik menarik dengan seorang perempuan di sebuah gang, A Wan sudah melewati gang itu namun berhenti. "Ach ..., Mungkin itu sepasang kekasih," A Wan mencoba berpikir positif, dan melangkah lagi bersiap untuk berlari karena awan hitam benar-benar sudah pekat, tinggal menunggu detik saja untuk mengguyur bumi. A Wan berlari namun otaknya terus berpikir, otak dan hatinya saling berselisih dengan apa yang dia lihat sekilas, "Bagiamana jika itu bukan kekasihnya? Melainkan penjahat?" kata A Wan sambil berlari, dia sudah melewati satu tikungan dan markas tinggal beberapa meter saja tapi dia tidak bisa tenang dengan apa yang dia lihat di gang tadi. "Astaghfirullah ...," A Wan memukul udara dengan tangannya yang mengepal, dia marah pada dirinya sendiri, akhirnya dia memutar arah dan kembali ke tempat semula dia melihat dua orang itu. A Wan berlari lebih kencang dari pada saat dia berlari menghindari hujan, A Wan mencoba mengingat gang mana tadi dia melihat pertengkaran itu, belum A Wan menemukan tempat itu A Wan menabrak seseorang dengan sangat keras di sebuah gang, A Wan berlari dan nampaknya orang itu juga berlari, dua orang sama-sama berlari bertemu, langsung saja tubuh laki-laki terpental kalah dengan badan A Wan yang tinggi. A Wan juga terhuyung karena tidak siap namun dia tidak sampai jatuh, sedangkan laki-laki itu terpental sampai jatuh dan pantatnya mencium aspal yang keras, laki-laki itu mengaduh kesakitan. "Maaf bang, maaf. Aku tidak sengaja," ucap A Wan sambil membungkuk akan menolong laki-laki itu. "Tidak apa-apa, saya tidak apa-apa," Laki-laki itu dengan cepat menolak bantuan dari A Wan. "Abang bisa bangun atau saya bantuin?" "Tidak terimakasih, saya lagi buru-buru," Laki-laki itu bangkit dan mencari tasnya, A Wan melihatnya dan mengambil tas milik laki-laki itu, namun A Wan memperhatikan jika tas ini milik seorang wanita, bagaimana laki-laki seperti yang memiliki kumis tebal memakai tas yang di peruntukan untuk perempuan. "Jambret ...," Teriak seorang wanita yang keluar dari gang. "Jambret?" tanya awan sambil melihat perempuan itu, namun dia merasa jika tas di tangannya di tarik dengan paksa, dan yang menariknya adalah laki-laki yang bertabrakan dengan A Wan, baru setelah itu A Wan sadar jika orang yang ada di hadapannya ini adalah seorang jambret. A Wan menarik kembali tas yang akan di rebut laki-laki itu, setelah mengetahui jika kedoknya sudah terbongkar laki-laki itu pergi dengan lari yang sangat cepat, dia sudah tidak memperdulikan hasil jepretannya yang ada di tangan A Wan. Awan memanjangkan tangannya untuk meraih jambret itu namun yang dia raih hanya ujung hodhy laki-laki itu. Laki-laki itu memutar tubuhnya dan dengan cepat melepaskan hodhy yang dia kenakan, dan segera melesat pergi sebelum A Wan menangkapnya kembali. A Wan tidak jadi mengejarnya karena di sampingnya ada seorang perempuan dengan napasnya yang tidak teratur, pundaknya ikut naik turun saat dia mengambil napas. "Maaf, dia lepas," ucap A Wan dengan tatapannya tertuju pada perempuan itu, sedangkan perempuan itu menatap lurus ke depan melihat jambret itu berlari sangat kencang meninggalkan mereka tanpa mengunakan lapisan kain di bagian tubuh atasnya. Perempuan itu menoleh dengan napasnya yang belum teratur, dan dia sangat berkeringat di cuaca seperti ini. "A Wan?" kata perempuan itu dengan napasnya yang memburu. "Ini tas milik Miss?" Dengan cepat Mourent mengangguk dan mengambil tas miliknya dari tangan A Wan yang terulur, "Terimakasih." "Tapi maaf, saya tidak bisa menangkap pelakunya." "Tidak apa-apa, yang terpenting tas saya sudah kembali, terimakasih." "Miss dari mana, ini akan segera turun hujan?" "Saya dari toko serba ada, dan berencana akan ...," Mourent tidak melanjutkan bicaranya saat dia teringat akan belanjaannya yang dia tinggalkan di gang itu. "Maaf, aku harus pergi, belanjaan ku masih di sana, terimakasih banyak sudah membantu, Maaf A Wan aku pergi dulu ...." A Wan memandangi Mourent yang berlari kembali ke tempatnya datang, A Wan tidak bergerak dia hanya terus melihatnya, dia tersenyum kemudian ikut berlari menyusul Mourent. Mourent sudah sampai lebih dulu tapi dia tidak tahu jika A Wan masih berada di belakangnya, "Kamu ikut kemari?" tanya Mourent sedikit terkejut saat A Wan ikut memunguti buah-buahan yang di beli Mourent berserakan di gang itu. "Biar lebih cepat, hujan sudah tidak bisa menunggu lebih lama." Baru saja A Wan selesai bicara, gerimis sudah berganti dengan hujan ringan, A Wan mempercepat gerakannya memunguti belanjaan Mourent yang berserakan, dan segera mereka mencari tempat berteduh setelah semua belanjaan itu masuk kantong. "Wah ... hujannya lebar sekali," Mourent melihat hujan ringan yang sudah tergantikan dengan hujan yang sangat lebat. "Semoga saja ini tidak akan berlangsung lama," ucap A Wan sambil menaruh belanjaan Mourent kemudian mencari duduk untuk dirinya, mereka mencari dengan acak tempat berteduh, mereka tidak memilih tadi yang mereka lihat jika hujan datang dan mereka harus berteduh, mereka menemukan sebuah ruko dan untungnya di sana ada kursi panjang yang lebih dari cukup untuk mereka berdua. "Maaf A Wan, gara-gara aku kamu sekarang terjebak hujan di sini." "Ini bukan salah Miss." Jawab A Wan namun tidak mau melihat Mourent, dia malah memperhatikan hujan yang jatuh menghilangkan debu jalanan dan barang-barang yang menempel di tempat-tempat umum. Mourent melihat belanjaannya dan mulai merapikannya, karena melihat hujan yang belum menunjukkan perubahan jadi Mourent membuat dirinya nampak nyaman di sini. "Mau?" tawar Mourent pada A Wan sebuah apel merah di tangannya. Mourent tidak bisa diam di waktu yang lama tanpa melakukan apapun, sedangkan A Wan sepertinya tidak memiliki masalah dengan itu. "Ada juga soda," Mourent mengeluarkan soda kaleng. "Tidak, ini cukup," A Wan menggosokkan apel itu pada kaos yang dia kenakan sebelum menggigitnya. "Kamu seorang penyanyi?" tanya Mourent saat melihat gitar di punggung A Wan. "Pengamen," jawab A Wan singkat. "Benarkan?" Mourent memproses jawaban A Wan dan berbicara dengan hatinya, "Pengamen, tapi dia seorang pelayan dan bahkan kursus?" "Hanya untuk hobi," lanjut A Wan. "Ooo," Baru setelah itu Mourent bisa tersenyum lagi dan tidak banyak berpikir. Mereka mulai mengobrol apapun bahkan A Wan yang tidak pandai bicara pun bisa berlama-lama mengobrol dengan Mourent, pembicaraan mereka sangat nyambung seolah mereka sudah kenal lama. "Apa yang paling enak saat hujan datang?" tanya A Wan dengan suara rendahnya namun itu sangat terdengar merdu. "Tidur, makan, nonton, minum kopi," jawab Mourent, karena itu yang selalu dia lakukan saat hujan. "Bukan," A Wan mengeleng. "Lalu apa?" "Tidur, makan, minum kopi, nonton di saat hujan itu tidak akan mereda nyaman saat hujan, jadi jawabannya berteduh." "Berteduh?" Mourent sama sekali tidak menyangka jika jawabannya sangat sepele dan sama seperti halnya sedang mereka berdua sendiri. Mourent tertawa karena merasa terhibur dengan pertambahan A Wan. "Tapi ada juga yang tidak berteduh ketika hujan turun." "Apa?" Mourent sebenernya sudah siapa untuk tertawa lagi namun nampaknya sekarang bukan waktu yang tepat untuk itu, karena A Wan sama sekali tidak sedang bercanda dengannya. "Apa?" Mourent lebih baik menyerah karena dia tidak bisa melihat wajah A Wan yang nampak serius. "Ayunan." "Ayunan? Ayunan bagaimana?" Mourent kembali di kejutkan dengan jawaban A Wan. "Iya ada orang yang memilih main ayunan di tengah lebatnya hujan." "Mungkin anak kecil?" A Wan mengeleng. "Mana ada seorang yang memilih main ayunan dari pada meneduh?" "Ada, aku pernah melihatnya sendiri, mau buktinya?" "Mana?" A Wan mengambil ponselnya dan mencari sebentar sebelum menyerahkannya ke Mourent, Mourent langsung mengambil ponsel itu dan mulai menontonnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD